Salin Artikel

Mengapa Gorontalo Disebut Kota Serambi Madinah?

KOMPAS.com - Gorontalo merupakan kota yang terletak di Provinsi Gorontalo.

Wilayah yang berbatasan dengan Teluk Tomini ini merupakan ibu kota Provinsi Gorontalo dan terletak di utara Pulau Sulawesi. 

Jika Aceh memiliki julukan sebagai kota Serambi Mekkah, maka Gorontalo memiliki julukan sebagai Serambi Madinah.

Julukan tersebut terkait dengan nilai-niai yang dianut oleh masyarakat Gorontalo.

Berikut ini alasan mengapa Gorontalo disebut sebagai Kota Serambi Madinah.

Alasan Gorontalo Disebut Kota Serambi Madinah

Sebutan Gorontalo sebagai Kota Serambi Madinah tidak lain karena sebagian besar masyarakat Gorontalo memeluk agama Islam.

Nilai-nilai keislaman juga menjadi bagian kehidupan masyarakat serta budaya setempat. Nilai-nilai itu telah tertanam sejak zaman kerajaan.

Dilansir dari karya ilmiah Islam, Budaya, dan Lokalitas Gorontalo, karya Basri Amin disebutkan Raja Amai (1523-1550) adalah peletak dasar Islam di Gorontalo.

Terutama sejak, Raja Amai menikah  dengan Owutango, putri Raja Palasa Orgomonjolo (Kumojolo) di Siyendeng, Tomini yang memiliki hubungan dengan keluarga Kerjaan Ternate, dan telah lebih dahulu mengenal Islam.

Saat akan melamar putri Owutango, Kerajaan Palasa meminta syarat bahwa lamaran akan diterima jika Raja Amai memeluk Islam.

Raja Amai memenuhi lamaran tersebut dan secara adat istiadat yang berlaku di masyarakat Gorontalo harus bersumber pada Al-quran.

Terbukti, Raja Amai melakukan pembaharuan dalam kerajaan dengan mengembangkan prinsip adat dan kebiasaan sesuai ajaran Islam.

Setelah perkawinan tersebut, Raja Amai beserta istri dan delapan raja-raja kecil di bawah Palasa berbagi tugas membimbing dan merancang adat istiadat yang berpedoman pada Islam.

Raja-raja kecil tersebut juga bertugas sebagai mubaligh dalam pengembangan ajaran Islam di masyarakat.

Raja Amai memberikan pemukiman tersendiri untuk delapan raja kecil itu di wilayah Gunto (sekarang Kecamatan Kota Selatan).

Di daerah itu juga, raja mendirikan tempat ibadah yang disebut Tihi Lo Hunto atau saat ini dikenal sebagai Masjid Sultan Amai.

Masjid menjadi pusat pendidikan dan kebudayaan Islam di Gorontalo.

Pada tahun 1590, Raja Amai digantikan putranya, Motolodulakiki, yang meneruskan penyebaran ajaran Islam.

Banyak masjid 

Dilansir dari karya ilmiah berjudul Satu Atap Empat Wajah: Multikulturalisme Etnik Gorontalo, Bugis, Jawa, dan Cina di Kota Gorontalo, karya Hendri Gunawan dan Muhammad Anggie Farizqi Prasadana, pengaruh Islam yang dalam di Gorontalo terlihat dari ungkapan adati hula-hula'a to sara'a, sa'a hula-hula'a to kuru'ani (Adat bersendikan syariat, syariat bersendian Al-quran).

Nilai-nilai keislaman yang menjadi bagian hidup masyarakat juga didukung dengan banyaknya masjid di wilayah ini. Hampir setiap kampung memiliki satu masjid bahkan lebih.

Meskipun nilai-nilai ajaran Islam kuat, Gorontalo merupakan wilayah dengan multietnis yang harmonis.

Wilayah ini terdapat penganut agama Islam, Hindu, Buddha, Katolik, Kristen, dan Konghucu, dengan tempat ibadahnya yang terdapat di wilayah ini.

Banyaknya masyarakat multietnis di Gorontalo ini, karena sebagai wilayah pelabuhan, Gorontalo menjadi tempat singgah sejumlah pedagang.

Sumber:

https://repository.ung.ac.id

https://regional.kompas.com/read/2022/07/25/183813178/mengapa-gorontalo-disebut-kota-serambi-madinah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke