Salin Artikel

Solusi Harga Sawit yang Menyedihkan, Petani di Jambi Produksi Minyak Goreng Skala Rumahan

Para petani akan membuat minyak goreng skala rumahan.

Untuk diketahui, harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani di Jambi menyedihkan, berkisar Rp 750-900 per kilogram.

Rendahnya harga sawit selama hampir dua bulan terakhir membuat petani mulai merasakan impitan ekonomi.

"Kita sudah bertemu dengan petani Sarolangun dan Tanjung Jabung Timur. Mereka senang, ada solusi dari harga sawit yang rendah," kata Manager Program Perkumpulan Hijau, Angga melalui pesan singkat, Jumat (15/7/2022).

Perkumpulan Hijau, NGO lingkungan yang konsisten mengadvokasi petani dan mendorong ekonomi kerakyatan itu, akan membantu petani untuk mengakses pendanaan (funding) dari swasta yang mendukung ekonomi rakyat yang berkelanjutan.

"Kita usahakan tahun ini sudah bisa produksi. Minyak goreng buatan petani sudah bisa dinikmati masyarakat," kata Angga.

Teknis pembuatan minyak goreng, kata Angga, membutuhkan alat dan beberapa mesin untuk merebus, merontokkan, memeras, memasak, serta menyaring. 

Mesin dan tenaga ahlinya akan didatangkan dari Kalimantan.

Adapun untuk biaya pembuatan sampai tempat produksi masih dalam penghitungan.

Target penjualan minyak goreng petani ini adalah pasar tradisional dan kelompok masyarakat sekitar.

Jadi solusi

Aten, salah satu petani dari Sarolangun, senang dengan adanya perhatian, khususnya yang mendorong kemandirian petani.

"Tentu senang kita. Biasanya jual harga 400/kilogram. Kalau sudah jadi minyak goreng bisa Rp 14.000," kata Aten.

Dia menyadari apabila dibandingkan dengan produksi industri, produk dari petani akan kalah.

Namun, Aten tetap berharap masyarakat luas mendukung kemandirian petani, agar tidak mendapat tekanan dari industri skala besar dan pasar global.

Sementara itu, Akademisi Universitas Jambi, Dede Martino, menuturkan, produksi minyak goreng skala rumahan harus didukung semua pihak, agar tercipta kemandirian di tingkat petani.

Ilmuwan Jambi yang mengantongi ratusan hak paten ini menyebutkan, teknologi untuk produksi minyak goreng skala rumahan dapat dibuat dengan biaya Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar.

"Kelompok koperasi di Bengkulu sudah bisa bikin minyak goreng sendiri. Mereka jual ke anggota koperasi dan masyarakat sekitar," kata Dede.

Dede mengatakan, mesin sederhana minyak goreng rumahan, bekerja sedikit rumit dan kurang efisien. Tetapi kualitas minyak yang dihasilkan cukup baik.

Dengan adanya kelompok petani skala rumahan, stok minyak di pasaran akan melimpah. Maka pelaku kartel minyak goreng kehilangan daya monopoli harga.

Dede mencontohkan lagi, di Afrika, tempat asal sawit, masyarakat mengolah sendiri minyak sawit dalam skala kecil, bukan diantar ke pabrik.

Pembuatan pertama kali dengan metode tumbuk dan peras yang dilakukan dukun, untuk pengobatan karena kaya pro vitamin A.

Lama-lama, produksi semakin berkembang dan dijual ke masyarakat luas. Sehingga di Afrika tidak butuh pabrik sawit untuk menghasilkan minyak goreng.

"Kilang kecil petani desa akan menghidupkan ekonomi desa. Apalagi bahan baku sawit yang berlimpah di Jambi, tentu bisa berkembang dengan cepat," ujar Dede.

Selain produksi minyak goreng, Dede mendorong petani mengolah lidi sawit. Untuk sekarang Jambi akan mengirim 1 kontainer lidi sawit ke Eropa.

Selanjutnya, petani mengolah daun dan pelepah sawit untuk pakan ternak.

Kemudian petani juga bisa beternak madu dan sapi di kebun sawitnya. Dengan demikian, rendahnya harga sawit membuat petani tetap mandiri dalam ekonomi.

https://regional.kompas.com/read/2022/07/15/112930278/solusi-harga-sawit-yang-menyedihkan-petani-di-jambi-produksi-minyak-goreng

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke