Salin Artikel

Pertama Kali, Burung Kerak Perut-pucat Ditemukan di Danau Limboto

GORONTALO, KOMPAS.com – Sebanyak 5 ekor burung kerak perut-pucat (Acridotheres cinereus) untuk pertama kalinya ditemukan di wilayah Gorontalo, tepatnya di Danau Limboto.

Sebanyak 2 ekor terlihat bertengger di atas kepala dan di punggung sapi bali milik warga sekitar danau, 3 ekor lainnya hinggap di dahan tanaman semak yang berada di sampingnya. Sapi-sapi ini berada di atas jalur hijau di dekat pintu keluar air (outlet).

“Awalnya kami kira burung jalak tunggir merah (Scissirostrum dubium) yang sering kali temukan dalam kelompok besar di tepi Taman Nasional Bogani Nani Wartabone,” kata Debby H Mano, koordinator The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) Gorontalo, Selasa (5/7/2022).

Debby Mano yang saat itu tengah melakukan pengamatan burung dan potensi pengembangan ekowisata di Danau Limboto ini menyusuri tanggul buatan antara Desa Hutadaa hingga Desa Tabumela, Kecamatan Tilango, Kabupaten Gorontalo, pada Sabtu lalu.

Dalam daftar merah lembaga internasional untuk konservasi alam The International Union for Conservation of Nature (IUCN), kerak perut-pucat yang memiliki nama internasional Pale-bellied Myna ini hanya ditemukan di wilayah Sulawesi Selatan, sebagian kecil di Sulawesi Tengah di lembah Palu dan wilayah sekitarnya dan di Sulawesi Utara ditemukan di Kota Manado, Kabupaten Minahasa Utara serta Kabupaten Minahasa sisi utara.

Burung ini baru masuk daftar merah IUCN pada tahun 2020 dengan status Vulnerable (Vu) atau rentan.

Status konservasi ini menunjukkan kategori spesies yang menghadapi risiko kepunahan di alam liar di waktu yang akan datang.

Kecenderungan populasi burung ini terus menurun, diperkirakan di alam tersisa hanya 2.500-9.999 ekor individu dewasa.

Burung ini memiliki habitat hidup di lingkungan daratan dan perairan, termasuk yang buatan.

Jumlahnya yang terus menurun ini juga akibat perdagangan yang tidak terkendali, sehingga keberadaannya terus menghilang di habitat alaminya.

Di wilayah Sulawesi Utara, beberapa burung kerak perut-pucat ini diduga berasal dari satwa peliharaan yang terlepas ke alam.

Secara umum populasi yang menurun menyebabkan jumlah individu dalam satu kawasan habitat alaminya sangat rendah.

Burung jenis jalak ini memang digemari para penggemar burung, sehingga permintaan di pasar satwa sangat tinggi.

Informasi IUCN juga menjelaskan burung kerak perut-pucat ini dapat hidup di dataran rendah terbuka, termasuk sawah, desa dan daerah budidaya, dari permukaan laut hingga 1.500 m.

Makanan kerak perut-pucat belum banyak diketahui, tetapi diyakini menyukai serangga serta buah-buahan.

Perjumpaan kerak perut-pucat di Danau Limboto ini mengindikasikan sedang mencari makan di lahan terbuka, di antara kerumuman sapi dan bertengger di atasnya.

“Saat perjumpaan pertama, terlihat sekali paruh dan kakinya yang berwarna kuning kecoklatan dengan dominasi warna bulu gelap. Kami bersiap untuk mendokumentasikan dengan kamera lensa panjang yang ada di dalam tas, namun burung terbang karena ada orang yang lewat di dekatnya. Kami hanya dapat mengambil gambar pakai kamera kecil,” ujar Debby Mano.

Hanom Bashari, spesialis keanekaragaman hayati (biodiversity Specialist) Perkumpulan Biota Gorontalo memastikan burung yang dilihat Debby Mano adalah kerak perut-pucat.

“Saya pernah lihat di tepi Danau Tempe, Sulawesi Selatan. Tapi di Palu Sulawesi Tengah belum pernah lihat. Sementara cuma tercatat di Sulawesi Selatan, sedikit di Palu, dan sekitar Manado,” ujar Hanom Bashari.

Burung kerak perut-pucat yang juga disebut sebagai jalak makassar ini juga tercatat keberadaannya di Danau Limboto. Ini merupakan catatan baru yang dilakukan oleh Perkumpulan Biota.

Sebelumnya, lembaga ini telah mencatat ada lebih dari 100 jenis burung di Danau Limboto, lebih dari sepertiganya merupakan jenis burung bermigrasi.

https://regional.kompas.com/read/2022/07/05/161130778/pertama-kali-burung-kerak-perut-pucat-ditemukan-di-danau-limboto

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke