Salin Artikel

Selamat Jalan Sang Guru Bangsa, Buya Syafi'i Maarif...

Buya Syafii menghembuskan napas terakhirnya di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Kabupaten Sleman di usia 86 tahun

Ia dirawat sejak 14 Mei 2022 karena mengalami serangan jantung dan meninggal setelah dirawat sekitar 13 hari di rumah sakit.

Sang Guru Bangsa itu dimakamkan di pemakaman Husnul Khotimah, Pedukuhan (dusun) Dukuh, Kalurahan Donomulyo, Kapanewon Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo, DIY Yogyakarta.

Lahir di Sumatera Barat

Buya Syafii lahir di Sumpur Kudus, Kabupaten Sijunjung, Sumatra Barat pada 31 Mei 1935. Ia memulai pendidikan di Sekolah Rakyat di kota kelahirannya pada tahun 1942.

Tak hanya di SR, Buya Syafii juga belajar di MI Muhammadiyah pada sore hari dan belajar mengaji di surau pada malamnya.

Buya lulus SR pada tahun 1947 dan melanjutkan sekolah di Madrasah Muallimin Muhammadiyah Balah Tengah, Lintau, Sumatera Barat. Ia baru ke sekolah di tahun 1950 karena alasan ekonomi.

Buya melanjutkan sekolah di Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta dan lulu stahun 1956. Buya muda kemudian merantau dan mengabdi selama setahun di sekolah Muhammadiyah di Lombok Timur.

Pada tahun 1964, Buya meraih gelar Sarjana Muda dari Universitas Cokroaminoto. Empat tahun kemdian, ia memperoleh gelar sarjana dari IKIP Yogyakarta (sekarang Universitas Negeri Yogyakarta).

Pada tahun 1979, ia mendapat gelar Master of Arts dari Ohio University, Amerika Serikat (AS). Lalu di tahun 1983, ia mendapatkan gelar doktoral dari University of Chicago, Amerika Serikat.

Selama di Chicago, Buya secara intelektual dibimbing tokoh pembaharu Islam Fazlur Rahman. Ia juga terlibat diskusi intensif dengan Nurcholish Madjid dan Amien Rais yang belajar di tempat yang sama.

Buya Syafii menjadi Guru Besar Ilmu Sejarah di Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) IKIP Yogyakarta (sekarang Fakultas Ilmu Sosial UNY).

Tahun 1990, saat Muktamar ke-42 di Yogyakarta, ia terpilih dalam formatur 13 PP Muhammadiyah dan diangkat sebagai bendahara PP.

Pada tahun 1994, Ahmpad Azhar Basyir, Ketua Umum PP Muhammaddiyah meninggal dunia. Ketua PP pun beralih ke Amien Rais dan Buya Syafii dipercaya sebagai salah satu wakilhnya.

Tahun 1998, setelah Amien Rais memimpin PAN, Buya Syafii diberi amanah sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah dalam Sidang Tanwir Muhammadiyah.

Di kancah internasional, Buya Syafii pernah menjadi presiden World Conference on Religion and Peace (WCRP) sebagai forum tokoh-tokoh lintas agama dunia bermarkas di New York yang mempromosikan agama sebagai instrumen perdamaian dan anti-kekerasan.

Buya Syafii juga mendapatkan penghargaan People of The Year 2020 Kategori Lifetime Achievement (prestasi seumur hidup) pada 24 November 2020.

Salah satu hal nyata diwujudkan Buya Syafii Maarif atas komintennya terhadap nilai keindonesiaan dan egaliteranisme-nya tercermin lewat Maarif Institute.

Buya menikah dengan istrinya, Nurkhalifah. Di awal pernikahan, hidupnya serba kekurangan.

Buya Syafii harus mengayuh sepeda butut yang tidak nyaman dipakai dari Kotagede ke IKIP Yogyakarta (sekarang UNY) sejauh 7 kilometer untuk menghemat ongkos.

Hal tersebut dilakukan karena Buya Syafii masih harus menyelesaikan studi doktoralnya di IKIP Yogyakarta.

Bahkan ia karena kondisi ekonomi, sang istri dan anaknya pertamanya, Salman pulang ke Padang.

Kondisi ekonomi Buya Syafii pada saat itu juga membuatnya tidak bisa menghadiri pemakaman anak pertamanya bernama Salman yang meninggal pada usia 20 bulan.

Anak keduanya yang bernama Iwan meninggal pada usia 2 tahun pada Oktober 1973.

Kini, pasangan Buya Syafii dan Nurkhalifah hanya memiliki putra semata wayang yakni bernama Mohammad Hafiz yang lahir pada 25 Maret 1974.

Presiden Joko Widodo menjadi salah satu tokoh yang dekat dengan sosok Buya Syafii sejak awal kepemimpinannya.

Awal Januari 2015, dia sempat menawarkan kursi Dewan Pertimbang Presiden (Wantimpres) ke Buya. Saat itu, Jokowi baru beberapa bulan menjabat sebagai presiden.

Namun, oleh Buya, tawaran kursi Wantimpres itu ditolaknya.

"Bukan menolak, tapi tidak bersedia," katanya kepada Kompas.com, 17 Januari 2015.

Kala itu Buya menceritakan tawaran menjadi anggota Wantimpres disampaikan Presiden melalui Sekretariat Negara (Setneg).

Alasannya sederhana karena usianya tak lagi muda.

Kendati menolak tawaran menjadi anggota Wantimpres, tak lama Buya Syafii ditunjuk Jokowi untuk menjadi ketua tim independen pencari fakta guna menyelesaikan konflik antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Saat itu, tim independen dibentuk untuk meredakan ketegangan di tengah masyarakat menyikapi penetapan tersangka calon Kapolri Komjen Budi Gunawan oleh KPK.

Dua tahun setelahnya tepatnya 7 Juni 2017, Buya Syafii diamanatkan sebagai anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP).

Lembaga tersebut lantas berganti menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Buya menjadi salah satu anggota dewan pengarah sejak 28 Februari 2018 hingga akhir hayatnya.

"Selamat jalan Sang Guru Bangsa," demikian tulis Jokowi di akun Twitter resminya, @jokowi, Jumat (27/5/2022).

Bagi Jokowi, Buya Syafii adalah kader terbaik Muhammadiya yang selalu menyuarakan tentang keberagaman dan selalu menyuarakan tentang toleransi umat beragama. Buya juga selalu menyampaikan pentingnya Pancasila bagi perekat bangsa

Duka mendalam juga dirasakan Rohaniawan sekaligus Guru Besar Purnawaktu Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Franz Magnis Suseno.

Romo Magnis mengatakan bahwa Buya Syafii adalah sosok sahabat sejati.

“Saya tidak punya anekdota-anekdot. Kami sering bertemu dan saya merasa akrab dengan beliau,” ucap Romo Magnis dihubungi Jumat (27/5/2022).

“Beliau selalu penuh perhatian, saya merasa dimengerti dan saya merasa (ada) sikap simpati pada saya, seorang sahabat betul,” tuturnya.

Romo Magnis pun bersyukur bisa bertemu dan mengenal Buya Syafii dalam perjalanan hidupnya.

“Tuhan, kami berterima kasih bahwa orang seperti Buya Kau berikan kepada kami. Requiescat in pace, semoga Buya beristirahat dalam damai Tuhan,” tutupnya.

Ia bercerita pada tahun 2018 usai penyerangan Gereja Dt Lidwina Bedog, Buya Syafii yang pertama kali datang untuk meredam semua pihak agar tetap tenang.

"Ketika gereja kami diserang teroris di St Lidwina Bedog itu, beliau langsung naik sepeda dari rumahnya menuju gereja," kata dia, Jumat (27/5/2022).

Bahkan, pada waktu itu Buya Syafii Maarif datang lebih dulu ke gereja mendahului dirinya. Saat datang, Buya langsung menggelar konferensi pers mengutuk tindakan terorisme.

"Beliau pertama kali justru mendahului saya. Ketika teman-teman wartawan datang di sana, beliau membuat konferensi pers, mengutuk si teroris," kata Dwi.

Menurut dia, langkah yang diambil mendiang Buya untuk menjaga hubungan antarumat beragama agar tetap tenang dan hidup bersama secara berdampingan.

"Jadi hubungan antaragama tetap tenang dan damai. Masyarakat tetap bisa fokus untuk mengusahakan hidup bersama dengan lebih baik. Itu selalu beliau usahakan," jelasnya.

Jumat (27/5/2022), jenazah Buya Syafii dimakamkan di pemakaman Husnul Khotimah, Kulon Progo. Di bawah langit yang mendung, prosesi pemakaman berlangsung sederhana dan cepat.

Pemakaman Maarif dihadiri ratusan orang yang sudah menunggu satu jam. Sebelum pemakaman, hujan gerimis sempat jatu hampir satu jam lamanya.

Hujan reda saat jenazah dalam perjalanan ke Nanggulan.

“Dia memilih di tempat pemakaman umum, itu kesederhanaan beliau,” kata Wakil Ketua Lembaga Pengembangan Pesantren PP Muhamadiyah, Khoiruddin Basori ditemui usai pemakaman, Jumat.

Selamat jalan Sang Guru Bangsa...

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Nur Fitriatus Shalihah, Tatang Guritno, Wisang Seto Pangaribowo, Taufieq Renaldi Arfiansyah, Dani Julius Zebua | Editor : Sari Hardiyanto, Fitria Chusna Farisa, Diamanty Meiliana, Dita Angga Rusiana, Teuku Muhammad Valdy Arief)

https://regional.kompas.com/read/2022/05/28/070700778/selamat-jalan-sang-guru-bangsa-buya-syafi-i-maarif-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke