Salin Artikel

Mengenal Tradisi Teing Tinu, Wujud Syukur dan Terima Kasih Anak kepada Orangtua di Manggarai NTT

Pegiat budaya Manggarai Timur, Frumensius Fredrik Anam menjelaskan, Teing Tinu adalah salah satu ritual adat Manggarai sebagai ungkapan syukur dan terima kasih kepada orangtua yang sudah lansia saat sedang sakit berat.

Ritual ini amat jarang dilakukan saat orangtua sedang sehat dan hanya dilakukan satu kali oleh anak-anaknya.  

Secara harfiah, Teing Tinu adalah kasih piara yang menjadi ungkapan syukur dan terima kasih anak-anak kepada orangtuanya. 

Ungkapan ini merupakan balas budi dari anak-anak karena orangtuanya telah bersusah payah memelihara dan bertanggungjawab sejak melahirkan, memelihara, mendidik, menyekolahkan, hingga menikahkan anak-anaknya.

"Jasa orang tua tak terhingga, tak terbalaskan. Karena nyawa mereka pun dipertaruhkan demi anak. Sebagai ungkapan syukur dan terimakasih atas semua pengorbanan orangtua, anak-anak biasanya menyediakan hewan kurban, membelikan baju terbaik, kain songke dan uang," ujar Mensi Anam, sapaannya, kepada Kompas.com, Minggu (15/5/2022).

Tradisi ini dilakukan pada malam hari dengan adak teing hang (beri sesajen) leluhur dan menyampaikan ujud agar acara Teing Tinu esok harinya direstui dan berjalan lancar.

Keesokan paginya dilaksanakan acara Teing Tinu yang diungkapan oleh tongka (juru bicara), kemudian hewan kurban berupa babi disembelih dan dimasak menggunakan bambu (tibu).

"Daging selanjutnya ditaruh dalam bambu. Sedangkan baju, kain songke, dan uang diberikan langsung kepada orang tua seraya ungkapan syukur dan terima kasih," tuturnya. 

Mensi Anam mengatakan, benda-benda tersebut menjadi simbol untuk membalas budi baik.

Meski tak seberapa besar nilainya dibandingkan dengan pengorbanan orangtua, nilainya menjadi setara pada saat diritualkan secara adat. 

Kendati demikian, menurut pensiunan guru di Kabupaten Manggarai Barat, Petrus Ngempeng, tak semua keluarga melaksanakan tradisi Teing Tinu. 

"Di beberapa keluarga di Manggarai Raya melaksanakan ritual ucapan terima kasih ini bagi orangtua yang sudah lanjut usia, namun tidak semua keluarga melaksanakannya. Seperti dalam keluarga kami tidak melakukan ritual teing tinu," jelasnya.

Sementara itu, akademisi Universitas Katolik Indonesia Santo Paulus Ruteng, Kabupaten Manggarai, Adi M Nggoro menjelaskan, makna teing tinu bernilai medis untuk menyembuhkan sakit dan menghibur orangtua yang sakit.

Tradisi ini sebagai peringatan untuk melakoni ulang perbuatan orang tua kepada anak sejak dalam kandungan hingga hidup mandiri. 

"Jadi, sebenarnya tradisi teing tinu adalah mengingatkan kembali pelayanan orang tua terhadap anak sekaligus sebagai simbol membalas kebaikan orang. Meski membalas kebaikan orang tua tak ternilai harganya, namun paling tidak ada nilai budaya untuk tahu membalas kebaikan orang tua," ucapnya. 

Nggoro menambahkan, makna lain dari Teing Tinu adalah ungkapan terima kasih dan rasa syukur kepada Tuhan melalui perantaraan orangtua dan penerus lainnya.

Dalam budaya Manggarai, urutan penghormatan dan penghargaan yang tinggi adalah Allah Sang Pencipta, orangtua, dan anakrona (pemberi gadis).

"Jadi orangtua Manggarai memiliki warisan budaya untuk saling menghormati dan memberikan penghargaan Tuhan sebagai Pencipta, bagi orangtua, dan sesama, alam semesta, serta leluhur," ungkapnya. 

https://regional.kompas.com/read/2022/05/15/083113078/mengenal-tradisi-teing-tinu-wujud-syukur-dan-terima-kasih-anak-kepada

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke