Salin Artikel

Mengenal Tradisi Ceng Beng Warga Tionghoa Semarang

SEMARANG, KOMPAS.com - Bertepatan dengan Ramadhan tahun ini warga Tionghoa Kota Semarang bakal ziarah ke makam Presiden ke-4 RI Abdurahman Wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur.

Tokoh Tionghoa Kota Semarang, Harjanto Kusuma Halim mengatakan, acara ziarah ke makam Gus Dur merupakan bagian dari tradisi Ceng Beng yang sudah turun-temurun.

"Selain bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan April juga bertepatan dengan tradisi Ceng Beng," kata Harjanto, saat dihubungi, pada Senin (4/4/2022).

Dia mengatakan, selain tradisi Tahun Baru Imlek, warga Tionghoa juga mempunyai tradisi Ceng Beng yang sudah turun temurun sejak ribuan tahun yang lalu.

"Biasanya, tradisi itu dilaksanakan ketika pertengahan musim semi saja," kata dia.

Ceng Beng ini cenderung lebih sepi dibanding dengan perayaan Tahun Baru Imlek, karena kegiatannya hanya ziarah kubur dan melakukan persembahyangan.

"Namun, di beberapa daerah di Indonesia seperti Kalimanntan dan Sumatera, memang tradisi Ceng Beng itu malah lebih ramai dibandingkan dengan Hari Raya Imlek," papar dia.

Meski demikian, beberapa warga Tionghoa di Kota Semarang sudah meninggalkan tradisi tersebut terutama yang sudah mempunyai keyakinan lain.

"Memang masih, namun ada juga yang sudah tak melakukan terutama yang sudah mempunyai keyakinan lain," ujar dia.

Dia mengatakan, tradisi Ceng Beng hampir mirip dengan tradisi ziarah kubur yang dilakukan oleh masyarakat Jawa pada umumnya. 

"Jadi, kalau dulu itu karena dianggap sakral harus membawa makanan khusus," papar dia. 


Kalau sekarang, lanjut dia, warga Tionghoa yang melakukan tradisi Ceng Beng dibebaskan membawa makanan apa saja.

"Yang paling penting makanan itu pantas untuk dimakan. Jadi bisa bawa lumpia, pizza dan lain-lain," imbuh dia. 

Rata-rata warga Tionghoa melakukan tradisi Ceng Beng ketika pagi hari. Hal itu untuk menghindari panas matahari. 

"Biasanya kita kalau melakukan itu rombongan ketika pagi," ujar dia.

Salah satu versi sejarah menyebut tradisi Ceng Beng berawal dari kisah seorang raja yang mencari kuburan sahabatnya.

"Makannya, itu sebenarnya adalah tradisi ziarah seperti orang di sini," imbuh dia.

Menurutnya, yang paling penting dalan tradisi Ceng Beng adalah napak tilas agar generasi penerus bisa mengetahui perjuangan leluhurnya.

"Jadi, mereka bisa tau apa saja yang dilakukan leluhurnya, perjuangannya seperti apa. Saya berharap nantinya ketika tradisi Ceng Beng itu ada waktu untuk menceritakan cerita leluhur," imbuh dia.

https://regional.kompas.com/read/2022/04/04/132610978/mengenal-tradisi-ceng-beng-warga-tionghoa-semarang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke