Salin Artikel

Sobokartti, Cagar Budaya di Semarang yang Tak Lekang oleh Zaman

Menurut Surat Keputusan Wali Kotamadya Kepala Daerah Tingkat II Semarang Nomor 646/50 tanggal 4 Februari 1992, Sobokartti teelah ditetapkan sebagai cagar budaya. Namun dalam sejarahnya, Sobokartti tertulis berdiri sejak 9 Desember 1920.

Umurnya memang sudah tua. Namun, gedung putih dengan enam pintu kayu di bagian depan ini masih kokoh berdiri.

Bangunan zaman Belanda ini menjadi saksi bisu panjang umur kebudayaan Jawa di Semarang. Pasalnya, gedung tua di Jalan dr Sucipto itu menyisakan aktivitas kesenian yang masih konsisten dilakukan oleh masyarakat sekitar.

Tak hanya kalangan anak-anak, aktivitas kesenian disini juga didominasi oleh remaja hingga dewasa.

Terhitung sudah 102 tahun, hingga saat ini Sobokartti masih menampung seluruh aktivitas kesenian Jawa di Semarang.

Tak lain aktivitas kesenian tersebut meliputi seni tari, karawitan, pedhalangan, hingga pranata acara.

Sore hari pukul 16.00 WIB (4/3/2022), di pendapa halaman depan gedung Sobokartti, terlihat anak-anak sedang asyik latihan menari. Iringan musik Jawa menemani mereka memainkan selendang di pinggangnya.

Tak banyak yang hadir dalam latihan kali ini, pandemi Covid-19 telah mengubah kondisi dan aktivitas di Sobokartti. Uniknya, sejumlah anak tetap semangat dalam latihan menari.

Hal tersebut dikatakan oleh Darmadi, selaku Ketua Bidang Tari di Sobokartti. Menurut data yang dihimpun, anak-anak yang tergabung di Sanggar Tari Sobokartti mencapai 102 orang. Dari jumlah tersebut, dibagi menjadi lima kelas yang terdiri dari kelas A1, A2, B, remaja serta dewasa.

"Anak-anak cukup antusias, karena kebanyakan dari mereka yang hadir disini didasari atas kemauan sendiri dan dari hobi. Meskipun dibantu juga dengan dorongan orang tua," ucap Darmadi kepada Kompas.com.

Menariknya, di zaman yang sudah maju ini, ternyata masih ada yang peduli dengan kebudayaan Tanah Air. Walaupun tidak banyak, setidaknya Sobokartti telah membantu menjaga kelestarian budaya melalui seni tari.

Memang, imbuh Darmadi, Sobokartti lebih menonjolkan kesenian di bidang tari. Alasannya, dulunya gedung ini menjadi pusat kesenian pada era Pangeran Mangkunegara VII Surakarta. Sehingga, untuk menghormati jasanya, Sobokartti lebih fokus mengembangkan budaya pada bidang tari.

"Namun, bidang yang lain tetap kami uri-uri. Karena semakin kesini, semakin banyak kebudayaan yang hilang," tuturnya.

Latihan tari di Sobokartti dilaksanakan setiap hari Selasa, Kamis, Jumat, Sabtu dan Minggu mulai pukul 16.00 - 17.00 WIB. Pembagian hari tersebut berdasarkan murid pada tingkatan kelas tari.

Begitupula pengajar, setiap kelas memiliki pengajar yang berbeda sesuai dengan tingkatan. Darmadi mengaku, keluarganya dari lintas generasi telah menjadi pengajar tari di Sobokartti.

"Istri saya menjadi pengajar di kelas remaja, kakak saya di kelas dewasa, dan keponakan-keponakan saya mengajar di kelas anak-anak. Jadi secara turun menurun dari generasi ke generasi," jelas Darmadi.

Salah satu pengajar tari, Ida Pratiwi menuturkan, bahwa dirinya sudah belajar menari sejak umur 5 tahun. Sehingga saat ini, dirinya sudah mahir dalam bidang tari dan mengajari anak-anak Sanggar Tari Sobokartti.

Ida banyak bercerita tentang bertahannya Sanggar Tari Sobokartti hingga saat ini. Dalam ceritanya, Sanggar Tari Sobokartti telah menunjukkan banyak prestasi. Bahkan, pernah diundang oleh Kedutaan Besar Malaysia.

Sementara itu, tari yang diajarkan Sobokartti sangat beragam. Mulai dari tari Lilin, Kelinci, Gembira, Semarangan, Gambyong, dan masih banyak lagi.

Ida menjelaskan, tari yang diajarkan dapat membawa anak-anak memiliki prestasi di sekolah maupun di luar sekolah.

"Anak-anak sering diundang ke pameran, ikut lomba-lomba, bahkan pernah meraih juara 1 ketika lomba di Jakarta," kata Ida.

Perasaan senang tak hanya datang dari Ida. Salah satu murid Sanggar Tari Sobokartti, Nesya menyatakan, dirinya sangat senang bisa bergabung di sanggar tari ini. Katanya, dia bisa bangga mengikuti lomba di luar kota pada umurnya yang masih belia.

"Dulu takut, tapi sekarang sudah 4 tahun belajar disini. Punya banyak teman yang sama-sama suka nari," ucap murid kelas 4 SD N 04 Kuningan itu.

Dengan mempelajari tari, Nesya bercita-cita bisa pergi ke luar negeri dengan memerkan kemampuan yang dia miliki.

"Tetanggaku sering belajar nari, terus lama-lama sampai Jepang. Jadi saya pengen juga kesana," jelas Nesya.

Belum ada dukungan dari pemerintah

Walaupun sudah 102 tahun berdiri, Pemerintah Kota Semarang masih kurang memberi pehatian pada Gedung Sobokartti. Dengan begitu, pengelolaan cagar budaya di Semarang itu memanfaatkan kemandirian masyarakat sekitar.

"Kami dari masyarakat sini berkumpul, membangun visi untuk melestarikan kebudayaan dan perkumpulan Sobokartti. Jadi untuk dana, ya, dari kita-kita sendiri," ujar Darmadi.

Darmadi menuturkan, terakhir pada tahun 2010, pihak pemerintah dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Jakarta datang langsung ke Sobokartti untuk merevitalisasi halaman depan Gedung Sobokartti. Namun, belum ada bantuan apapun dari pemerintah Kota Semarang.

Pihaknya berharap agar pemerintah Kota Semarang dapat mendukung adanya cagar alam Sobokartti. Tidak hanya itu, Darmadi juga berharap agar Sobokartti bisa lebih berkembang dan memberdayakan masyarakat sekitar dengan uluran tangan dari pemerintah.

"Barangkali dapat menengok kegiatan-kegiatan kami, misal ada pengajuan proposal juga bisa dipermudah," ungkapnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/03/05/052700978/sobokartti-cagar-budaya-di-semarang-yang-tak-lekang-oleh-zaman

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke