Salin Artikel

Pameran Kopi Asal Wadas "Kepada Tanah", Perupa: Ada Memori Masa Lalu yang Direnggut

Begitu bunyi tulisan yang tertera di sebuah kemasan kopi karya salah seorang seniman dari Yogyakarta, Bodhi IA.

Di kafe kopi kawasan Banyumanik, tampak deretan kopi yang bungkusnya berbalut sentuhan seni para perupa dipajang di atas meja kayu panjang.

Kopi-kopi dengan kemasan seni lukis itu berasal dari Desa Wadas yang sedang dipamerkan dalam tajuk "Kepada Tanah" di Matera Cafe, Kota Semarang.

Para perupa bersolidaritas untuk warga Desa Wadas yang menolak penambangan batu andesit karena akan merusak alam dan ruang hidupnya.

Ungkapan keresahan lewat medium seni

Berangkat dari menyambung rasa, salah satu perupa, Farid Stevy mengungkapkan keresahan yang dialami warga Desa Wadas itu melalui medium seni.

"Salah satu fungsi seni yakni menandai sebuah zaman. Saya tergelitik dan gelisah dengan apa yang terjadi di Wadas. Seni bisa menjadi alat untuk menyiarkan kepada orang lain," kata Farid ditemui di sela pameran, Jumat (17/2/2022).

Menurutnya, karya seni yang dituangkan itu bukan hanya sekadar sebagai bentuk protes terhadap penindasan, tetapi juga dimaknai sebagai sebuah doa dan merajut rasa kepedulian.

"Rasa kepedulian kepada saudara-saudara yang tertindas sama halnya seperti doa. Karena situasi di Wadas bisa kejadian juga di tempat tinggal kita. Jika suatu saat kita ada yang tertindas, ada yang peduli juga dengan kita," ungkapnya.

Berkunjung ke Wadas

Farid yang menuangkan karyanya dalam bentuk coretan tekstual ini mengaku sempat berkunjung ke Desa Wadas.

"Ketika datang ke Wadas saya menyaksikan dan yakin benar bahwa mereka warga yang benar-benar memperjuangkan haknya. Mereka tidak mau ruang hidupnya dirampas. Jadi tidak ada alasan untuk saya membagikan apa yang dirasakan warga lewat pameran ini," ucapnya.

"Kita ingin membagikan rasanya warga yang hidup di Wadas lewat kopi. Karena kopi kan zat yang bisa dirasakan dan berbau. Ada harapan ketika merasakan tanah tumpah darahnya, memori masa lalu yang mau direnggut. Itu saya selalu merinding," ceritanya.

Ia sempat menyayangkan tindakan semena-mena terhadap warga Desa Wadas yang telah direnggut ruang hidupnya.

"Kok ada orang semena-mena atas nama narasi kemajuan untuk kepentingan bersama tapi menindas merenggut hak hidup yang tidak bisa dibeli dengan uang. Ini tidak sesederhana kalimat diganti rugi." tuturnya.

Untuk itu, ia berharap dengan adanya pameran bersama kopi Wadas ini akan semakin banyak cerita yang bisa dibagikan kepada masyarakat.

"Di Kota Semarang responsnya bagus. Meskipun acara diskusi sempat bergeser. Sangat menarik mendatangkan warga dari berbagai daerah. Respon publik sangat positif," ungkapnya.

Sementara itu, panitia acara Pujo Nugroho mengatakan, di Kota Semarang, acara pameran bersama kopi Wadas ini akan berlangsung 16-23 Februari 2022.

Sebelumnya, pameran serupa digelar di Bali dan Batu. Setelah Kota Semarang, pameran akan berlanjut ke Kota Jakarta, Bandung dan Yogyakarta.

"Secara garis besar kopi Wadas sedang didorong warga dan teman-teman solidaritas untuk jadi salah satu produk yang hasilnya bisa jadi basis ekonomi warga yang sedang berjuang mempertahankan ruang hidupnya," jelasnya.

Namun, acara diskusi sempat terganggu karena tempat penyelenggara didatangi aparat kepolisian yang meminta untuk dibatalkan.

"Pemilik tempat diminta untuk membatalkan diskusi Wadas bersama Warga dengan alasan yang tidak jelas dan tidak berdasar. Apabila tidak membatalkan diskusi, tempat diancam akan disegel. Acara diskusi akhirnya tetap berjalan dan dipindah tempatnya," katanya.

Diketahui, ada sebanyak 22 perupa dari berbagai daerah yang terlibat dalam pameran kopi asal Desa Wadas ini.

Selain pameran dan diskusi, ada juga cupping kopi Wadas, lokakarya kolase dari komunitas Kolasemauku dan pertunjukan musik akustik.

https://regional.kompas.com/read/2022/02/19/155817078/pameran-kopi-asal-wadas-kepada-tanah-perupa-ada-memori-masa-lalu-yang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke