Salin Artikel

Viral, Kakek di Minahasa Didakwa Bunuh Sapi Warga Pakai Perangkap, Jaksa Harap Berakhir "Happy Ending"

MANADO, KOMPAS.com - Fentje Kahimpon (65), seorang kakek di Desa Kayuwatu, Kecamatan Kakas, Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut), didakwa membunuh sapi warga menggunakan perangkap. Perkara ini sempat viral di media sosial.

Kasus ini sementara berporses di Pengadilan Negeri Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara.

Terdakwa didakwa Pasal 406 Ayat (2) KUHP oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Minahasa.

Cerita kasus warga yang sudah lanjut usia (lansia) didakwa membunuh sapi warga diunggah Berly di akun Facebook miliknya. Berly sendiri merupakan keponakan dari kakek Fentje.

"Iya, benar postingan saya," kata Berly, saat dihubungi Kompas.com, Senin (17/1/2022).

Ia mengatakan, sebelum meninggal, sapi itu di dekat lahan kebun pamannya, Fentje. Pemilik sapi memang ada juga lahan kebun di wilayah itu.

Berly menyebut, sesuai pengakuan pamannya, sapi milik korban tidak pernah diikat hanya dibiarkan lepas oleh pemiliknya.

"Sapi itu terus masuk ke kebun om saya dan makan tanaman. Om saya sudah pernah tegur pemilik agar sapinya diikat. Tapi, kata korban itu bukan sapinya," ujar dia.

"Setelah kejadian sapi tersebut meninggal sekitar empat hari, baru pemiliknya mencari sapinya. Pemilik mencari sapi tersebut dan dia dapat sapi mati di kebun om saya kena perangkap," tambah dia.

Dia mengatakan, kejadianya tahun 2020 dan kasus itu dilaporkan ke polisi.

"Tidak lewat pemerintah desa lebih dulu, tapi langsung ke polsek. Terkait kasus ini, om saya sudah mendapat surat panggilan dari kejaksaan untuk sidang. Januari 2022 ini sudah ikut sidang lewat online. Minggu berjalan ini akan menjalani sidang lanjutan," ucap dia.

Dia berharap kasus ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan.

"Kalau boleh ya dimediasikan secara kekeluargaan. Karena ini masih keluarga. Apalagi, om saya, istrinya belum lama meninggal," harap Berly.


Jaksa berharap happy ending

Kejari Minahasa melalu JPU Pingkan Tesalonika Wenur mengatakan, kasus ini sementara sidang di Pengadilan Negeri Tondano.

"Memang benar perkaranya ada di Minahasa. Terdakwa Fentje Kahimpon dan korban pemilik sapi Melky Tumengkol. Keduanya warga Desa Kayuwatu, Kecamatan Kakas, Minahasa," kata Pingkan, saat dihubungi, Rabu sore.

Kasus tersebut terjadi pada 16 Desember 2020. Setelah berkas perkara ini sudah P21, kemudian dilimpahkan ke pengadilan akhir September 2021.

"Kasus ini memang sudah cukup lama," ucap dia.

Terakhir, kasus ini sudah sidang pembuktian. Terdakwa mengakui memasang perangkap di kebunnya.

"Memang betul sapi meninggal di atas lahan kebunnya (terdakwa). Hanya kebun ini sementara di sewa oleh korban," sebut Pingkan.

Terdakwa tidak ditahan dalam kasus ini. Hal itu dilakukan karena kasus ini belum ada putusan inkrah.

"Kami mengedepankan asas praduga tak bersalah. Jadi, tidak ditahan terdakwa," kata dia.

"Kalau hakim nyatakan ini terbukti inkrah (sudah terbukti bersalah) baru dipenjarakan," sambung dia.

Sebelum dilimpahkan ke pengadilan dan saat itu kakek Fentje masih berstatus tersangka, Pingkan menuturkan, terdakwa kooperatif saat dipanggil kejaksaan.

"Waktu masih status tersangka, dia wajib lapor di kejaksaan setiap hari Senin," papar dia.

Ketika kasus ini akan disidangkan di pengadilan, pihaknya memberikan surat panggilan kepada korban. Surat tersebut dititip dibawa oleh terdakwa.

"Itu dilakukan supaya terdakwa dan korban bisa ada komunikasi. Siapa tahu mereka bisa ada kesepahaman dan kasus ini bisa diselesaikan secara baik-baik," ujar dia.

Namun, besoknya, korban datang melalui surat panggilan dan terdakwa sudah tidak hadir.

Satu minggu kemudian, korban datang lagi ke kejaksaan dan pengadilan.

"Karena terdakwa tidak hadir jadi tunda satu minggu (sidang)," papar dia.

Minggu berikutnya, korban datang mengadu ke JPU dan hakim.

"Katanya terdakwa sudah menghadap ke kejaksaan, jadi giliran korban yang datang. Ternyata terdakwa menceritakan lain kepada korban," sebut dia.

Pingkan mengatakan, informasi dari kampung, terdakwa tidak hadir sidang karena istrinya sakit.

Tak lama kemudian, ada informasi istrinya meninggal karena perkara ini.

"Kami sebagai jaksa memaklumi itu. Tapi, bukan karena perkara ini," tutur dia.

Seiring berjalannya waktu, karena perkara sudah cukup lama, maka jaksa mendapatkan warning atau peringatan oleh pengadilan.

JPU sudah melayangkan surat panggilan kepada terdakwa tapi tidak hadir. JPU pun harus turun ke desa di mana terdakwa tinggal.


Kemudian, ada kebijakan dari hakim bisa sidang online sesuai Peraturan Mahkama Agung (Perma).

Setelah itu, JPU ke desa di mana terdakwa tinggal dan mencari lokasi untuk sidang online.

"Memang di desa tersebut jaringan tidak bagus. Terpaksa mencari lokasi yang tepat. Para saksi juga dihadirkan saat sidang," ungkap Pingkan.

Sebelum kasus ini masuk sidang tuntutan, Pingkan mengatakan, pihaknya memberikan kesempatan kepada terdakwa dan korban untuk duduk bersama membicarakan perkara ini.

Bahkan, hakim sampai bilang masih memberikan kesempatan kepada terdakwa dan korban untuk bercerita.

"Sebenarnya sudah mau masuk sidang tuntutan. Tapi, atas dasar kemanusian kami berharap terdakwa dan korban duduk bersama untuk bercerita. Sudah ingatkan dan mau difasilitasi, tapi keduanya masih keras (pendirian)," imbuh dia.

Menurut Pingkan, sapi yang meninggal kena perangkap ditaksir Rp 12,5 juta.

"Harga itu sesuai informasi saksi atau orang yang berkompeten. Kerugian Rp 12,5 juta, harga itu saat korban membeli satu ekor sapi yang mati," kata dia.

Pihaknya juga menerapkan restorative justice dalam perkara tersebut.

"Berharap kasus ini bisa ada kesepahaman. Apalagi terdakwa dan korban satu kampung. Jadi, kami berharap ada happy ending," ujar dia.

https://regional.kompas.com/read/2022/01/17/174309878/viral-kakek-di-minahasa-didakwa-bunuh-sapi-warga-pakai-perangkap-jaksa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke