Salin Artikel

Kisah Para Petani di Ngawi Jadi Penembak Hama Tikus, 1 Orang Bisa Dapat 100 Ekor

Para petani tersebut memilih memakai senapan angin laras panjang untuk memusnahkan hewan pengerat yang merusak tanaman padi mereka.

“Dengan senapan lebih efektif. Kena langsung mati,” ujar Purwoto Kepala Dusun Pleret, Minggu (26/09/2021).

Purwoto menambahkan, penggunaan senapan angin untuk memberantas hama tikus paling efektif saat padi baru tanam hingga mulai berisi.

Masa padi baru tanam merupakan masa paling rawan diserang hama tikus.

“Banyak tikus sebesar jempol orang dewasa yang merusak tanaman. Karena kecil susah dibidik, padahal mereka sangat merusak,” imbuhnya.

Banyaknya tikus yang merusak tanaman padi mereka membuat warga getol berburu tikus.

Hampir setiap malam, mereka beramai-ramai menyandang senapan untuk memburu hewan pengerat tersebut

“Banyak, satu orang itu bisa membunuh 20 sampai 100 ekor tikus,” ucap Purwoto.

Waktu seperti itu merupakan waktu tikus beraksi merusak tanaman padi.

“Habis Magrib biasanya mereka lapar, setelah itu masuk lubang lagi dan baru keluar menjelang Subuh,” kata Purwoto.

Panen berkurang hingga 30 persen

Ismail, salah satu petani Desa Pleset mengaku, akibat serangan hama tikus pendapatan hasil panen padinya menyusut hingga 30 persen.

Jika biasanya dalam satu hektar sawah miliknya bisa mendapat penghasilan 9 hingga 10 ton padi, sekarang paling bagus hanya mendapat tujuh ton padi.

“Itu kalau serangan tikus tidak seberapa. Rata rata maksimal petani hanya dapat 6,5 ton gabah,” ucapnya.

Selain menggunakan senapan angin, Ismail mengaku juga menggunakan belerang untuk membasmi hama tikus yang memakan tanaman padi miliknya.

Sayangnya upaya tersebut tidak seefektif jika menggunakan senapan.

“Kalau sudah menjelang panen senapan tidak efektif karena tikus bersembunyi di antara tanaman,” katanya.

Jebakan listrik tak digunakan

Menjelang masa panen, petani beralih menggunakan umpan racun untuk membasmi tikus, meski upaya tersebut juga kurang efektif.

Diakui Ismail, jika penggunaan jebakan tikus beraliran listri masih merupakan cara paling efektif untuk membasmi tikus meski membahayakan nyawa.

“Masih paling efektif karena semalam bisa mendapat puluhan bahkan ratusan,” ujarnya.

Meski demikian, petani Desa Pleset mengaku sudah tidak lagi menggunakan jebakan tikus beraliran listrik karena membahayakan warga.

Mereka memilih cara pemberantasan hama tikus dengan senapan angin, rumah burung hantu maupun gropyokan, yaitu menangkap tikus secara beramai ramai.

“Di sini sudah tidak ada lagi sejak polisi sosialisasi bahaya menggunakan jebakan tikus beraliran listrik. Konsekuensinya dipenjara,” kata Purwoto.

Serangan tikus paling parah dialami petani pada awal tahun 2019.

“Kerugian bisa 50 persen saat itu karena banyaknya tikus,” imbuh Purwoto.

Hama tikus, menurut Purwoto, berawal dari petani sendiri yang kurang tanggap terhadap pekembangan tikus yang cepat.

Pada awalnya, petani membiarkan hama tikus karena kerugian yang disebabkan tidak seberapa.

“Kalau dulu padi dimakan tikus ya sabar mungkin jatah mereka. Kita tidak langsung membunuh tikus sampai beranak dengan cepat,” katanya.

Saat ini petani di Desa Pleset memanfaatkan segala cara untuk membasmi tikus di desanya, termasuk dengan senapan.

“Kita juga mulai memanfaatkan rumah burung hantu. Semua cara kami lakukan agar tikus tidak merajalela,” pungkas Purwoto.

https://regional.kompas.com/read/2021/09/26/205233778/kisah-para-petani-di-ngawi-jadi-penembak-hama-tikus-1-orang-bisa-dapat-100

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke