Salin Artikel

Tanean Lanjhang, Rumah Adat Madura, Simbol Kuatnya Kekerabatan dan Keharmonisan Cinta

Sebab, orang Madura mengenal lima istilah hubungan generasi ke atas dan lima generasi ke bawah.

Mien Ahmad Rifai dalam bukunya Manusia Madura menulis, hubungan berurutan ke atas orang Madura dimulai dari diri sendiri, kemudian reng towa (tetua).

Tetua ini dibedakan menjadi embu' (ibu) dan eppa' (bapak). Kemudian ada emba (nenek dan kakek), kemudian buju' (buyut), seterusnya ada gharubhek (moyang) dan terakhir bangatowa (pitarah). 

Sementara, hubungan kekerabatan untuk lima generasi ke bawah berturut-turut dimulai dari ana' (anak), kompoy (cucu), peyo' (cicit), kareppek (piut) dan yang terakhir karopok (anggas). 

Selain mengenal hubungan kekerabatan ke atas dan ke bawah, orang Madura juga memegang erat hubungan kekerabatan ke samping.

Dimulai dari taretan (saudara), sapopo (sepupu), dupopo (dua pupu), tello popo (tiga pupu) dan seterusnya.

Sedangkan pasangan kerabat ke samping itu dikenal istilah secara berurutan epar (ipar), epar sapopo (ipar sepupu), epar dupopo (ipar dua pupu) epar tello popo (ipar tiga pupu) dan seterusnya. Untuk sesama epar, disebut dengan istilah loway (menantu). 

Hubungan orang tua dengan pasangan hidup anaknya disebut manto (menantu). Sedangkan hubungan menantu dengan orang tua pasangan hidupnya, disebut dengan mattowa (mertua). 

Kekerabatan lain yang ditulis Mien, yakni kekerabatan dari diri sendiri, kemudian menyerong ke atas.

Ada istilah majedi' (saudara dari ayah atau ibu). Kemudian ada kekerabatan yang menyerong ke bawah dikenal istilah ponakan (keponakan, anak dari saudara kandung), kemudian ponakan sapopo (keponakan sepupu) dan seterusnya. 

Tatanan kekerabatan orang Madura di atas, seluruhnya bisa hidup dan disatukan dalam satu pola pemukiman yang disebut dengan rumah Tanean Lanjhang. 

Tanean Lanjhang terdiri dari dua kata yakni tanean yang bermakna halaman, dan lanjhang yang bermakna panjang. Tanean Lanjhang bermakna halaman rumah yang memanjang. 

Struktur pemukiman Tanean Lanjhang terdiri dari bangunan rumah menghadap ke selatan.

Rumah ini bisa berjajar 3 sampai 4 rumah sesuai dengan jumlah anak perempuan dari keluarga tersebut.

Di ujung barat halaman, terdapat bangunan langgar atau surau.

Dapur dibangun menghadap ke utara, berhadap-hadapan dengan rumah.

Di sebelah timur dapur ada bangunan kandang ternak.

Semua bangunan tersebut, dibatasi dengan pagar halaman tanaman hidup dengan pintu masuk ke halaman Tanean Lanjhang, berada di ujung timur halaman. 

Model pemukiman itu menggambarkan bentuk monopoli proteksi seorang laki-laki terhadap perempuan.

Bahkan, proteksi itu belakangan dianggap berlebihan karena rumah tinggal hanya terdiri dari satu pintu rumah dan satu pintu halaman rumah. 

"Pemukiman Tanean Lanjhang bisa diartikan model pemukiman Madura tempo dulu yang tertutup. Seorang perempuan dibatasi secara fisik dan secara sosial karena selalu berada dalam pengawasan laki-laki," tutur Sukron Romadhan saat berbincang pada Ahad (5/9/2021). 

Dalam pemukiman Tanean Lanjhang, Sukron menjelaskan, penerimaan tamu tidak dilakukan di dalam emper rumah, melainkan di Langgar, oleh anggota keluarga laki-laki.

Langgar, selain menjadi simbol Kabah sebagai kiblat orang islam dalam beribadah, juga sebagai tempat proteksi perilaku negatif yang bernuansa seksual akibat adanya pertemuan antara tamu laki-laki, dengan anggota keluarga perempuan. 

"Langgar menjadi tempat ibadah, membicarakan banyak hal dalam keluarga, sekaligus menjadi tempat menerima tamu," imbuh dosen alumni Universitas Airlangga Surabaya ini. 

Susunan rumah yang memanjang ke timur, menandakan bahwa dalam keluarga tersebut banyak memiliki anak perempuan yang sudah berkeluarga.

Rumah paling barat, disebut rumah induk atau rumah Tongghu.

Rumah ini dibangun bagi anak perempuan paling tua.

Secara berurutan ke timur, disesuaikan dengan urutan usia anak perempuan yang sudah berkeluarga. 

"Tradisi orang Madura, wajib membangunkan rumah sebagai pemberian (sangkolan) kepada anak perempuan yang sudah berkeluarga. Karena, anak perempuan di Madura setelah berkeluarga tetap tinggal bersama orangtuanya, dan anak laki-laki ikut ke rumah istrinya tinggal bersama mertuanya," kata Sukron. 

Ahli sejarah Madura, Mohammad Ghozi menjelaskan, pemukiman Tanean Lanjhang juga menjadi simbol terhadap penghargaan yang tinggi terhadap perempuan Madura.

Hubungan kekerabatan yang erat dalam rumah Tanean Lanjhang, menimbulkan perlindungan komunal dalam keluarga tersebut.

Sehingga, ketika ada gangguan terhadap perempuan dalam rumah Tanean Lanjhang, dianggap mengganggu seluruh penghuni rumah Tanean Lanjhang. 

"Pelecehan terhadap salah satu keluarga, dianggap sebagai pelecehan kepada seluruh anggota keluarga Tanean Lanjhang. Mulai dari bapak, ibu, paman, bibi, saudara, ipar, sepupu, keponakan, dan seterusnya," ujar Ghozi. 

Namun, Ghozi melihat, seiring dengan perkembangan zaman, pemukiman Tanean Lanjhang ini sudah tidak begitu diminati oleh generasi muda.

Tanean Lanjhang yang banyak ditemukan di perkampungan, saat ini sudah berganti dengan model rumah baru.

Generasi saat ini sudah sangat terbuka dengan perkembangan zaman.

Proteksi berlebihan terhadap perempuan di Madura, sudah tidak seperti dulu lagi.

Banyak perempuan-perempuan Madura yang beraktivitas di ruang publik, bahkan menjadi pekerja profesional dan pemimpin. 

"Cara pandang dan pengaruh dari luar, membuat generasi di Madura saat ini sudah banyak tidak mengenal pemukiman Tanean Lanjhang," ungkap Ghozi. 

11 rumah Tanean Lanjhang yang ada saat ini, merupakan warisan dari buyutnya. Adi merupakan generasi keempat sejak rumah tersebut dibangun oleh leluhurnya. 

"Rumah ini sudah langka di Madura. Kami rawat secara terus menerus untuk melestarikannya. Kepada anak-anak saya, juga diwajibkan untuk merawatnya," kata Adi Bahri saat ditemui pertengahan Agustus kemarin. 

Motivasi Adi mempertahankan rumah tersebut, karena di dalamnya sarat makna kehidupan seperti kuatnya kekerabatan dan simbol keharmonisan keluarga.

Tak hanya itu, tersimpan peringatan hidup bahwa orang Madura pekerja keras tapi tidak melupakan kehidupan baru setelah kematian di dunia.

Simbol keharmonisan keluarga, tercermin dalam ukiran-ukiran motif bunga di dinding kayu rumah dengan paduan cat warna yang mencolok. 

"Simbol pekerja keras bisa dilihat dari atap rumah yang berbentuk seperti perahu, dimana ini menandakan bahwa nenek moyang kita adalah pelaut yang handal. Atau bisa juga dimaknai bahwa atap rumah seperti nisan kuburan itu, sebagai bentuk bahwa orang Madura selalu ingat akan kematian dan kehidupan abadi setelah kematian," ungkap Adi. 

Rumah milik Adi ini, kerap didatangi peneliti dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Bahkan ada pasangan suami istri asal Jawa Barat yang meneliti untuk kebutuhan disertasi doktoralnya.

Turis mancanegara juga beberapa kali datang mengunjungi rumah tersebut. Di antaranya ada dari Australia, Belanda dan Amerika. 

"Ada peneliti dari Bandung bersama dengan turis Australia sampai menginap di Tanean Lanjhang ini. Mereka mengaku nyaman, sejuk, penuh keakraban dengan sesama penghuni Tanean Lanjhang," tutur Adi yang juga kepala dusun. 

Pemerintah Kabupaten Pamekasan, beberapa kali mengadakan kegiatan untuk melestarikan dan mempromosikan warisan budaya Tanean Lanjhang. Misalnya, kegiatan Semalam di Tanean Lanjhang, festival Tanean Lanjhang.

Kegiatan itu diisi dengan berbagai macam sajian kebudayaan dan makanan khas Madura. 

"Bupati, Wabup, kepala dinas, camat dan pejabat yang lain, kalau sudah festival sudah pasti menginap di Tanean Lanjhang, membawa turis mancanegera," ungkapnya.

Kepada anak-anaknya, Adi melarang untuk merusak rumah Sangkolan dari nenek moyangnya itu.

Bahkan, ketika butuh renovasi harus disegerakan karena kawatir kerusakan yang ada, akan merembet ke bagian rumah yang lain.

Sejak dibangun oleh nenek moyangnya, baru dua kali dilakukan renovasi, namun tidak merubah dan merusak keaslian rumah tersebut. 

"Kalau ada anggota keluarga yang mau membangun rumah baru, kami larang merusak rumah Sangkolan. Silahkan pindah ke tanah lain dan membangun rumah modern, dan itu sudah menjadi kesepakatan dalam keluarga Tanean Lanjhang ini," tandasnya. 

https://regional.kompas.com/read/2021/09/06/102931278/tanean-lanjhang-rumah-adat-madura-simbol-kuatnya-kekerabatan-dan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke