Salin Artikel

Mural Bernada Kritik Sempat Ada di Bandung, Ini Kata Pengamat Komunikasi hingga Seniman

BANDUNG, KOMPAS.com – Belum lama ini sebuah gambar yang dibuat di dinding luar Jembatan Pasopati, Kota Bandung, sempat menjadi perbincangan publik, gambar seorang pria dengan masker yang menutupi matanya itu sempat menjadi perhatian.

Belum diketahui siapa pembuat gambar itu, yang pasti kini aparat setempat telah menghapus gambar yang dinilai kontroversi itu.

Bahkan pihak kepolisian turun tangan mencari pembuat gambar untuk dimintai keterangan apa maksud dari gambar yang multitafsir itu.

Wakil Rektor III Universitas Pasundan Bandung sekaligus pengamat komunikasi publik Deden Ramdan mengatakan, ada sebagian pihak yang memandang mural tersebut sebagai hal yang dianggap melanggar simbol-simbol negara, dalam hal ini gambar mirip Presiden RI Jokowi atau kepala negara.

Namun yang jadi persoalan, katanya, adalah bagaimana kita menafsirkan mural tersebut. Pasalnya mural itu pun multitafsir.

"Ini persoalan tafsir karena mural ini multitafsir," ujarnya, Kamis (26/8/2021).

Deden menilai dari sisi hierarki tingkat pusat ke bawah dalam hal ini kelurahan atau aparat desa, ada yang memandang mural itu pelanggaran simbol negara yang patut untuk dihapus.

"Hari ini ketika bicara di kota Bandung dengan tafsirannya seperti itu, kalau saya lihat aparatur itu sendiri tentu berbeda cara menafsirkannya. Jadi saya memandang hal seperti ini ciri khas dinamika dari bagaimana negara Indonesia, sebagai negara yang melaksanakan nilai demokrasi ini di uji," ucapnya.

Senada dengan hal itu, seorang perupa asal Bandung, John Martono menilai, mural itu bukanlah tanda yang jelas mengarahkan atau mengajak orang untuk melakukan sesuatu.

“Jadi kalau dampak sosial secara nyata (dari mural itu) saya nggak bisa bilang karena ini ada multitafsir. Ini ada masyarakat beragam dan orang lihatnya sepintas, nggak ada yang duduk diam menelisik sosok gambar (mural) tersebut," ungkapnya, Sabtu (28/8/2021)

Meski begitu, kata John, mural sebagai karya seni yang menarik adalah karya yang menginspirasi orang di sekitarnya untuk berbuat hal yang positif.

"Dalam konteks inspiring kepada siapa pun mudah-mudahan positif hasilnya. Jadi inspiring itu selalu berbicara positif (karyanya). Inspiring konteksnya, silahkan karyanya mau seperti apa yang penting positif saja, kita nggak mau negara ini bubar begitu saja," pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung Ajun Komisaris Besar Polisi Rudi Trihandoyo mengatakan, pihaknya saat ini tengah mencari orang yang menggambar mural mirip Jokowi itu.

"Kita nanti cari, siapa yang buatnya," ungkapnya, Kamis (26/8/2021).

Pencarian tersebut dilakukan untuk menanyakan maksud dari gambar tersebut.

"Apa maksudnya gambar-gambar seperti itu," tuturnya.

Penyelidikan sendiri tengah dilakukan saat ini, nantinya polisi akan memeriksa terlebih dahulu si pembuat mural itu.

"Kita tanya dulu, kalau ketangkep orangnya, kita interview, apa maksud dan tujuannya. Apakah itu kritik sosial atau bagaimana. Nanti kita imbau dan peringatkan," ujarnya.

Polisi juga tak sembarang menerapkan pidana terhadap aksi tersebut, pasalnya ada tahapan-tahapan yang harus ditempuh apabila masuk ke ranah pidana.

Menurut Rudi, pidana bisa diterapkan apabila ada unsur penghinaan terhadap Presiden atau lambang negara.

"Enggak (pidana) kalau kritik, tapi kalau menghina kepala negara atau presiden ada pasalnya. Kita lihat nanti, kalau ternyata tidak ada dasar hukumnya kita tidak akan proses," ungkapnya.

https://regional.kompas.com/read/2021/08/29/064000378/mural-bernada-kritik-sempat-ada-di-bandung-ini-kata-pengamat-komunikasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke