Salin Artikel

Cerita Warga Papring Bangkitkan Kerajinan Besek yang Sempat Hilang

Sempat terhenti dan menghilang, kini warga Papring mulai membangkitkan lagi popularitas kerajinan anyaman bambu ini.

Menurun karena gempuran kantong plastik

Sekitar tahun 1970, hampir semua warga lingkungan Papring menjadi perajin besek. Bahkan, produksinya dikirim hingga Bali.

Namun seiring maraknya penggunaan wadah dan kantong plastik, produksi besek warga Papring menurun.

Hingga pada 1998 banyak yang berhenti berproduksi karena minimnya pemesanan.

"1998, sembat hilang krena krisis moneter dan plastik mulai masuk dan menggantikan besek. Sehingga besek tak lagi diminati," kata Ketua Kelompok kerajinan bambu Papring Widie Nurmahmudy Selasa (15/6/2021).

Widie bersama sejumlah warga lainnya kemudian ingin membangkitkan lagi kerajinan anyaman bambu di desanya.

Usahanya membuahkan hasil karena dalam lima tahun terkahir, marak kampanye antiplastik.

Permintaan mulai muncul dan warga pun kembali membuat besek.

Saat ini besek digunakan pemesannya untuk wadah makanan saat hjatan, tempat buah, menyimpan aksesoris dan suvenir, hingga tempat daging saat hari raya Idul Adha.

Meski belum skala besar, ia mengaku bersyukur warga kembali punya penghasilan tambahan dengan membuat besek.

2.000-5.000 pesanan tiap bulan

Hari-hari biasa, Widie mengaku kelompoknya kerap mendapat pesanan hingga 2.000 besek tiap bulan.

Jumlahnya bisa meningkat jika Idul Adha dan mencapai 5.000 besek dalam sebulan.

Sementara jumlah pengrajin di lingkungannya saat ini adalah sekitar 60 warga.

Untuk pemasaran, Widie mengaku baru sebatas di wilayah Banyuwangi.

Ke depan, ia masih berusaha meningkatkan kualitas besek yang dibuat warga desanya.

Selain besek, warga di Papring juga terbiasa membuat tas berbahan anyaman bambu seperti tas.

Tas ini sekarang mulai diminati untuk tempat oleh-oleh hingga untuk pemakaian sehari-hari.

Salah satu pengrajin besek, Atmani (56) mengaku terbantu dengan kembalinya minat masyarakat terhadap besek.

Sebab, ia mendapatkan penghasilan sampingan selain bertani dan berternak.

Untuk membuat besek, ia mengaku membeli bambu dengan panjang dua ruas seharga Rp 75.000 tiap 40 batang.

Setelah itu, bambu dipapaki atau dipotong sesuai ukuran.

Bambu tersebut kemudian dipotong lagi menjadi lebih tipis.

Baru dijemur di bawah terik matahri selama dua hingga tiga hari dengan tujuan mengurangi kadar air. Jika musim hujan maka dipanggang diperapian hingga kering.

"Habis itu dianyam atau ngenam membentuk besek. Alhamdulillah, buat tambah-tambah," katanya.

Dalam 10 hari, kata Atmani, bisa menghasilkan 100 buah besek dan dijual dengan harga Rp 1.250.

Harga tersebut bervariasi tergantung ukuran.

https://regional.kompas.com/read/2021/06/15/151709378/cerita-warga-papring-bangkitkan-kerajinan-besek-yang-sempat-hilang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke