Salin Artikel

Belajar Wirausaha ala Pesantren Lirboyo Kediri

Sektor industri pengolahan itu sendiri di antaranya ditopang oleh keberadaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). UMKM pengolahan berkontribusi sebesar 28% atau sekitar Rp 353.014 miliar pada ekonomi Jawa Timur.

"Sektor industri pengolahan ini cukup besar kontribusinya dan kami terus mendorongnya," ujar Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur Triat Surtiati Suwardi dalam suatu paparan Zoom meeting, akhir Mei lalu.

Sejalan dengan upaya pemerintah mendongkrak ekonomi tersebut, keberadaan pondok pesantren bisa didorong sinerginya dalam upaya membangun ketahanan ekonomi. Sekaligus perannya dalam pengembangan industri halal.

Sebab, jumlah pesantren di Jawa Timur mencapai ratusan. Dan di kalangan pesantren nampaknya juga banyak industri kecil selain fungsi utamanya tetap pada lini pendidikan. Industri kecil itu tentu mempunyai potensi berkembang.

Pondok Pesantren Lirboyo di Kota Kediri, Jawa Timur, misalnya, juga mempunyai banyak usaha meski skala kecil. Apalagi dengan jumlah ribuan santri yang ada, pasti merupakan pasar tersendiri.

Ketua Pesantren Lirboyo KH Abdul Muid Shohib mengatakan, selain pendidikan agama, sudah sejak lama pesantrennya mengajarkan kewirausahaan bagi santrinya.

Pendidikan jiwa wirausaha itu menurutnya ada yang dilakukan langsung oleh para pengasuh, juga ada yang melalui lembaga pesantren.

Para pengasuh, menurutnya, membuka usaha untuk membantu menopang biaya pendidikan maupun biaya hidup para santri selama mondok. Itu biasanya dilakukan bagi santri dengan latar belakang ekonomi lemah.

Usaha tersebut juga beragam, misalnya pengolahan tempe atau usaha jajanan lainnya. Sirkulasi semua usaha tersebut bermuara pada pemenuhan kebutuhan dasar para santri di lingkungan pondok itu sendiri.

"Misalnya saya sendiri, mendapatkan titipan 50 santri yang kebetulan kurang mampu secara ekonomi," ujar Muid Shohib dalam sambungan telepon, Jumat (11/6/2021).

Adapun usaha yang dilakukan oleh lembaga pondok, kata Muid, ada tiga macam, yakni usaha depo air minum, pengolahan sampah plastik, hingga bakery.

Usaha-usaha yang secara struktural berada di bawah Badan Usaha Milik Pesantren (BUMP) itu tidak hanya sebagai medium pembelajaran santri, juga berkontribusi dalam menambah pemasukan bagi pesantren.

"Harapannya usaha-usaha itu memang bisa berkembang besar tapi tentu juga membutuhkan pendampingan," jelas pengasuh dengan sapaan akrab Gus Muid ini.

Kepala Seksi BUMP Pesantren Lirboyo Idris mengatakan, dari tiga jenis usaha yang dikelolanya itu, pengolahan roti terbilang cukup berkembang dan mendominasi dibanding dua usaha lainnya. Sehingga menjadi produk unggulan di pesantren.

"Omzetnya bakery bisa sampai Rp 50 juta sampai Rp 80 juta per bulan," ujar Idris, Kamis (10/6/2021).


Jumlah omzet tersebut, kata Idris, didapat hanya dari pasar internal pesantren saja. Artinya para pembelinya adalah para kalangan santri itu yang ada di pesantren itu sendiri.

Internal pesantren memang ceruk pasar yang besar. Sebab, di dalam lingkungan pesantren ini saja terdapat setidaknya 200 kantin. Kantin itu melayani aneka kebutuhan bagi ribuan santri.

Mereka pun memasarkan roti-roti tersebut di kantin itu.

Adapun untuk pasar luar pesantren memang terbuka lebar karena produknya relatif bisa bersaing dengan pabrikan besar. Bahkan tidak sedikit masyarakat yang memesan roti untuk keperluan hajatan.

Namun para pemesan dari luar pesantren itu saat ini relatif menurun karena sepinya hajatan akibat pandemi Covid-19 melanda.

Begitu juga dengan rencana perluasan pasar ke luar pesantren, juga masih terkendala pandemi. Sedangkan digitalisasi pasar, belum terbangun karena usaha ini baru ditekuni.

"Kebetulan untuk bakery itu memang unit usaha baru," jelasnya.

Bakery dengan nama produk Lirboyo Bakery itu berdiri pada 2018. Bermula dari adanya bantuan perangkat alat dari pemerintah pusat melalui Kementerian Perindustrian dan Perdagangan.

Kedatangan alat tersebut tidak serta merta bisa digunakan. Musababnya, sumber daya yang ada di pesantren saat itu tidak memiliki latar belakang bakery.

Beruntung, bantuan alat tersebut diikuti dengan pelatihan pengoperasian sekaligus pembuatan rotinya. Pelatihan itu berlangsung selama dua minggu.

"Setelah pelatihan itu kami trial and error. Tidak jarang rotinya gosong juga rasanya kurang," cerita Idris.

Dirasa sudah menemukan komposisi yang tepat, mereka kemudian memberanikan diri memulai secara profesional. Membuat roti dengan berbagai varian dan rasa dan dijual dengan harga terjangkau.

Diawali dengan modal awal Rp 5 juta untuk sekitar 15 kilogram adonan, dan terus berkembang hingga kini mencapai 70 kilogram setiap harinya. Lini produksi ditangani oleh sekitar 20 orang tenaga yang berasal dari para santri.

Jaminan Mutu dengan Pendampingan Otoritas

Untuk bisa bersaing di pasaran, meskipun itu internal pesantren, Idris menyadari perlunya produk yang bermutu. Oleh sebab itu pihaknya berusaha agar produknya juga mengikuti kaidah usaha yang ada.


Baik pada sisi kualitas produk itu sendiri, semisal soal rasa hingga kemasan bahkan merek yang dipakai, juga taat regulasi pemerintah soal aturan usaha makanan.

Soal regulasi pemerintah tentang kelayakan edar, bakery bikinan pesantren Lirboyo itu sudah mengantongi nomor PIRT. Setidaknya sudah ada jaminan keamanan produk bagi para konsumennya.

"Untuk izin yang lain misal sertifikasi halal masih dalam pengurusan. Sudah 80 persen," ujar Idris.

Idris mengaku keberhasilan pengembangan usahanya selama ini juga berkat campur tangan berbagai pihak. Baik pemerintah hingga lembaga-lembaga keuangan yang telah berpartisipasi.

Dia membayangkan pengembangan usaha yang lebih besar ke depannya. Untuk itu, dia berharap bisa mempunyai tempat usaha yang lebih layak dan juga berharap ada pendampingan pelatihan manajerial.

Kepala Seksi Pembangunan Sumber Daya Industri Disperdagin Kota Kediri, Widowati Purwitaningrum mengatakan, pihaknya selalu membuka lebar kesempatan bahkan ambil bagian bagi pengembangan usaha yang ada di Kota Kediri.

Pada perintisan usaha bakery yang ada di Pesantren Lirboyo salah satunya.

Menurutnya, keterlibatan pihaknya sudah sejak awal, yakni mulai dari membantu pendampingan dalam pelatihan yang diadakan Kemenperin.

"Kemudian kita fasilitasi PIRT bersama Dinkes, Desain merek/logo, juga perolehan izin dan hak merek," terang Arum, sapaan Widowati dalam sambungan telepon.

Pengalaman Wirausaha Bagi Santri

Bagi santri, apa yang dilakukan oleh pesantren merupakan pengalaman yang berharga. Bekal utama dalam mengarungi kehidupan di masyarakat nantinya selepas lulus.

"Alhamdulillah saya mendapatkan pengalaman ini," kata Ibni Muakhor Ahsan, salah seorang santri.

Dalam bayangannya, pengalaman membuat roti sekaligus pemasaran itu akan dikembangkan di wilayahnya, yakni Wonosobo.

Begitu juga Subakir, santri lainnya. Menurut santri yang sudah tujuh tahun menimba ilmu di pesantren Lirboyo ini, keahlian wirausaha itu nantinya bisa menjadi medium jalan dakwah.

https://regional.kompas.com/read/2021/06/11/191356578/belajar-wirausaha-ala-pesantren-lirboyo-kediri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke