Salin Artikel

Butuh HP Buat Sekolah Daring, 6 Pelajar Ini Terjerat Prostitusi

BLITAR, KOMPAS.com - Sebanyak 6 siswi SMA di beberapa sekolah di Kabupaten Blitar terjerumus ke dalam kasus prostitusi, berawal dari kebutuhan memiliki telepon pintar untuk kebutuhan belajar secara daring.

Pelaku yang menjerumuskan para pelajar ini yakni perempuan berusia 40 tahun dengan inisial BY.

"Awalnya anak-anak berusia 14 hingga 17 tahun ini diajak kerja oleh tersangka BY sebagai pemandu lagu di tempat karaoke," ujar Kapolres Blitar Kota AKBP Yudhi Hery Setiawan pada konferensi pers pemaparan hasil Operasi Pekat Semeru 2021, Rabu (7/4/2021).

Selanjutnya, ujar Yudhi, mereka ditawari telepon pintar baru yang bisa mereka bayar ke BY dengan cara mengangsur.

Anak-anak perempuan yang masih berstatus sebagai pelajar SMA itu, kata Yudhi, tentu membutuhkan telepon pintar untuk mengikuti kegiatan pengajaran di sekolah mereka yang diselenggarakan secara daring.

Meskipun, lanjut dia, kebutuhan belajar secara daring bukan satu-satunya alasan mereka bersedia mengambil telepon pintar dari BY.

Namun, dengan beban angsuran yang berat, lanjut dia, mereka mulai kesulitan membayar jika hanya mengandalkan penghasilan dari tempat karaoke.

"Sampai di sini, BY mulai menawarkan mereka untuk memberikan jasa layanan seks dengan iming-iming penghasilan yang lebih besar," ujar Yudhi.

Yudhi mengatakan, BY menjajakan layanan seks dari para siswi SMA itu kepada pelanggan melalui saluran WhatsApp dengan mengirimkan foto mereka.

Kasat Reskrim AKP Momon Suwito Pratomo mengatakan, pihaknya menyelidiki kasus prostitusi yang melibatkan anak di bawah umur itu berawal dari laporan masyarakat.

Melalui serangkaian proses penyelidikan, polisi melakukan penggerebegan ke sebuah salon kecantikan dan indekos di kawasan Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar.

"Di salah satu kamar kos, kami mendapati perempuan yang ternyata masih berstatus sebagai pelajar SMA sedang memberikan layanan seks ke seorang pelanggan," ujar dia.


Dari pengembangan penyelidikan, lanjut Momon, pihaknya menangkap BY yang tidak lain adalah pengelola salon dan indekos yang juga berperan sebagai muncikari.

Kepada polisi, BY mengaku telah menjalankan bisnis prostitusi dengan melibatkan anak-anak pelajar SMA selama sekitar setahun.

Momon mengatakan, terdapat enam anak perempuan yang memberikan jasa layanan seks melalui BY sebagai muncikari.

"BY ini dapat banyak. Karena anak-anak ini sebagian juga ngekos di tempat BY, menggunakan jasa salon kecantikan di salon BY, dan mendapat bagian dari tarif layanan seks mereka," ujar Momon.

Menurut Momon, BY mengutip Rp 100.000 dari tarif Rp 300.000 hingga Rp 350.000 untuk sekali layanan dari jasa layanan seks para perempuan yang masih berstatus pelajar SMA itu.

Polisi menjerat BY dengan berlapis. Pertama Pasal 88 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun.

Kedua Pasal 296 KUHP dan Pasal 506 KUHP dengan ancaman hukuman kurungan masing-masing 1 tahun 4 bulan dan 1 tahun.

BY yang kini meringkuk di tahanan polisi itu merupakan salah satu dari 280 tersangka dari beragam tindak pidana yang berhasil ditangkap polisi selama Operasi Pekat Semeru 2021.

Mereka adalah tersangka pelaku tindak pidana narkoba, miras ilegal, perjudian, premanisme, dan prostitusi.

https://regional.kompas.com/read/2021/04/07/174927478/butuh-hp-buat-sekolah-daring-6-pelajar-ini-terjerat-prostitusi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke