Salin Artikel

Sering Diserang Hama dan Kalah dengan Impor, Alasan Petani Enggan Tanam Kedelai

Meski belakangan ini kedelai mengalami kenaikan harga, tapi belum mampu meyakinkan para petani untuk menanam.

"Memang setiap tahun menurun luasan tanam kedelai. Tetapi tahun 2020 sudah mulai meningkat," kata Kepala Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Gunungkidul Bambang Wisnu Broto saat dihubungi melalui sambungan telepon Kamis (14/1/2021).

Sebagai gambaran data DPP pada 2012, luas lahan yang menanam kedelai seluas 22.762 hektar dengan hasil produksi 26.476 ton. 

Luasnya terus menurun sampai 2017 dengan luas tanamam kedelai 3.318 hektar dengan hasil produksi 3.946,77 ton.

Pada 2018, luas lahan yang ditanami kedelai meningkat jadi 5.209 hektar dengan hasil produksi 6.053,31 ton.

Tahun 2020 menunjukan luas area tanam kedelai selama setahun hanya 3.775 hektar dan menghasilan panen seberat 4.753 ton.

Jumlah ini mengalami kenaikan dibandingkan dengan hasil panen pada 2019 yang mencapai 3.072 ton.

Meski produksi kedelai naik pada 2020, tapi belum mampu mengatasi defisit kebutuhan yakni 15.172 ton.

"Kita upayakan terus naik, dengan memotifasi petani agar mau menanam kedelai hingga mencarikan fasilitas pengembangan kedelai," ucap Bambang.


Bambang menyampaikan kedelai yang dipanen di Kalurahan Bleberan, Kapanewon Playen misalnya adalah jenis unggul, hasil silang antara kedelai Grobogan dan Malabar.

"Hasil silang dua jenis ini memunculkan varietas kedelai Dega-1," katanya

Varietas ini disebut memiliki masa tanam selama 70 hari hingga panen dan memiliki ukuran biji yang besar.

Potensi hasil yang didapat pun bisa mencapai hingga 3,1 ton per hektar lahan.

Bambang berharap hasil kedelai lokal setidaknya bisa membantu mengatasi defisit kedelai impor.

Sebab saat ini harga kedelai impor sedang tinggi dan langka untuk jenis-jenis tertentu.

Menurut dia, minat petani untuk menanam kedelai masih harus ditingkatkan.

Di masa tanam pertama ini hanya tercatat 142 hektar lahan yang ditanami kedelai.

Jumlah ini sangat jauh dengan tanaman lain, khususnya padi yang mencapai 58.000 hektar.

Meski relatif kecil tapi pada saat masa tanam kedua luasan akan mengalami peningkatan.

Sesuai dengan program dari pemeritan pusat dengan target 3.000 hektar ditanam kedelai, maka setelah panen padi pada awal Februari akan ditanam seluas 1.355 hektar.

Sedangkan sisanya sebanyak 1.459 hektar akan ditanam di awal Maret.

Kepala Bidang Tanaman Pangan, Dinas Pertanian dan Pangan Gunungkidul, Raharjo Yuwono menjelaskan, kurang minatnya petani menanam kedelai karena ada beberapa faktor.

Di antaranya, petani juga tidak lepas dari pemeliharaan tanaman yang butuh perhatian ekstra karena rawan terserang penyakit.

Tanaman kedelai sejak ditanam hingga proses berbuah banyak diserang hama.

Misalnya saat masa tanam, bibitnya sudah mulai diincar lalat buah, kemudian saat berkembang ada potensi diserang ulat daun, polong pengerek hingga kepik polong.


Selain itu, saat memasuki masa panen juga berpotensi diserang hama bubuk.

"Memang membutuhkan perhatian yang ekstra untuk menanam kedelai, padahal sebenarnya kedelai itu cocok untuk lahan kering seperti di Gunungkidul. Selain umurnya hanya 75 hari, juga tahan di lahan kering," ucap Raharjo.

Tidak hanya itu, saat panen harga kedelai lokal kalah dengan kedelai impor yang lebih murah.

Untuk itu DPP Gunungkidul sedang mengupayakan agar kedelai bisa diminati dengan mencari bantuan ke pusat agar mendapatkan bibit hingga obat-obatan.

Selain itu, ke depan akan diupayakan dibangun rumah tempe, sehingga mendekatkan petani terhadap produksi.

"Dulu kita gudang kedelai, sekarang banyak sumber air yang diangkat sehingga petani memilih komoditi yang arganya bagus seperti kacang tanah. Kacang tanah itu pemeliharaan biaya murah, hanya pengairan 6 kali sudah bisa panen," kata Raharjo.

"Kedelai itu biaya produksi dan hasilnya selesihnya kecil, coba kalau harga kedelai seperti sekarang terus petani pasti terus menanam kedelai," ucap dia.

Sumari perwakilan Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Amulat Kalurahan Bleberan mengatakan, panen 1hektar merupakan kebun percontohan P4S Amulat.

Hasil ubinan dari Kedele Dega-1 menunjukkan hasil 2,8 ton berat polong atau jika dikonversi menjadi 1,55 ton wose.

Hasil ini memang belum optimal dikarenakan ditanam secara tumpangsari dengan jagung dan ubi kayu.

Meski demikian secara pendapatan akan lebih tinggi karena masih mendapat hasil dari jagung dan ubi kayu.

Apalagi saat ini kedelai konsumsi mencapai harga Rp 10.000 per kilogram

https://regional.kompas.com/read/2021/01/14/12175751/sering-diserang-hama-dan-kalah-dengan-impor-alasan-petani-enggan-tanam

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke