Salin Artikel

Dipecat Tidak Hormat Jelang Lebaran, 109 Tenaga Medis Itu Cari Keadilan

Dilaporkan ada sekitar 60 orang tenaga medis yang memilih tak bekerja sebagai bentuk protes terkait perlindungan mereka saat menangani pasien Covid-19.

Mereka juga mempertanyakan transparansi insentif yang didapatkan saat menangani pasien corona.

Para tenaga medis menilai, risiko yang diterima para tenaga medis tak sebanding dengan kesejahteraan yang mereka terima.

Disebutkan gaji mereka hanya Rp 750.000 per bulan dan alat pelindung diri di rumah sakit itu sangat minim.

Selain itu, mereka juga meminta rumah singgah yang representatif untuk berganti pakaian sebelum pulang ke rumah.

Senin (18/8/2020), para tenaga medis tersebut mengadu ke DPRD setempat.

Sekitar jam 11.00 WIB, mereka bertemu dengan anggota Komisi IV DPRD Ogan Ilir. Lalu 10 perwakilan tenaga medis melakukan pertemuan tertutup dengan wakil rakyat.

Para anggota dewan kemudian mengeluarkan rekomendasi pada Bupati Ogan Ilir agar direktur dan manajemen rumah sakit dievaluasi terkait protes para tenaga medis tersebut.

Total ada 109 tenaga medis yang diberhentikan secara tidak hormat.

Para tenaga medis tersebut bekerja di rumah sakit berdasarkan SK Tenaga Kerja Sukarela (TKS) yang ditandatangani bupat.

Karena SK pengangkatan ditandatangi bupati, maka bupati lah yang bisa memecat para tenaga medis tersebut.

Tidak ada tenaga dokter yang masuk dalam daftar tenaga medis yang pecat. Para tenaga medis yang berhentikan secara tidak hormat adalah perawat, bidan, dan sopir ambulans.

Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam membenarkan pemecatan 109 tenaga medis yang mogok kerja tersebut.

“Ya sudah diberhentikan, saya yang menandatangi surat pemberhentiannya,” kata Ilyas, Kamis (21/5/2020).

Ia mengatakan sejak awal semua tuntutan yang diminta oleh para tenaga medis itu sudah diberikan termasuk insentif, rumah singgah, dan alat pelindung diri.

“Insentif sudah ada, minta sediakan rumah singgah, sudah ada 34 kamar ada kasur dan pakai AC semua, bilang APD minim, APD ribuan ada di RSUD Ogan Ilir, silakan cek,” jelas Ilyas.

Menurutnya, aksi mogok kerja yang dilakukan para tenaga medis setara dengan desersi di militer.

“Kalau dalam militer mereka itu sama dengan desersi. Apa yang mereka tuntut, semua sudah ada, makser, sarung tangan, kaca mata, boot semua ada, apalagi? Insentif juga sudah ada mereka kerja juga belum kok, baru datang pasien corona sudah bubar enggak masuk, gimana itu,” jelas Ilyas.

“Tidak usah masuk lagi, kita cari yang baru, dengan 109 ini diberhentikan dengan tidak hormat tidak mengganggu aktivitas rumah sakit,” kata dia.

Ia juga memastikan pemecatan 109 tenaga medis tersebut tidak menggaggu pelayanan karena jumlah pasien Covid-19 di RSUD Ogan Ilir hanya 3 orang.

Sedangkan untuk pasien non Covid-19 diarahkan ke rumah sakit lain atau puskesmas.

Saat ini di rumah sakit tersebut ada 14 dokter spesialis, delapan dokter umum, 33 perawat berstatus aparatur sipil negara (ASN), dan 11 tenaga honorer.

Hal senada juga dikatakan oleh Direktur RSUD Ogan Ilir Roretta Arta Guna berapa waktu lalu.

Ia membantah tuntutan yang diminta oleh para tenaga medis. Ia mengatakan, para tenaga medis tersebut mogok kerja karena takut menangani pasien Covid-19.

“Mereka takut menangani pasien Covid-19, bahkan mereka lari jika melihat pasien Covid-19,” kata Roretta.

Selain itu ia menyebut jika Gugus Tugas Percepatan Penangan Covid-19 Ogan Ilir telah menyediakan rumah singgah bagi tenaga medis.

“Sudah kita siapkan rumah singgah sebanyak 35 kamar di Komplek DPRD Ogan Ilir,” katanya.

Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Sumatera Selatan Yusri juga angkat bicara terkait pemecatan para tenaga medis.

Ia mengatakan pemecatan sangat wajar dilakukan karena mereka tidak menjalankan tugas dengan baik.

Yusri juga mengatakan persediaan APD di Sumatera Selatan masih lebih dari cukup. Bahkan jika kekurangan, rumah sakit yang bersangkutan dipersilahkan untuk mengajukan bantuan.

"Kalau ada yang demo dengan alasan tidak ada APD, kami tidak yakin.Kami yakin mentalnya yang tidak mau melakukan pelayanan saja," tegas Yusri.

“Kita sudah meminta pengurus PPNI Ogan Ilir untuk menelusuri persoalannya secara benar, setelah itu akan kita pelajari. Jika memang benar apa yang dikeluhkan 109 tenaga medis itu bahwa ADP tidak standar, maka kita akan bantu mengadvokasi,” jelas Ketua PPNI Sumsel Subhan ketika dikonfirmasi melalui telepon oleh Kompas.com, Jumat (22/05/2020).

Namun ia mengatakan jika semua tuntutan tenaga medis yang mogok kerja sudah dipenuhi dan ternyata mereka tidak masuk kerja karena alasan takut menangani pasien Covid-19, maka hal itu sangat ia sesalkan.

Karena menurut Subhan, tenaga medis sudah disumpah untuk tidak boleh menolak pasien apapun penyakitnya.

“Jika benar pernyataan Direktur RSUD Ogan Ilir bahwa alasannya karena takut menangani pasien Covid-19, saya sangat menyesalkan karena itu tidak sesuai sumpah mereka,” katanya.

Pihak PPNI juga berencana melakukan mediasi antara pihak rumah sakit dengan pegawai yang dipecat.

Sebelumnya, mediasi juga telah dilakukan oleh Ketua DPRD Ogan Ilir Suharto.

Namun saat itu belum ada titik temu antara keduanya. Hanya saja, dalam pertemuan tersebut, para tenaga medis mengatakan masih ingin kembali bekerja di RSUD Ogan Ilir.

“Ya tadi kami memanggil pihak dinas kesehatan, RSUD dan perwakilan tenaga medis itu. Dalam pertemuan dengan pihak perwakilan 109 tenaga medis itu terungkap keinginan mereka untuk tetap bekerja, harapan itu kami tampung dan akan kami sampaikan ke bapak Bupati,” kata Suharto.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Amriza Nursatria | Editor: Dheri Agriesta, Dony Aprian, Aprillia Ika)

https://regional.kompas.com/read/2020/05/23/08080061/dipecat-tidak-hormat-jelang-lebaran-109-tenaga-medis-itu-cari-keadilan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke