Salin Artikel

Cerita Ayu, Gadis Disabilitas Pintar Membuat Wayang Lidi dan Melukis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Rofitasari Rahayu (22), warga Dusun Grogol V, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, tak jauh berbeda dengan gadis seusianya secara fisik.

Namun ketika diajak berbicara, dirinya hanya menggunakan bahasa isyarat karena dia seorang disabilitas tunarungu dan tunawicara. 

Saat Kompas.com bertandang ke rumah sederhana berdinding anyaman bambu dan berlantai batu putih Kamis (15/8/2019), Ayu panggilan akrab Rofitasari Rahayu, sedang berada di dalam kamarnya.

Ngadinah, bibinya, memanggil Ngadinem, ibu Ayu. Setelah keluar, Ayu diberi kode ibunya untuk berganti pakaian.

Di rumah sederhana, Ayu, Ngadinah, dan seorang anak yang masih sekolah, tinggal. 

Di dinding ruang tamu sederhana berjejer puluhan wayang sodo atau lidi dalam bahasa Indonesia, berbagai ukuran.

Selain itu, beberapa lukisan pemandangan, candi Prambanan, hingga lukisan kaligrafi hasil tangan ayu.

Sejak dua tahun terakhir, Ayu memang menekuni pembuatan wayang sodo dan melukis.

"Anaknya tunarungu dan tunawicara," kata Ngadinem, sambil memperkenalkan Ayu saat ditemui di rumahnya, Kamis. 

Setelah memperkenalkan diri, Ayu duduk di atas tikar kecil menghadap ke pintu. Kedua tangannya lincah merakit lidi-lidi tersebut.

Dibantu dengan gunting, tang, dia mampu membuat wayang berukuran sekitar 15 sentimeter.

Ngadinem menceritakan, Ayu hanya mengenyam pendidikan sampai kelas 3 sekolah dasar (SD) di SLB Bintaran, Kota Yogyakarta.

Setelah gempa Yogyakarta tahun 2006, keluarga kecil ini memutuskan pulang ke kampung halaman. 

Sebenarnya, SLB di Gunungkidul ada beberapa, namun karena keterbatasan perekonomian orangtuanya, Ayu tidak melanjutkan sekolah.

Ngadiyem sendiri hanya bekerja serabutan, dan dirinya sudah pisah dengan suami sejak 10 tahun terakhir.

Setiap hari dihabiskan Ayu untuk membantu orang tua dan nonton televisi, hingga mengaji.

Diakuinya, anak pertamanya ini merupakan sosok tertutup dan jarang bersosialisasi dengan gadis sebayanya karena keterbatasan komunikasi.

Ayu hanya bisa berkomunikasi melalui gerakan bibir.

"Ayu itu tidak bisa menggunakan bahasa isyarat, hanya gerakan bibir. Kalau bagus jempol, jelek kelingking. Dia itu mengaku pusing jika harus menggunakan bahasa isyarat," ujar Ngadiyem.

Dua tahun lalu, Ayu bertandang ke rumah seorang tetangganya seorang pengrajin wayang kulit.

Berbekal apa yang dilihatnya, dia membuat wayang dari kardus. Dia menggambar sketsa wayang, setelah rapi kemudian dipotong.

Tak disangka, hasil karya pertamanya ini cukup bagus dan diapresiasi oleh tetangganya dari sebuah yayasan di desa.

Dalam yayasan itu ada seorang pembuat wayang sodo yang juga berasal dari Desa Bejiharjo yang bernama Marsono.

"Diajari Pak Marsono itu baru beberapa hari, ternyata Ayu bisa membuat dengan baik. Oleh Pak Marsono terus diberikan pendampingan agar pembuatan wayang lidi lebih bagus," ucap dia.

Setiap hari, Ayu membuat 4 sampai 5 wayang sodo. Wayang hasil karyanya dijual bervariasi tergantung dari ukurannya.

Untuk yang paling kecil seharga Rp 50.000, dan terbesar sekitar 30 sentimeter seharga Rp 100.000.

Pemasukan yang tak tentu itu sangat disyukuri karena dapat membantu ekonomi keluarga.

"Baru sekitar 3 bulan terakhir ini, ada pesananan permintaan wayang sodo dari toko suvenir di Kabupaten Bantul," kata dia. 

Ayu pandai melukis

Selain membuat wayang sodo, Ayu juga menggambar dan melukis. Hasil karya lukisannya dipajang di sudut dinding-dinding rumahnya.

Ada gambar Kapolda DIY, Irjen Pol Ahmad Dofiri, kemudian lukisan penari, pemandangan alam, hingga Candi Prambanan.

Uniknya meski belum pernah melihat Candi Prambanan secara langsung, Ayu bisa melukisnya cukup bagus. 

Kanvas pertamanya diperoleh bantuan dari tetangganya, lalu digunakan untuk melukis beberapa lukisan.

Tidak pernah belajar melukis secara formal, namun dia cukup cakap dalam perpaduan warna dalam lukisan.

"Belum pernah diajak ke Candi Prambanan. Hanya lihat lewat foto. Menggambar Pak Kapolda juga begitu. Hanya melihat lewat foto dikirim lewat HP (gawai) lalu di-print," ucap dia.

Bibi dari Ayu, Ngadinah, (42), mengatakan, Ayu merupakan seorang anak yang mandiri. Jarang merepotkan ibunya di rumah.

"Ayu itu diberi kelebihan dibalik kondisinya seperti ini. Dia itu juga bisa memangkas rambut. Cuma melihat foto saja, modelnya begini, itu bisa dipraktekkan dan hasilnya persis," ucap dia.

Dia berharap, dengan Ayu mulai bekerja, meski hasilnya belum seberapa, ke depan bisa membantu ibunya meningkatkan perekonomian, dan menyekolahkan adiknya.

"Semoga menjadi berkah bagi keluarga, dan orang di sekitarnya," kata dia. 

https://regional.kompas.com/read/2019/08/15/14383641/cerita-ayu-gadis-disabilitas-pintar-membuat-wayang-lidi-dan-melukis

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke