Salin Artikel

Kisah Aldi, Sempat Tak Diluluskan, Kini Berjuang Kumpulkan Uang agar Bisa Kuliah di Fakultas Hukum

Setelah dinyatakan lulus, persoalan biaya kini menghantui niatnya untuk bisa menempuh jenjang kuliah di perguruan tinggi.

"Untuk biaya kuliah belum saya pikirkan. Perekonomian keluarga saya belum cukup untuk membiayai kuliah. Adik-adik saya masih ada yang harus dibiayai, jadi belum ada gambaran," kata Aldi, Senin (27/5/2019).

Keluarga Aldi hanyalah keluarga petani di lahan tadah hujan yang mengandalkan musim hujan untuk bisa menikmati hasil pertanian sayuran, termasuk bawang, di Desa Sembalun di kaki Gunung Rinjani.

Lahan seluas 20 are atau 2.000 meter persegi digarap ayah Aldi, Nuin, bersama keluarganya yang lain.

"Bertani di lahan tadah hujan bersifat musiman. Jika harus menanam cabe, mereka menanam cabe. Menanam sayuran, kentang, wortel, hingga bawang putih disesuaikan dengan musim hujan yang akan datang," kata Aldi.

Dalam setahun, Aldi dan keluarganya hanya dua kali dalam menanam sayuran, bawang merah atau bawang putih. Hasilnya pun harus dibagi dengan keluarga besarnya karena lahan itu adalah milik keluarga.

Selama ini Aldi tetap turun ke ladang membantu keluarga menggarap lahan tadah hujan yang menjadi garapan satu-satunya menyambung kehidupan keluarga.

"Betapa sulitnya ayah saya bekerja keras di ladang untuk biaya sekolah. Karena itulah, saya berjuang sekeras tenaga mendapatkan kelulusan yang nyaris gagal saya dapatkan. Saya khawatir akan membebani keluarga karena harus mengulang di kelas XII. Syukurlah Tuhan memberi hadiah terbaiknya, saya diluluskan," kata Aldi.


Bertani dan jadi ojek wisata musiman

Turun ke ladang sepulang sekolah atau jika hari libur adalah keseharian Aldi. Belum lagi dia disibukkan oleh kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, menjadi pelatih Pramuka, dan ikut latihan bela diri dan sepak bola untuk tim kampungnya.

Semua kesibukan itu bisa dilaluinya dengan baik, termasuk aktivitas di sekolah sebagai ketua kelas di kelas XII IPS.

Menurut sejumlah guru di SMAN 1 Sembalun, sejak kelas X hingga XII Aldi selalu menjadi ketua kelas karena kedisiplinannya dan kesigapannya.

"Dia itu sangat cepat diminta bantuan apa pun, apalagi menjaga dan mengingatkan kawan-kawan untuk disiplin. Dia itu contoh bagi kawan-kawannya, apalagi adik-adik kelasnya," kata Ruhaiman.

Langganan menjadi ketua kelas itu sudah biasa bagi Aldi. Para guru sangat terbantu karena kebaikan dan sifat ringan tangannya.

Guru-guru kelasnya juga tahu Aldi sekolah sekaligus bertani membantu orangtuanya.

Anak keempat dari enam bersaudara ini memang tak kuasa melawan kenyataan bahwa dirinya harus benar-benar berjuang mengubah kehidupan keluarganya.

Selain bertani, Aldi juga menjadi ojek wisata saat musim apel berbuah.

Di Desa Sembalun terdapat kawasan wisata agrobisnis, salah satunya kawasan kebun apel.

Jika musim apel berbuah, Aldi menyiapkan diri sebagai ojek wisatawan yang ingin menikmati suasana kebun apel di Desa Sembalun sambil menikmati keindahan Rinjani dari kebun kebun apel tersebut.

"Ya, saya menjadi ojek wisata jika musim apel berbuah. Kakak saya ada kendaraan roda tiga yang bisa menampung 10 wisatawan. Saya antar mereka berkeliling di kebun apel setiap pulang sekolah atau saat hari libur," tutur Aldi.

Hasilnya lumayan, untuk sekali jalan atau pulang pergi Aldi bisa mengantongi Rp 50.000 dan dalam setengah hari. Dia bisa mengantar 3-5 kali wisatawan berkeliling.

Hasil ojeknya dibagi dengan kakaknya yang memiliki kendaraan.

Kata Aldi, uangnya ditabung untuk membantu ayahnya membiayai sekolah. Dia bahkan kerap ikut serta memberi sumbangan jika ada yang membutuhkan.

Menjadi ojek wisata, bagi Aldi, bukan hal memalukan. Itu bagian dari kerja kerasnya untuk membantu keluarga, terlebih ayahnya masih menanggung empat anaknya, terutama Aldi dan dua adiknya yang masih duduk di bangku SMP dan kelas V sekolah dasar (SD).

Menjadi ojek wisata tidak setiap hari, tetapi sesuai musim apel berbuah. Jadi, tidak tiap saat Aldi bisa menghasilkan uang membantu keluarga dan menabung untuk sekolah serta persiapan kuliah.

Sejak kecil ditinggal ibu

Soleha, aktivis Serikat Perempuan Indonesia (Seruni) NTB, tim pendamping Aldi saat memperjuangkan kelulusannya, menuturkan bahwa Aldi adalah anak yang rajin dan sekaligus aktif berorganisasi.

Ayah Aldi juga anggota Aliansi Gerakan Reforma Agraria (Agra) karena memang petani yang membutuhkan bantuan dalam mengelola lahannya.

Sejak SMP, Aldi telah sering terlibat dalam Agra. Saat Aldi SMA, dia menjadi Koordinator Pemuda Baru Indonesia (Pembaru) wilayah NTB.

Tahun 2018 Aldi mewakili NTB menghadiri Pertemuan Pemuda Se-Indonesia dan mewakili NTB mengikuti Kongres Pemuda Internasional di Jakarta.

Aldi dikenal sebagai pemuda yang aktif di kampungnya, menginisiasi dan mengajak pemuda di Sembalun membuat gerakan Jumat bersih, membersihkan tempat tempat ibadah dari satu kampung ke kampung lain.

Kehidupan Aldi memang sangat sulit secara ekonomi. Lahan milik keluarganya merupakan lahan tadah hujan yang hanya bisa digarap dua kali dalam setahun, tak ada penghasilan lain dari sang ayah selain pertanian.

Aldi sejak kecil hidup bersama bibinya, saudara kandung ayahnya. Aldi dan dua adiknya ditinggalkan oleh sang ibu ke Kalimantan karena perceraian kedua orangtuanya.

"Jadi dia (Aldi) dan adik-adiknya tinggal tanpa ibu. Namun, mereka anak anak yang kuat, dan menjadi panutan banyak orang," kata Soleha.

Meski demikian, Aldi tak pernah patah semangat. Dia selalu disiplin dan serius mengerjakan apa pun tugas yang diberikan, baik oleh sekolah, warga kampung, maupun keluarganya.

Aldi tak pernah mengeluh. Dia selalu yakin apa pun yang dikerjakan dengan sungguh-sungguh, hasilnya akan maksimal dan bisa dinikmati banyak orang.

Guru olahraga

Aldi tahu tahun ini kemungkinan untuk kuliah tentu sangat sulit baginya dan kekuarga. Tetapi, mimpinya tak kandas. Aldi juga punya keinginan atau pilihan lain. Jika bukan di fakultas hukum, Aldi berharap bisa kuliah di fakultas pendidikan olahraga kesehatan.

"Ini hanya keinginan. Saya akan berjuang meraih keinginan itu. Saya berharap bisa melanjutkan pendidikan di tengah keterbatasan ekonomi keluarga saya," kata Aldi yakin.

https://regional.kompas.com/read/2019/05/27/14382281/kisah-aldi-sempat-tak-diluluskan-kini-berjuang-kumpulkan-uang-agar-bisa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke