Salin Artikel

Kisah Doni, Pengrajin Jaran Kepang yang Ingin Lanjutkan Sekolah

Banyaknya peminat jaranan ini menjadi peluang besar bagi pengrajin. Apalagi jumlah pengrajin jaranan tidak banyak.

Salah satu pengrajin jaran kepang itu adalah Bahtiar Romadoni, warga Desa Paron, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

Sejak 2014, pemuda 21 tahun ini menekuni usaha kerajinan jaran kepang. Hasil karyanya sudah dikenal hingga luar Kota Kediri. Bahkan, Bahtiar juga punya pelanggan tetap dari grup-grup jaranan yang terkenal.

"Selain membuat karya yang baru, saya juga biasa menerima order perbaikan jaran kepang," ujarnya kepada Kompas.com Minggu (7/4/2019).

Pemuda yang akrab dipanggil Doni ini membuat jaran kepang di rumah orang tuanya sekaligus tempat tinggalnya selama ini.

Dia sendiri yang menyiapkan bahan-bahan, lalu menganyam, hingga memberi warna agar tampil lebih menarik.

Untuk membuat jaran kepang ukuran paling besar, yaitu 125 cm, Doni memerlukan waktu sekitar 3 hari pengerjaan. Penyelesaian tergantung cuaca, karena untuk mengeringkan cat, dia masih memanfaatkan sinar matahari.

Ada yang menarik dari karya Doni ini, yaitu badan jaran kepang yang biasanya terbuat dari anyaman bambu,  diganti menggunakan plastik strapping yang biasa dipakai untuk keperluan tali menali.

Bahan anyaman tali plastik ini diklaim mempunyai daya tahan yang lebih kuat dibanding dengan anyaman bambu.

"Kalau untuk pajangan memang bagus dari anyaman bambu. Tapi kalau sering dimainkan, kuat bahan strapping," ujarnya.

Selain menjual jaran kepang di rumahnya, Doni juga memasarkan hasil kerajinannya secara online melalui media sosial instagram di akun @dhonycil.

Produk kerajinan jaran kepangnya terdiri dari berbagai ukuran. Untuk jaran kepang ukuran 40 cm dibanderol dengan harga Rp 100.000, ukuran 75 cm dijual seharga Rp 250.000, ukuran 90 cm dijual seharga Rp 450.000, serta ukuran 125 cm dijual seharga Rp 750.000.

Sebelum fokus membuat jaran kepang, Doni mengawalinya dengan membuat pecut. Namun, ia juga membuat model celeng atau pernak pernik jaranan lainnya.

"Pecut pembuatannya lama dan hasil keuntungannya juga sedikit," ungkapnya.

Pecut berbeda dengan jaran kepang. Selain pasarnya terbuka luas, pembuatan jaran kepang juga relatif mudah dan harganya mahal sehingga dia mendapatkan keuntungan lebih banyak.

Selain membuat jaran kepang, Doni juga dikenal ahli menabuh gendang dan penunggang jaran kepang, sehingga dia dipercaya grup-grup jaranan untuk membantu saat mereka ada job manggung.

Doni mengaku mempunya prinsip yang dipegang kuat, yakni soal kualitas. Dia tidak segan membatalkan pesanan, jika pembeli meminta penyelesaian jaran kepang dipercepat.

Pembatalan itu dipilih karena pembuatan jaran kepang memerlukan banyak proses, mulai dari memilih bahan hingga pengecatan. Jika ada proses yang kurang maksimal maka akan mempengaruhi kualitas itu sendiri.

"Saya harus jaga nama saya" tegasnya.

Doni mempunyai cita-cita untuk mengembangkan usahanya, namun masih terkendala modal. Selama ini omsetnya setiap bulan rata-rata Rp 3,5 juta. Namun uang tersebut masih diputar untuk membiayai pemesanan selanjutnya.

"Karena gak semua pemesan beres dipembayaran," ungkapnya.

Selain itu, dia ingin meneruskan pendidikan formalnya karena tidak lulus SMP.

"Saya mau ambil kejar paket sampai tuntas," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2019/04/08/19303081/kisah-doni-pengrajin-jaran-kepang-yang-ingin-lanjutkan-sekolah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke