Salin Artikel

"Mereka Harus Dihukum Mati, Nyawa Dibayar Nyawa"

Ayat 1 pasal ini mengancam pelaku dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan. Sedangkan ayat 2 mengancam hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun jika kekerasan itu menyebabkan kematian.

"Anak kami adalah korban pembunuhan, permintaan kami mereka harus dihukum seumur hidup atau hukuman mati. Nyawa dibayar nyawa karena ini pembunuhan sadis. Kalau sama kalian kejadian ini bagaimana?" katanya saat dihubungi Kompas.com via telepon, Jumat (22/2/2019).

Menurut Romansi, apa yang terjadi pada anaknya adalah pembunuhan berencana. Sebab, setelah ditangkap, anaknya dibawa dan diseret lagi. Kemudian, kalau rektor tidak mau bertanggung jawab, kenapa tidak ada orang yang menghubungi polisi saat itu.

"Berarti kan memang direncanakan. Iyalah, pembunuhan ini. Ke mana pun akan kami cari keadilan. Biar pun kami orang miskin, orang susah, orang bawahan. Kalau memang tidak sanggup, kami akan sampai ke pusat," katanya emosional.

Suami Romansi, Effendy Silalahi menambahkan, akan mencari keadilan demi kedua anaknya. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu

"Kita masyarakat kecil harus diperlakukan sama di mata hukum," ucapnya.

Disebutkan, Polrestabes Medan sudah menetapkan empat tersangka terkait kasus ini. Menurut Effendy, sesuai rekaman video yang beredar harusnya ada 30-an tersangka.

"Dari pos satpam depan dibawa ke belakang lagi, banyak orang (menganiaya)," katanya.

Effendy memastikan bahwa kedua anaknya tidak melakukan pencurian sebagaimana yang dituduhkan. Keduanya mendatangi lokasi kejadian karena suka berenang di kolam renang milik kampus.

"Biasanya orang itu berenang di sana, sering ke situ mereka. Cuma kebetulan karena tidak bawa surat-surat kendaraan itulah mungkin masalah utamanya," ujar dia dengan nada sedih.

Saat dipastikan bahwa sepeda motor yang dikendarai adalah milik salah satu korban, dia langsung membenarkan. Ditanya milik siapa, Effendi mengatakan atas nama istri Joni.

"Punya keluarga lah, atas nama istrinya, bukan curian. Waktu saya sampai di Unimed, sepeda motor itu ditahan di pos satpam. Sudah saya serahkan fotokopi STNK sama BPKB-nya. Jangan berhentilah kasus ini, harus tuntas. Harusnya rektor bertanggung jawab karena ini terjadi di lingkungan kampus," katanya.

Ketika diberi tahu bahwa polisi menjerat pelaku dengan Pasal 170 KUHP, Efendy langsung emosi.

"Berapa tahun? Terasa kurang adil, masa pembunuhan diancam pasal segitu saja? Pembunuhan ini sebetulnya," katanya langsung memutuskan percakapan.

Empat tersangka

Kasubbag Humas Polrestabes Medan Kompol Subroto yang dikonfirmasi terkait perkembangan kasus ini mengatakan, pihaknya sudah menetapkan empat tersangka. Masing-masing berinisial MP (22), warga Kelurahan Gaharu, Kecamatan Medan Timur; BP (18), warga Jalan Tembung, Kecamatan Percutsei Tuan; MAK (21), penduduk Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan, dan; FR (26), warga Jalan Pancing 1 Mabar Ilir.

"Semuanya petugas keamanan. Tersangka dikenakan Pasal 170 jo Pasal 351 ayat 3, yaitu secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang yang mengakibatkan meninggal dunia. Untuk tersangka lain masih dalam penyelidikan dan pengembangan," kata Subroto melalui pesan singkatnya kepada Kompas.com, Jumat malam.

Kronologi kejadian

Surbroto menjelaskan, aksi main hakim sendiri itu bermula pada Selasa (19/2/2019) sekitar pukul 17.30 WIB, datang seorang laki-laki yang melapor ke pos keamanan kampus.

Laporannya, ada dua laki-laki telah mengambil dua buah helm dari sepeda motor yang terparkir. Setelah mengadu, pelapor itu pergi. Sekitar 30 menit kemudian, terlihat dua orang yang dicurigai akan melintas.

"Dihadang oleh seorang sekuriti, diminta untuk menunjukkan STNK sepeda motor, namun tidak bisa menunjukkannya. Sekuriti lalu mencoba membuka bagasi sepeda motor dan terdapat helm yang diduga hasil curian.

Namun kedua orang tersebut menolak dan memberontak untuk diamankan sehingga sekuriti mencoba memborgol keduanya sampai akhirnya korban meninggal dunia.

Inilah sementara yang saya dapatkan beritanya," ucap dia.

Sebelumnya diberitakan, Joni Pernando Silalahi (30) dan Steven Sihombing (21), keduanya warga Jalan Tangkul 1, Kelurahan Siodorejo, Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan, tewas usai dihajar massa.

Kedua korban diduga mencuri helm di parkiran kampus Universitas Negeri Medan di Jalan William Iskandar Pasar 5, Desa Medan Estate, Percutseituan pada Selasa (19/2/2019) sore.

Kejadian bermula saat kedua korban masuk ke kawasan kampus dan dituduh mengambil helm yang tergantung di sepeda motor yang parkir. Ketika akan meninggalkan kampus, tepatnya di depan pintu ke luar, keduanya ditangkap. Lalu spontan kedua korban dihajar massa sampai kritis.

Tak lama kemudian personel Polsek Percutseituan yang mendapat informasi tiba di lokasi dan mengamankan keduanya.

Melihat kondisi korban yang kritis, keduanya dibawa ke Rumah Sakit Haji Medan untuk mendapat perawatan medis. Namun, diduga karena luka yang dialami cukup parah, akhirnya kedua korban meninggal dunia.

https://regional.kompas.com/read/2019/02/22/22134861/mereka-harus-dihukum-mati-nyawa-dibayar-nyawa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke