Salin Artikel

Dwi Agus Cahyono, Koreografer Muda Dibalik Sukses Pagelaran Tari Gandrung Sewu 2018

Kostum-kostum tersebut digunakan untuk para pemain di tari kolosal Gandrung Sewu 2018 yang di gelar di Pantai Boom Banyuwangi.

Dwi Agus Cahyono adalah koreografer pada perhelatan Gandrung Sewu 2018 yang melibatkan 1.301 orang. Dwi sendiri sudah terlibat pada Gandrung Sewu sejak 5 tahun terakhir

"Ini semua kerja tim. Bukan hanya saya. Kebetulan saja, saya dipercaya sebagai koreografer sejak 2 tahun ini. Kalau ikut terlibat ya sudah cukup lama," jelas pria kelahiran Banyuwangi, 18 Agustus 1990 ini.

Dwi mengaku tidak mudah untuk mengumpulkan seribu lebih penari Gandrung di wilayah Banyuwangi. Tim dari Patih Senawangi (Paguyuban Pelatih Seniman Banyuwangi) sudah melakukan seleksi sejak Agustus 2018 lalu. Mereka menggelar audisi di setiap kecamatan untuk menjaring para penari utama sebanyak 600 penari.

"Setelah 600 orang penari utama ditentukan, baru kita menambahkan sesuai kuota dari sekolah-sekolah yang ada di kecamatan di wilayah Banyuwangi. Untuk tahun ini ada 1.173 penari yang terlibat," jelas Dwi.

Selanjutnya para pelatih tari yang terdiri dari tim kecil akan menyebar dan mengajarkan gerakan pada para penari di setiap kecamatan, lalu di lanjutkan latihan bersama di setiap dapil serta terakhir latihan bersama di Stadion Diponegoro Banyuwangi seminggu sekali, satu bulan sebelum pertunjukan. Mereka berlatih bersama mulai jam 2 siang hingga jam 10 malam.

"Banyak suka dukanya. Kadang sering diprotes sama pendamping kenapa kok belum juga mulai karena saya menetapkan sistem latihan per grup. Kadang juga bersitegang dengan rekan sendiri sesama pelatih karena koreografi yang dianggap tidak sesuai. Belum lagi jika tiba-tiba ada perubahan yang ndadak," jelasnya.

Sebelum menentukan gerakan, Dwi dan timnya mendapatkan naskah dari budayawan yang telah menentukan tema Gandrung Sewu. "Tema saya tidak ikut campur. Dapat naskah dari budayawan lalu kita rembuk bareng dengan tim Patih Senowangi," katanya.

Ia mengatakan, menggarap event Gandrung Sewu adalah sebuah tantangan karena branding yang sudah dibentuk adalah Gandrung sehingga ada batasan. Dia harus mengembangkan pertunjukan tersebut dengan tidak meninggalkan unsur Gandrung.

"Ini bukan drama tari. Jadi ya terbatas, hanya Gandrung, tapi ini menjadi tantangan agar terus kreatif," jelasnya.

Dwi yang juga memiliki Sanggar Kuwung Wetan, juga menjahit sendiri kostum dan juga membuat omprog atau penutup kepala Gandrung dengan melibatkan para pemuda di sekitar rumahnya. Bahkan mereka harus lembur agar semua kostum selesai tepat waktu. Total, 200 omprog yang sudah dia dia buat termasuk kostum prajurit, pemain fragmen di Gandrung Sewu 2018.

"Tidak semua kostum dan omprog dibuat disini. Ada juga di beberapa sanggar tari lainnya. Alhamdulilah, kita bisa buat 200 omprog gandrung," jelasnya.

Menari sejak usia 5 tahun

Dwi Agus Cahyono lahir dari keluarga seniman. Kakeknya adalah pemain ludruk di wilayah Banyuwangi selatan. Sejak usai 5 tahun, sarjana pendidikan Sejarah tersebut sudah ikut sanggar tari. Bukan hanya menari tapi Dwi juga belajar musik gamelan.

"Jika kita bisa bermain musik, maka akan mempermudah saat menciptakan tarian," jelasnya.

Bahkan salah satu tari ciptaan Dwi Agus yang berjudul Niskala Seblang berhasil menyabet lima penghargaan sekaligus dalam Festival Karya Tari 2018 Tingkat Nasional. 

Lima penghargaan itu yaitu penyaji terbaik se Jawa-Bali, 5 terbaik penata tari unggulan, 5 terbaik penata musik unggulan, 5 terbaik penata rias dan busana unggulan dan 13 terbaik penyaji unggulan.

Dipilihnya tarian Niskala Seblang mewakili Jawa Timur, karena tarian tersebut memenangi ajang Festival Karya Tari tingkat kabupaten dan provinsi.

Niskala Seblang, menurut Dwi menceritakan tentang tradisi Seblang masyarakat Desa Olehsari yang digelar pada bulan Syawal.

Setelah hampir 20 tahun ikut di sanggar tari, tepat diusia 24 tahun Dwi memilih mendirikan sanggar tari sendiri yang diberi nama Kuwung Wetan.

Saat itu, dia mengajak tujuh pemuda putus sekolah disekitar rumahnya untuk mengikuti pelatihan pembuatan omprog dan belajar musik. Oleh Dwi, mereka kemudian diarahkan untuk mengambil kejar paket hingga dapat ijazah.

"Sekarang mereka ada yang kerja di luar Jawa tapi masih ada yang disini. Kita bangun sama-sama sanggar Kuwung Wetan," katanya.

Saat ini, sanggar Kuwung Wetan memiliki anggota sebanyak 150 orang bahkan ada yang berasal dari wilayah Pesanggaran yang berjarak 50 kilometer. Tidak jarang mereka menginap di sanggar. Mereka berlatih menari dan juga musik dengan anggota termuda berusia 5 tahun.

Anggota Kuwung Wetan juga diajari bermakeup dan menggunakan kostum tari agar lebih mandiri saat event. "Setiap 3 bulan kami akan pentas disini dan penontonnya ya warga sekitar sanggar. Ya ini sebagai upaya kami untuk melestarikan seni tari di Banyuwangi," jelasnya. 

https://regional.kompas.com/read/2018/10/21/09333051/dwi-agus-cahyono-koreografer-muda-dibalik-sukses-pagelaran-tari-gandrung

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke