Salin Artikel

Puluhan Ribu Warga Gunungkidul Terdampak Kekeringan

PDAM Tirta Handayani mengakui ada kendala distribusi air bersih akibat berbagai kendala yang dihadapi.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Edy Basuki mengatakan, dari data yang ada 54 desa, di 11 kecamatan dengan jumlah jiwa 96.523 jiwa terdampak kekeringan akibat musim kemarau.

Menurut dia di beberapa lokasi masih tersedia air walau sudah mulai berkurang.

Data PDAM Tirta Handayani menyebutkan kekeringan sudah mencapai 54 desa dari sebelumnya 36 desa. Dampak kekeringan dirasakan 31.607 kepala keluarga.

"Tetapi tidak semuanya kering tidak ada air, masyarakat masih bisa mengakses air bersih misalnya PDAM maupun SPAMdes meski tidak setiap hari Memang di wilayah tertentu sudah habis dan tidak memiliki akses air bersih. Seperti di Kecamatan Nglipar, hanya beberapa RT saja pada awal musim kemarau yang mengalami kekeringan," katanya saat dihubungi, Kamis (28/6/2018)

Menurut dia masyarakat sudah terbiasa dengan kekeringan yang dihadapi, sehingga tidak kaget dengan kondisi kemarau panjang. Jika sudah tidak memiliki air bersih, mereka akan mencari sumber air atau membeli air bersih dari tangki swasta yang lewat.

Selain itu, pihaknya sudah berkoordinasi dengan kecamatan dan PDAM Tirta Handayani untuk memetakan wilayah mana saja yang mengalami kekeringan paling parah, dan tidak sumber air maupun distribusi dari PDAM.

"Kita memiliki tangki 6 unit yang setiap hari mendistribusikan 24 tangki air bersih ke wilayah terdampak kekeringan. Selain itu, ada 9 kecamatan yang selama ini mengalami kekeringan juga mendistribusikan air bersih," ucapnya.

Dihubungi terpisah Camat Tepus R Asis Budiarto mengatakan, pihaknya setiap hari melakukan droping air bersih ke sejumlah wilayah yang memang tidak terjangkau dan tidak memiliki akses air bersih terupatama di Desa Tepus dan Sidoarjo.

"Kami setiap hari melakukan droping 5 tangki terutama untuk wilayah yang tidak memiliki sumber air bersih dan juga saluran PDAM,"ucapnya.

Sebenarnya dari 5 desa yang ada di kecamtan Tepus hanya satu desa yang belum tersambung dengan PDAM. Meski demikian diakuinya tidak setiap hari air bersih mengalir ke rumah.

"Dari informasi warga (Air PDAM) sehari mengalir, sehari berhenti. Mereka sudah terbiasa seperti itu. Jadi memang tidak begitu mengkhawatirkan," katanya.

Warga yang sudah kehabisan air bersih membeli air bersih dari tangki swasta isi 5.000 liter, harus membayar harga Rp 120.000 sampai Rp 150.000 per tangki, tergantung jarak.

"Untuk mengatasi kekeringan kedepan ada bantuan pengeboran di sumber air wilayah desa Purwodadi. Semoga mampu mengurangi dampak kekeringan saat musim kemarau,"ujarnya.

Distribusi tersendat

Direktur PDAM Tirta Handayani Isnawan Febrianto mengatakan, saat ini total cakupan PDAM Tirta Handayani sudah 65 persen dan ditambah SPAMDes 25 persen, maka jaringan perpipaan di Kabupaten Gunungkidul mencapai 80 persen.

"Sisanya 20 persen merupakan air mandiri, sumur gali atau air permukaan, atau daerah tertentu yang geografisnya tidak mungkin dilayani perpipaan, dan harus dilakukan dropping,"katanya

DIakuinya saat ini ada sejumlah kendala yang dihadapi. Seperti di Bribin I, Semanu, pompanya rusak beberapa kali sehingga menyebabkan suplai air ke wilayah timur Gunungkidul tersendat.

Selain itu, sumber air di Baron, kecamatan Tanjungsari, yang selama ini menyuplai wilayah Paliyan sering mengalami kendala mati listrik.

"Jadi saat mati listrik, air dalam pipa habis. Padahal butuh waktu paling tidak dua hari untuk mengisi pipa. Selain itu jarak yang jauh juga menjadi kendala, seperti distribusi air di wilayah Surulanang (Kecamatan Paliyan) karena jaraknya cukup jauh sering kendala saat mati lampu," ujarnya.

Ke depan, pihaknya akan mencari sumber air yang dekat dengan masyarakat. Sehingga memudahkan dalam distribusi.

"Kalau hanya meningkatkan kekuatan pompa itu tidak mengatasi masalah jangka panjang. Kami berupaya untuk menambah sumur bor pompa,"katanya.

Ketua DPRD Gunungkidul Suharno berharap pemerintah serius dalam mengatasi permasalahan air bersih. Pihaknya sebenarnya sudah mendorong upaya penanggulangan air bersih melalui pembuatan embung raksasa di wilayah Semanu.

"Kami mengajukan anggaran Rp 8 Miliar, namun turun sekitar Rp 3 miliar untuk pembebasan lahan. Tetapi pemerintah tidak berani karena alasannya belum masuk KUA-PPAS (Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara). Kalau begitu harusnya bisa untuk anggaran perubahan nantinya. Jangan sampai anggaran mangkrak," katanya.

Tanah yang dibeli nantinya dibangun embung oleh kementrian PUPR. Sebab, proposal sudah dimasukkan. Pemerintah pusat menunggu pembebasan lahan oleh pemkab. Dia mengatakan, terus mendorong pemerintah daerah untuk mengoptimalkan sumber air bersih.

"Air-isiasi, kalau sudah siap pipanisasi paling tidak menyiapkan air sudah sampai. Kalau kita menyiapkan secara benar maka Gunungkidul itu tidak akan kekurangan air bersih. Selama ini jika musim kemarau banyak masyarakat yang mengeluh keluar dari pipa hanya angin," ujarnya.

Suharno berharap dengan langkah strategis yang dilakukan dengan berkoordinasi dengan pemerintah pusat sehingga permasalahan air bersih tidak terulang. "Jangan sampai terus berulang. Negara harus hadir mengatasi kekeringan disini,"ucapnya.

Sebelumnya Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, kekeringan tersebut dialami di 11 kecamatan yang ada di Kabupaten Gunungkidul. Dropping air bersih pun telah dilakukan sejak awal bulan ini.

https://regional.kompas.com/read/2018/06/28/14465651/puluhan-ribu-warga-gunungkidul-terdampak-kekeringan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke