Salin Artikel

"Sebelum Mati Saya Ingin Melihat Anak Autis Bisa Mandiri"

Meski menjadi tulang punggung keluarga setelah ditinggal suami 8 tahun lalu, ia bertekad membesarkan anak-anaknya dengan baik. Termasuk anaknya yang autis, Andri Sanputra (13).

Warga Desa Keposang, Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung tersebut tidak hanya tekun melatih anaknya di rumah. Ia mendampingi di sekolah luar biasa (SLB) dan Pusat Layanan Autis Bangka Belitung.

Bagi Camelia, melihat anaknya hidup mandiri menjadi sebuah cita-cita yang ingin digapai sebelum ajal menjemput. Itu pula yang menjadi harapannya di Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) ini.

"Sebelum mati saya ingin melihat anak autis bisa mandiri," kata Camelia di rumahnya, Rabu (2/5/2018).

“Dulu memang tidak bisa komunikasi sama sekali. Sekarang sudah ada kontak mata, bicara mama, makan, dan pulang. Bahkan ia sudah bisa membantu membersihkan dan memarut ubi untuk dibuat kue,” ucapnya.

Andri merupakan bungsu dari dua bersaudara. Sejak balita, ia memperlihatkan gejala hiperaktif, namun tidak bisa berkomunikasi dengan baik.

Sang ibu dengan telaten mendidik dan mendampingi hingga anaknya mulai bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar.

“Kebiasaan sebelumnya yang cenderung menyakiti diri sendiri, kini beralih pada kegiatan positif. Seperti menggambar dan membantu mengolah ubi untuk dijadikan tepung ubi,” bebernya.

Camelia kini hidup menumpang di rumah milik keluarganya. Ia pun harus bekerja serabutan demi menafkahi sang buah hati.

Mulai dari membersihkan kebun hingga menjajakan makanan ke warung-warung, dilakoninya tanpa mengenal kata lelah.

Produksi makanan sendiri yang lebih menyehatkan, tidak hanya untuk konsumsi pribadi tapi juga dijual kepada keluarga lainnya yang anaknya menderita autis.

Psikolog Pusat Layanan Autis Bangka Belitung, Wahyu Kurniawan menilai Camelia dan Andri merupakan ibu dan anak yang konsisten melakukan konseling.

Penghargaan pun pernah diberikan pada sang ibu yang sangat berdedikasi merawat anaknya.

“Kami mendorong keluarga di rumah untuk terapi perilaku sederhana dan komunikasi area sensor integrasi. Selain itu mengingatkan juga untuk menyediakan makanan yang sehat untuk anak-anak,” papar Wahyu.

Kepala SLB Bangka Selatan, Alfian mengatakan, pelayanan untuk anak autis dan disabilitas lainnya meliputi jenjang sekolah dasar hingga menengah atas. Gedung asrama juga sedang dibangun guna mendukung proses belajar mengajar.

“Kami juga akan mengusulkan subsidi biaya transportasi bagi keluarga kurang mampu,” sebutnya.  

Pusat layanan autis dan sekolah luar biasa kini menjadi tumpuan harapan bagi para penderita autis seperti Andri, untuk bisa menjalani kehidupan secara normal.

Pemerintah diharapkan menyediakan fasilitas memadai, serta tenaga pendamping agar anak-anak autis tidak merasa terkucilkan.

https://regional.kompas.com/read/2018/05/03/06454131/sebelum-mati-saya-ingin-melihat-anak-autis-bisa-mandiri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke