Salin Artikel

Kisah Pelajar Perbatasan Semarang-Demak Bertaruh Nyawa Demi Sekolah

Setiap hari sejak dua bulan yang lalu, mereka harus menyeberangi Sungai Jragung untuk menuju sekolahnya di wilayah Kabupaten Demak, yang aksesnya paling dekat.

Sungai Jragung merupakan salah satu sungai besar yang kerap meluap jika musim hujan. Bentangannya mencapai 100 meter dengan kedalaman 15 hingga 20 meter.

Sedangkan jembatan Sunut, adalah satu-satunya penghubung keluar desa menuju ke wilayah Desa Jragung, Kecamatan Karangawen, Kabupaten Demak, saat ini sedang diperbaiki.

"Kalau hujan dan banjir terpaksa nggak masuk sekolah. Saya takut kalau harus nyeberang,” kata Novika Ramadani, pelajar SMKN 1 Karangawen, Demak, saat ditemui Rabu (25/10/2017) siang.

Senada, Banu Guntoro, warga Sapen yang bersekolah di SMK Karangpacing, Demak mengatakan, selama jembatan dibangun ini harus menyeberangi sungai Jragung, tiap berangkat maupun pulang sekolah.

Jika tidak sedang turun hujan, sepeda motornya mulus menerjang air yang hanya sebatas ban. Namun jika turun hujan, permukaan air sungai meningkat dan sepeda motornya kerap mogok.

"Bahkan kalau lebih dari setengah meter, motornya harus dipikul sama teman," kata Banu.

Sebelum diperbaiki, kondisi Jembatan Sunut  jauh dari kata layak. Sangat memprihatinkan. Lantai kayunya yang menutupi gelagar sepanjang 80 meter sudah banyak yang lapuk.

Kendaraan yang melintas harus bergantian karena lebar jembatan hanya 2,5 meter, sementara warga melintas dengan perasaan was-was.

Ini dikarenakan ketinggian jembatan dari permukaan sungai mencapai 15 meter dan jembatan tersebut adalah area bebas lantaran tak dilengkapi pengaman di kanan kirinya.

"Banyak yang jatuh karena kayunya yang sudah lapuk, ada pula yang takut ketinggian sehingga hilang keseimbangan," ujar Nur Budi, Kepala Dusun Sapen.

Mereka ada yang sekolah di wilayah Kecamatan Karangawen, Guntur, Mranggen dan daerah lainnya di Demak maupun Grobogan.

"Kalau harus di wilayah Kecamatan Pringapus jarak tempuhnya lebih jauh. Harus lewat dua sungai besar dan salah satunya tidak ada jembatannya,” jelasnya.

Lantaran jembatan Sunut tengah diperbaiki sejak dua bulan lalu, praktis warga tidak bisa melewati jembatan tersebut. Beruntung saat ini sedang musim kemarau sehingga debit air menyusut dan sungai bisa diseberangi dengan mudah.

"Pekan lalu sempat banjir, terpaksa orangtua menyeberangkan. Ada juga yang anaknya tidak masuk sekolah," kata Budi.

Saat banjir sepekan lalu, permukaan air di sungai naik setinggi satu meter. Maka orangtua di Dusun Sapen maupun Dusun Borangan memiliki tambahan pekerjaan. Yakni menyeberangkan anaknya melewati sungai Jragung.

Hal ini, sambung Budi, sangat merugikan masyarakat. Karena waktu untuk bercocok tanam di ladang banyak tersita untuk menyeberangkan anaknya berangkat sekolah.

"Saat jam pulang sekolah, kami juga menunggu bersama para orangtua lainnya membantu menyeberangkan," katanya.

Nur Budi sama seperti warga lainnya. Saat sungai banjir sepekan lalu, dirinya juga harus menggendong anaknya, Nanda Rahma (16), yang bersekolah di SMAN Guntur, Demak.

"Terus sepeda motornya diangkat bertiga,” ujar Budi.

Berdasarkan keterangan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Totit Oktoriyanto, perbaikan jembatan ini meliputi pengantian gelagar baja sehingga gelagar berikut lantai jembatan yang terbuat dari papan kayu harus dibongkar.

Rencananya lantai jembatan nantinya akan dicor, bukan kayu seperti sebelumnya. Sementara pilarnya masih menggunakan tiga pilar lama.

Selain itu di kanan kirinya akan dipasang railing atau pembatas untuk mengantisipasi kejadian orang terjatuh.

"Kami khawatir nanti setelah jembatan diperbaiki jadi lebih bagus malah tidak hati-hati, sehingga kita minta dipasang wiremesh sekitar 60 sentimeter," kata Totit.

Warga Sapen dan Borangan nampaknya harus bersabar dengan kondisi ini paling tidak sampai akhir tahun ini. Sebab perbaikan jembatan dengan alokasi anggaran Rp 700 juta dari APBD ini ditargetkan bisa dilewati kendaraan Desember 2017.

"Kemarin pengiriman konstruksi sempat terkendala menunggu cor beton jalan di Demak cukup umur," jelasnya.

https://regional.kompas.com/read/2017/10/26/06470091/kisah-pelajar-perbatasan-semarang-demak-bertaruh-nyawa-demi-sekolah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke