Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Tanggap Bencana untuk Hadapi Dampak Letusan Gunung Kelud

Kompas.com - 13/08/2016, 17:53 WIB
Andi Hartik

Penulis

MALANG, KOMPAS.com - Warga di Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Jawa Timur kini lebih siap menghadapi bencana. Terutama bencana yang disebabkan oleh letusan Gunung Kelud.

Pada saat Gunung Kelud meletus pada tahun 2014 lalu, Kecamatan Ngantang menjadi lokasi terdampak paling parah. Daerah yang jaraknya sekitar 7 kilometer dari kawah Gunung Kelud itu tertimbun abu vulkanik hingga 30 sentimeter. Bahkan sebagian rumah rusak karena tidak kuat menahan timbunan abu vulkanik.

Dampak bencana letusan Gunung Kelud itu diperparah dengan minimnya pengetahuan warga tentang mitigasi bencana.

"Selama ini yang terjadi, banyak orang berbondong-bondong memberikan bantuan pasca bencana itu terjadi. Padahal bantuan sebelum bencana itu terjadi lebih penting. Saat ini kami mencoba untuk membantu masyatakat memberi pendidikan cara saat menghadapi bencana," kata Budi Yuwono, warga setempat, Sabtu (13/8/2016).

Pria yang juga sebagai Direktur Koperasi Unit Desa (KUD) Sumbet Makmur Ngantang yang merupakan Mitra Produksi Sigaret PT HM Sampoerna Tbk itu mengatakan, ia sengaja memberikan pelatihan kepada 100 warga di Desa Pandansari. Hal itu supaya warga lebih sigap jika menghadapi bencana.

"Mereka menerima pelatihan manajemen tanggap darurat bencana, langkah-langkah antisipatif yang efektif penanggulangan bencana, serta pertolongan pertama pada kecelakaan," jelasnya.

Tidak hanya itu, dalam pelatihan yang berlangsung selama dua hari itu, yakni Jumat (12/8/2016) hingga Sabtu (13/8/2016) juga dibentuk Masyarakat Tanggap Bencana dan pendirian pos tanggap darurat bencana yang akan dibangun di lahan seluas 16 meter persegi. Juga akan dibangun jalur evakuasi supaya evakuasi korban letusan Gunung Kelud bisa dilakukan dengan mudah.

Budi mengatakan, warga di Kecamatan Ngantang selama ini masih enggan menanggapi adanya peringatan bencana. Apalagi, warga yang masih tradisional percaya dengan tanda-tanda alam seperti diajarkan oleh nenek moyangnya terdahulu. Seperti melihat terjadinya letusan gunung dengan tanda hewan yang mulai turun ke pemukiman warga. Padahal hewan - hewan itu bisa lari ke lain arah.

"Di sini kan masyarakat pedesaan. Mereka sudah membaca tanda-tanda alam. Tapi mereka tetap saja. Karena anggapannya masih belum akan meletus karena binatang-binatang belum turun kesini. Orang-orang tradisional memprediksi letusan gunung seperti itu. Kemarin mereka tertipu karena hewan lari ke arah lain," ungkapnya.

Oleh karenanya, ia menyebut pendidikan membaca tanda-tanda bahaya bencana itu penting. Terutama untuk meningkatkan kewaspadaan jika peringatan bencana oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sudah muncul.

Manager Regional Relations dan CSR PT HM Sampoerna Tbk. Arief Triastika mengatakan, pihaknya sudah memiliki tim tangguh bencana yang teruji. Sayang, tim tersebut hanya untuk mitigasi bencana yang terjadi di dalam pabrik. Saat ini, ketangguhan tim bencana itu akan ditularkan kepada masyarakat.

"Tim kita di MPS sudah sangat terlatih. Tapi itu skopnya di lingkungan pabrik. Tapi kemampuan itu sayang kalau tidak di sharing ke masyarakat setempat," jelasnya.

"Apa yang dilakukan hari ini menjadi bagian tanggung jawa semua pihak. Tidak hanya dari pemerintah saja. Tapi juga membutuhkan dorongan dari dunia usaha," tambah dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com