Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Permintaan Lada Tinggi, Petani Bangka Diminta Tidak Beralih ke Sawit

Kompas.com - 02/06/2016, 18:32 WIB
Heru Dahnur

Penulis

PANGKALPINANG, KOMPAS.com - Demi mendongkrak produksi lada, para petani di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diminta mengalihkan perkebunan sawit ke perkebunan lada. Hal ini karena permintaan tinggi akan lada di dunia.

Ketua Badan Pengelolaan, Pengembangan, dan Pemasaran Lada (BP3L) Bangka Belitung Zainal Arifin mengatakan, kebutuhan lada dunia mencapai 80.000 ton setiap tahun. Hal ini menjadi peluang dan perlu disikapi dengan menggiatkan penanaman lada secara serius.

"Kalau bertanam sawit lebih banyak masuk ke perusahaan besar. Sementara lada dimiliki petani perorangan atau kelompok. Harga lada juga lebih mahal dan perawatannya tidak butuh biaya besar," kata Zainal seusai meninjau kebun lada percontohan seluas 10 hektar di Cambai, Bangka Tengah, Kamis (2/6/2016).

Menurut Zainal, produksi lada di Bangka Belitung perlu dipulihkan kembali. Saat ini total produksi hanya berkisar 15.000 – 18.000 ton setahun. Angka ini anjlok dibanding produksi beberapa tahun sebelumnya, yang sempat mencapai 50.000 ton setahun.

"Bagaimana kita bicara pasokan untuk dunia kalau produksi hanya 15 persen dari permintaan. Untuk itu, kami berharap semua bersinergi, kembali bertanam lada. Bangka Belitung pernah jaya dengan lada, tapi kenapa beralih ke sawit," ujar Zainal.

Zainal berharap, lada Bangka yang telah mengantongi lisensi Muntok White Pepper (Lada Putih Bangka) tidak kalah bersaing dengan negara tetangga.

Salah seorang petani lada, Hendra, mengatakan bahwa bertanam lada sudah menjadi usaha turun-temurun. Beberapa tahun terakhir, kebun lada sempat ditinggalkan karena petani beralih ke tambang timah inkonvensional. Setelah harga timah jatuh, Hendra kembali menggarap kebun lada.

"Sekarang mau mengurus lada saja. Lumayan harganya sedang mahal, Rp 180.000 per kilogram," ujar Hendra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com