Warga Desa Kedondong, Kecamatan Tulangan, Sidoarjo itu berdiri di samping patung sekitar 10 menit.
"Aksi ini murni inisiatif saya sendiri selaku warga yang mencintai taman Alun-alun Sidoarjo," kata Basith, Kamis.
Patung yang menggambarkan aktivitas dan profesi warga Sidoarjo sebagai pedagang, petani dan nelayan itu dinilainya cukup menambah keindahan taman alun-alun.
"Kenapa harus dibongkar, patung justru menunjukkan identitas warga Sidoarjo," jelasnya.
Melalui aksi tunggalnya, bapak dua anak ini juga berharap bisa menggugah kesadaran pihak terkait akan pentingnya apresiasi karya seni.
Monumen Jayandaru yang dibangun dengan dana CSR perusahaan pengolah hasil laut, PT Sekar Laut Sidoarjo, itu mengundang polemik. Ormas Islam setempat menilai, patung tersebut melanggar norma agama dan tidak relevan dengan kultur masyarakat Sidoarjo yang dipenuhi banyak pesantren.
Patung yang menggambarkan profesi warga Sidoarjo sebagai petani, pedagang dan nelayan itu dianggap mirip berhala. Atas protes itu, kalangan seniman di Sidoarjo mengaku prihatin. Mereka menilai protes itu membelenggu ekspresi warga Sidoarjo yang diapresiasikan melalui karya seni. Kalangan seniman balik menuding ormas Islam terlalu sempit memaknai ajaran agama soal patung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.