Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Federasi Guru: Syarat Kelulusan Tak Perlu Dikaitkan dengan Keperawanan

Kompas.com - 08/02/2015, 20:12 WIB
Kontributor Bandung, Rio Kuswandi

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Pro dan kontra tes keperawanan dan keperjakaan bagi pelajar SMP dan SMA mulai lagi ramai diperbincangkan.

Seperti telah diberitakan sebelumnya, Sabtu, (7/2/2015), anggota Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jember, Jawa Timur, Mufti Ali, mengusulkan dibentuknya peraturan daerah (Perda) tentang perilaku yang baik dan terpuji, yakni, Perda yang mengatur tentang tes keperjakaan dan keperawanan sebagai salah satu syarat kelulusan siswa di tingkat SMP dan SMA.

Sekretaris Jendral Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Iwan Hermawan buka suara atas usulan itu. Iwan menegaskan bahwa mereka keberatan dengan rencana perda tentang tes keperjakaan dan keperawanan sebagai salah satu syarat kelulusan siswa di tingkat SMP dan SMA.

"Tidak setuju, kita tidak sepakat dengan itu," kata Iwan saat dihubungi, Minggu, (8/2/2015).

Alasannya, kata Iwan, usulan Perda Keperawanan dan Keperjakaan itu jelas melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). [Baca: Pro dan Kontra Tes Keperawanan dan Keperjakaan sebagai Syarat Kelulusan]

Selain itu, usulan perda tersebut bertentangan dengan Peraturan Pemerintah no 32 Tahun 2010 yang isinya menyebutkan seorang siswa-siswi bisa dikatakan lulus apabila nilai rapornya lengkap dan bagus. Juga berkelakuan baik, nilai akhir ujian akhir sekolah minimal memenuhi standarisasi kelulusan.

Menurut dia, hal tersebut cukup sebagai syarat kelulusan siswa siswi tersebut, tanpa menambahkan syarat lain (keperawanan dan keperjakaan).

"Setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan, berhak mengikuti pendidikan sesuai dengan usianya, bahkan, yang sudah menikah pun berhak mengikuti pendidikan paket C atau seterusnya, tetapi, terkait dengan moral (tidak perawan dan perjaka) itu lain lagi persolaannya," kata Iwan.

Dia menegaskan, perawan dan tidak perawan dan perjaka, tidak perjaka, seharusnya tak perlu dikaitkan dengan syarat kelulusan siswa SMP dan SMA.

Walaupun, kata dia, masalah perawan dan tidak perawan dan perjaka tidak perjaka diakuinya merupakan kegagalan dalam proses mendidik.

"(Kelulusan) seharusnya tidak dikaitkan dengan moral (perawan dan tidak perawan). Terhadap (siswa) yang tidak bermoral itu (pernah melakukan seks), kita jangan selalu menyalahkan siswanya, tetapi, mungkin kesalahan pendidikan, pengaruh lingkungan, peran guru dan peran orangtua yang kurang mengawasi," katanya.

Iwan mengusulkan, rencana membuat perda tentang keperawanan dan keperjakaan, seperti yang diusulkan, salah satu anggota dewan di Kabupaten Jember, lebih baik dibatalkan saja.

"Kita tidak sepakat dengan itu (perda keperawanan dan keperjakaan), kan sudah berkali-kali tes keperawanan siswa SMP dan SMA itu sudah jelas ditentang," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com