Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ulama Tasikmalaya Nilai SDA Pemimpin Otoriter

Kompas.com - 19/04/2014, 21:57 WIB
Kontributor Ciamis, Irwan Nugraha

Penulis

TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Kekisruhan yang terjadi di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terus mendapatkan sorotan di berbagai pihak. Simpatisan partai dari kalangan ulama di Tasikmalaya, Jawa Barat, menilai Ketua Umum PPP Suryadharma Ali (SDA) adalah pimpinan otoriter karena memecat sejumlah elit politik partai di daerah tanpa prosedur.

"Pak SDA yang seenaknya pecat memecat. ini gaya otoriter," terang salah seorang ulama, Miftah Fariz, setelah menggelar pertemuan ulama simpatisan PPP di Pondok Pesantren Mabdaul Ulum, Tamansari, Kota Tasikmalaya, Sabtu (19/4/2014).

Fariz menambahkan, SDA dinilai tak memikirkan keutuhan internal partai, karena telah memecat beberapa elit politiknya di daerah yang meminta ketua umum mundur setelah hasil pemilu legislatif yang meleset dari target. "Seharusnya sebagai ketua umum lebih mementingkan keutuhan partainya," kata dia.

Saat ini ,lanjut Fariz, seluruh ulama, simpatisan PPP, dan partai Islam wajib bersatu, bukan malah pecat memecat. Sehingga dia mengusulkan segera dilakukan konsolidasi atau islah internap partai berlambang Kabah itu. "Saya minta diadakan islah antara elit partai yang sebenarnya," ungkap Fariz.

Selain itu, simpatisan ulama Tasikmalaya, kata Fariz, belum memberikan persetujuan terkait koalisi antara PPP dan Gerindra. Ia menilai keputusan partai dalam hal ini SDA terlalu terburu-buru dalam mengambil keputusan koalisi.

"Kalau koalisi kan nanti akan ditentukan saat rapimnas. Kita setuju saja dengan partai manapun PPP berkoalisi, Tapi alangkah baiknya PPP berkoalisi dengan partai Islam. Seperti dengan PKS, PAN, PBB dan PKB, akan sanggup menghasilan 32 persen suara," tambah dia.

Hal senada diungkapkan ulama simpatisan PPP lainnya Ateng Zaelani. Menurutnya, keinginan partai berkoalisi dengan Partai Gerindra terlalu dini untuk diputuskan. Seharusnya pimpinan partai bisa mengikuti dahulu perkembangan politik.

Ateng menilai putusan koalisi ini dilakukan ketua umum secara pribadi dan sudah keluar dari hasil permusyawaratan internal partai. "Saya kira koalisi dengan Gerindra dilakukan secara sendiri-sendiri oleh ketua umum. Harusnya kan lewat dulu rapimnas," tambah Ateng.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com