Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Tak Bisa Benahi KBU, Heryawan Diminta Mundur

Kompas.com - 30/01/2014, 20:10 WIB
Kontributor Bandung, Rio Kuswandi

Penulis


BANDUNG, KOMPAS.com
- Forum Daerah Aliran Sungai Citarum mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Barat agar konsisten dan tegas dalam menerapkan regulasi Kawasan Bandung Utara (KBU) sebagai daerah hijau. Desakan itu terkait dengan banyaknya bangunan yang dinilai melanggar tata ruang di sekitar kawasan itu.

Kepala Forum Daerah Aliran Sungai (DAS), Eka Santosa mengatakan, Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan tidak bisa mengambil tindakan tegas terhadap pemilik bangunan yang melanggar tata ruang di KBU, seperti kafe, restoran atau rumah pribadi yang sebagian dihuni oleh para petinggi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

"Saya kira Gubernur Heryawan tidak konsisten. Tidak tegas. Jadi kalau buat aturan itu harus konsisten dong. KBU, ya buat apa dibuat dengan menghabiskan dana yang besar kalau untuk basa basi? Kan untuk dipergunakan Perda yang telah dibuat itu. Dan itu Perda yang ditindaklanjuti dengan Pergub kan? Harusnya pak Gubernur tegas lah di situ, jangan pandang bulu, karena ada siapa-siapa di sana," sindir Eka dalam sebuah diskusi di Jalan RE Martadinata, Bandung, Kamis (30/1/2014).

Eka menilai, Perda Nomor 1/2008 tentang Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Bandung Utara (KBU) itu dibuat hanya sebagai pencitraan, bukan untuk diterapkan. "Kalau begitu, nanti Perda yang dibuat itu akan menjerat dirinya (Gubernur) sendiri lho," ujarnya.

Eka menyebutkan bangunan lain yang dianggap melanggar di KBU, yakni lapangan golf dan kawasan punclut sebelah kanan. "Saya kira banyak lah kalau kita lihat secara kasat mata. Nah, yang seperti lapangan golf itu, justru itu harusnya seperti vila Bogor, yang melanggar dibongkar," tegasnya.

Eka menilai, Bandung Utara merupakan kawasan penting untuk keseimbangan alam dan efeknya untuk kota Bandung. "Banjir di Bandung itu, salah satunya ialah karena kiriman dari KBU. Sekarang yang bisa menyimpan air itu kan pohon (di KBU)," kata dia.

Eka juga mempertanyakan kinerja Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat yang merupakan kaki dan tangannya Gubernur soal pelanggaran tata ruang ini. "Sekarang kita lihat apa iya BPLHD sudah melaksanakan tugas sesuai ketentuan? Apa iya BPLHD tidak menemukan pelanggaran lingkungan? Apa rekomendasi BPLHD? Apa laporan kerjanya untuk DPRD?" tanyanya.

Eka meyakini bahwa pelanggaran lingkungan itu sudah diketahui oleh BPLHD, namun sulit bertindak. Selain itu, BPLHD juga tidak menyosialisasikan hal ini ke publik. "BPLHD tidak menyampaikan ke publik. Kapan menyampaikan bentuk pelanggaran ke publik?" tegasnya.

Eka mendesak agar BPLHD dibubarkan, dan setelah itu gubernur membuat institusi pengolah lingkungan yang melibatkan publik. "Lingkungan itu kan milik publik," tegasnya.

Selain itu, Eka meminta pemerintah agar segera membicarakan permasalahan lingkungan ini dengan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo. "Karena kan begitu, 80 persen air baku DKI Jakarta itu dari sungai Citarum dan Jatiluhur," katanya.

Tak hanya itu, Heryawan juga diminta tegas terhadap pemilik pabrik yang ada di sungai Citarum yang selalu membuang limbah sembarangan. Menurutnya, pelakunya yang ketahuan membuang limbah, seharusnya langsung diseret ke ke jalur hukum.

"Pelakunya bukan saatnya untuk dihina, tapi pelaku pemilik industri (pembuang limbah) harus diseret ke meja hukum," tegasnya.

Eka menegaskan, jika Gubernur Heryawan tidak tegas dan tetap melakukan pembiaran atas permasalahan tersebut, dia mendesak agar Heryawan segera mundur dari jabatannya sebagai gubernur.

"Ini pembiaran aja. Menurut saya lebih baik beliau mempertimbangkan untuk tidak meneruskan jabatan. Dan saya menilai, Wagubnya juga hanya iklan-iklan di tivi saja," keluhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com