Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merawat Kearifan Lokal di Banyuwangi

Kompas.com - 02/10/2013, 19:12 WIB
Hamzirwan

Penulis


BANYUWANGI, KOMPAS.com- Interaksi dengan masyarakat lokal merupakan bagian dari semangat Ekspedisi Sabang-Merauke: Kota dan Jejak Peradaban. Kami memulai perjalanan dari Banyuwangi, Jawa Timur, ke Denpasar, Bali, Rabu (2/10/2013) pagi, dengan menggelar pelayanan pengobatan gratis bagi 1.500 warga dan pembagian 250 masker untuk penambang belerang di Gunung Ijen.

Tidak hanya warga, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dengan antusias turut memeriksakan darah dalam kegiatan yang terselenggara berkat sumbangan pembaca Kompas melalui Dana Kemanusiaan Kompas (DKK). Anas juga membuka klinik fotografi bersama pewarta foto senior Kompas Arbain Rambey dan melepas secara resmi tim Ekspedisi Sabang-Merauke: Kota dan Jejak Peradaban menuju Denpasar.

Banyuwangi memang unik. Saat kami dari Surabaya tiba di Banyuwangi, Selasa (1/10/2013), sore, Banyuwangi yang terbayang di benak kami berkait dengan santet.

Bayangan itu sirna ketika kami berkunjung ke Sanggar Genjah Arum yang berisi sedikitnya enam rumah tradisional Osing langka milik Setiawan Subekti di Desa Kemiren, Glagah, Banyuwangi, Selasa malam. Kami disambut empat nenek memainkan irama tradisional menggunakan alu dan lesung dipadu angklung dengan wajah nyaris tanpa ekspresi. Mereka mampu menghasilkan nada yang tak kalah indah macam irama dalam pentas musik kontem porer.

Kesenian Gedhogan itu dimainkan di sanggar yang dilengkapi bangunan-bangunan khas masyarakat Osing yang berdiri di atas tanah lapang. Kami pun mengobrol santai dengan Setiawan, yang merupakan pakar kopi internasional, sambil menikmati suguhan kopi Kemiren berteman pisang goreng dan tempe goreng.

Sajian seni tradisi dan kudapan panas yang digoreng di depan kami ini ternyata menjadi penanda awal betapa masyarakat Banyuwangi tetap mempertahankan kearifan lokal di tengah pembangunan yang pesat. Warga Banyuwangi kini semakin lekat dengan teknologi. Pemkab Banyuwangi membangun ruang-ruang publik dilengkapi toilet umum yang bersih dan akses internet nirkabel gratis.

Halaman depan taman makam pahlawan, alun-alun, sampai taman bermain pun ramai dikunjungi warga. Para mahasiswa dan pelajar duduk berkelompok kecil menghadap laptop mereka di pendopo kecil berlantai keramik putih di depan taman makam pahlawan.

Mereka mengerjakan tugas sekolah atau kuliah memanfaatkan sambungan internet nirkabel gratis. Anas mengatakan, pemkab ingin membangun lebih banyak ruang publik untuk mendorong generasi muda Banyuwangi kreatif dan berpikir positif dalam berkarya.    

"Saat ini, sudah 1.200 Wi-Fi kami sediakan di Banyuwangi. Target kami, 10.000 Wi-Fi bisa tersedia," ujar Anas.

Dari taman makam pahlawan, Anas didampingi Wakil Bupati Banyuwangi Yusuf Widiatmoko dan Komandan Pangkalan TN I AL Banyuwangi Letnan Kolonel Edi Eka Susanto mengajak kami menikmati kuliner lokal, rujak soto di Kecamatan Kepatihan.

Kenyang menikmati sajian ketupat kuah soto bercampur bumbu kacang kental berisi sayuran dan babat sapi, kami kembali ke rumah dinas bupati yang asri. Anas membangun dua gedung yang ditutupi tanah dan ditanami rumput seperti bungker yang mengandalkan cahaya Matahari dan sirkulasi udara demi menekan konsumsi energi.

Usai berdiskusi, kami minta izin. Kami pun memacu dua mobil menuju Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, untuk menyeberang ke Pelabuhan Gilimanuk, Bali. Pantai Kuta..., kami datang. (bay/mhf/otw/ham)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com