Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jelang Pemilihan, Waspadai Politik Uang

Kompas.com - 26/08/2013, 13:52 WIB

SURABAYA, KOMPAS.com — Memasuki masa tenang hingga hari pencoblosan Pemilihan Umum Kepala Daerah Jawa Timur, pasangan calon mewaspadai munculnya praktik politik uang. Untuk itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jatim diminta bekerja ekstra untuk mengawasi ketat sampai ke pelosok desa.

Pasangan calon juga berupaya mengantisipasi politik uang dengan menggerakkan massa pendukungnya. Misalnya, pasangan Khofifah Indar Parawansa-Herman S Sumawiredja menggunakan massa muslimat Nahdlatul Ulama (NU) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) untuk memantau jika ada pemberian uang kepada konstituen, terutama menjelang pemilihan atau disebut serangan fajar.

”Konstituen kami kebanyakan di pinggiran yang rawan diiming-imingi uang. Kami mewaspadai serangan fajar,” ujar Jazilul Fawaid, Ketua Tim Pemenangan Khofifah-Herman, di Surabaya, Minggu (25/8).

Jazilul mengakui, timnya juga mewaspadai kemungkinan kecurangan saat rekapitulasi suara. Ia tidak meragukan kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu Jatim secara institusi, tetapi mengkhawatirkan ada oknum yang berpihak kepada salah satu calon. ”Kami menyebar saksi yang telah dilatih untuk memantau rekapitulasi,” ujarnya.

Pasangan Bambang DH-Said Abdullah juga menyiagakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). ”Yang biasa melakukan money politic (politik uang) kali ini rumahnya kita jaga agar tak mengganggu orang lain. Yang biasanya berbuat curang, kan, orangnya itu-itu juga,” kata Pramono Anung W, Ketua Tim Pemenangan Bambang-Said. Ia tidak merinci pihak yang diwaspadai itu.

Menurut Pramono, PDI-P dijamin tak akan melakukan politik uang karena keterbatasan biaya untuk pemilihan. Biaya kampanye pasangan Bambang-Said pun melalui patungan dari kader.

Pasangan dari jalur perseorangan, Eggi Sudjana-M Sihat, bahkan membuat sayembara bagi warga Jatim yang menemukan ada kecurangan dalam pilkada dengan merekamnya melalui video atau foto. Pasangan ini menyediakan hadiah berupa uang tunai Rp 2 juta hingga Rp 5 juta.

”Kami tidak punya konstituen sehingga yang bisa kami lakukan adalah memprovokasi warga agar mau melaporkan kecurangan kepada kami. Hal ini bisa diteruskan ke Bawaslu,” kata Eggi.

Pasangan petahana Soekarwo-Saifullah Yusuf mengoptimalkan saksi, baik yang berasal dari tim sukses maupun partai politik pendukungnya, untuk adanya kemungkinan politik uang. Saifullah pun menjamin, pasangan itu atau parpol pendukungnya tidak akan berbuat politik uang untuk memengaruhi pilihan warga.

Paling rawan

Ketua Bawaslu Jatim Sufyanto mengakui, masa tenang sebelum pencoblosan menjadi waktu yang paling rawan terjadi praktik politik uang. Ia pun mengimbau semua pihak untuk tidak mencederai proses demokrasi dengan cara politik uang, apa pun dalihnya. ”Ada yang bilang uang itu untuk sedekah atau amal. Apa pun itu, tak dibenarkan dan
bisa terkena sanksi pidana,” kata Sufyanto.

Untuk mengantisipasi politik uang, Bawaslu menambah 25.503 petugas pengawas pemilu lapangan di desa. Kewenangan Bawaslu juga tidak hanya menunggu laporan, tetapi juga berhak memproses temuan pengawas.

Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang dipaparkan di Surabaya, Minggu, menemukan, politik uang dianggap wajar oleh kebanyakan warga Jatim. (ILO/NIK/ETA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com