YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Mantan Menkopolhukam, Mahfud MD buka suara soal wacana menghidupkan kembali Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang nantinya diketuai Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) itu menyebut banyak pihak yang sedang berpikir soal posisi Presiden Jokowi setelah masa jabatannya habis.
"Silahkan saja, sekarang ini kan memang lagi banyak orang berpikir bagaimana memposisikan Pak Jokowi sesudah serah terima jabatan," ujar Mahfud MD usai menjadi pembicara kunci peluncuran Pusat Studi Agama & Demokrasi Universitas Islam Indonesia (UII), Rabu (22/05/2024).
Baca juga: Ikrar Nusa Bhakti Sebut Pemerintahan Prabowo-Gibran Bakal Sibuk jika DPA Dihidupkan Lagi karena...
Mahfud menilai tidak masalah jika Presiden Jokowi masuk dalam Wantimpres. Namun, jika DPA akan dihidupkan kembali, Mahfud menilai itu terlalu berlebihan.
"Silakan saja kalau mau ke sana, mau ke Watimpres. Tapi kalau menghidupkan lagi Dewan Pertimbangan Agung menurut saya terlalu berlebihan, hanya untuk satu orang lalu dibentuk lembaga negara sendiri yang sudah dianggap tidak tepat lalu dihidupkan lagi. Tapi silakan, politik masih masih akan terus berproses," tuturnya.
Pakar Hukum Tata Negara ini menyampaikan muncul macam-macam isu penempatan Presiden Jokowi. Salah satunya ada usul agar Presiden Jokowi memimpin Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
Kemudian yang terakhir, ada yang mengusulkan Presiden Jokowi menjadi ketua DPA.
"Ya silakan saja dibicarakan, bahwa Pak Jokowi mungkin masih diperlukan di politik, silakan. Tetapi bentuknya seperti apa, lansung atau tidak langsung, dan apakah memang harus formal begitu atau tidak, itu terus saja didiskusikan," ucapnya.
Mahfud MD mengungkapkan struktur ketatanegaraan yang ada sekarang ini sudah cukup. Saat ini juga sudah ada Watimpres.
"Kalau saya sih struktur ketatanegaraan yang ada sekarang sudah cukup, ada Wantimpres," ungkapnya.
Dahulu memang ada Dewan Pertimbangan Agung. Namun kemudian DPA dihapus.
"Dulu ada Dewan Pertimbangan Agung itu dihapus, dianggap tidak bagus. Sehingga di dalam reformasi itu dihapus, diganti DPD kalau nggak salah, lembaga setara. DPA itu dulu dianggap ya adanya seperti tidak adanya," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.