NUNUKAN, KOMPAS.com – Married by accident (MBA) atau hamil di luar nikah, menjadi alasan sejumlah anak-anak usia pelajar di Nunukan, Kalimantan Utara, mendapat dispensasi nikah.
"Dari catatan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DSP3A) Nunukan, ada 21 dispensasi nikah yang keluar, dan bisa dikatakan 50 persennya karena MBA," kata Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak, DSP3A Nunukan, Endah Kurniawati, ditemui di kantornya, Selasa (21/5/2024).
Endah mengatakan, data 21 anak remaja yang bermohon dispensasi nikah, tercatat di periode 2023. Mereka mayoritas berusia belasan, antara 14 hingga 19 tahun.
Kendati demikian, ia yakin tahun 2024 masih akan banyak permohonan dispensasi nikah karena pergaulan bebas dan orangtua yang sibuk bekerja sehingga melalaikan edukasi seks sejak dini.
Baca juga: Dibakar Cemburu, Pria di Nunukan Aniaya Istri dengan Benda Keras
Ia menegaskan, angka pernikahan anak ini terus menjadi catatan.
Karena masih adanya permintaan dispensasi nikah, menunjukkan perlu mendapat intervensi.
"Permintaan dispensasi nikah itu masih terus ada. Entah itu karena MBA, perjodohan, sampai pada pemikiran orangtua daripada anak di luar pacaran, bagus sekalian dinikahkan saja," ujar dia.
Ia menegaskan, pengetatan dispensasi nikah bagi anak, masih menjadi kendala. Apalagi jika dihadapkan pada situasi adat, yang hampir semua daerah di Nunukan mengalami situasi ini.
Endah meminta seluruh pihak tidak sebatas pemerintah, namun juga pengadilan agama, ahli kesehatan, pemerhati anak hingga para orangtua, untuk turun tangan.
Bagi anak yang telah mendapatkan dispensasi, mereka harus tetap mendapatkan haknya sebagai anak, tanpa kecuali.
Baca juga: Atlet Taekwondo Nunukan Kembali Raih 5 Medali Emas di Pangkostrad Cup Jakarta
"Biasanya, anak-anak yang menikah dini, hilang hak pendidikannya. Apalagi, kalau sampai ada terjadi MBA itu. Ini yang menjadi PR kita bersama, bagaimana anak dengan status menikah, tetap bisa melanjutkan pendidikan yang menjadi haknya," ujar dia.
Sebenarnya, kata Endah, butuh upaya preventif untuk mencegah pernikahan anak.
Tidak ada alasan pernikahan dini karena alasan kondisi ekonomi, alasan paham tertentu, ataupun penyebab serupa.