Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Mother Bank", Saat Para Ibu di Majalengka Lawan Rentenir "Bank Emok" dengan Lagu

Kompas.com - 09/04/2024, 11:22 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - ‘Jalan-jalan ke tepi pantai, pulang-pulang dihadang badai. Hati siapa yang tidak gontai. Cicilan ke bank tak kunjung usai.’

Penggalan lirik tersebut diambil dari lagu berjudul "Jalan-Jalan" yang dinyanyikan Mother Bank, kolektif musik beranggotakan sekelompok ibu-ibu yang bersenandung dengan memakai jubah berwarna pink menyala, kepala dihiasi peci hitam dengan tinggi tak lazim. Tudung berwarna senada dengan jubah mereka membuat penampilan mereka kian dramatis.

Namun, lirik yang mereka nyanyikan bukan sekedar nyanyian, tapi pengalaman nyata semua anggota Mother Bank, ibu-ibu Dusun Wates, Desa Jatisura Kecamatan Majalengka, Jawa Barat.

Mereka adalah korban dari praktik pinjaman berbunga tinggi atau rentenir. Di Jawa Barat, praktik rentenir ini dikenal dengan istilah 'bank emok'.

Baca juga: Jadi Tersangka Korupsi Pasar, Kepala BKPSDM Majalengka Ditahan

Bank emok adalah sebutan untuk sistem utang piutang yang dijalankan oleh perorangan maupun lembaga yang menyasar individu per individu dengan persyaratan yang mudah dan nyaris tanpa jaminan, akan tetapi menerapkan bunga pinjaman yang tinggi.

Momen jelang lebaran biasanya dimanfaatkan pihak bank emok untuk menawarkan jasanya. Apalagi, harga kebutuhan pokok cenderung membumbung tinggi menjelang Hari Raya Idulfitri.

Warga Dusun Wates sekaligus ketua Mother Bank, Yati Sumiati, mengaku khawatir kondisi tersebut akan membuat warga terjerat utang bank emok.

“Kekhawatiran (berutang ke bank emok) sih ada. Memang kebutuhan di bulan puasa ini banyak banget, harga-harga mahal,” ungkap Yati kepada Yuli Saputra, wartawan di Bandung yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Rabu (27/03).

Baca juga: Kasus Revitalisasi Pasar Sindangkasih Majalengka, 1 Tersangka Ditahan, 2 Mangkir

"Pinjam uang untuk bayar utang, tapi tambah utang"

Pada tahun pertama setelah dibentuk, Mother Bank mengelola kebun bersamaBBC Indonesia/Yuli Saputra Pada tahun pertama setelah dibentuk, Mother Bank mengelola kebun bersama
Emok dalam Bahasa Sunda berarti duduk bersimpuh seperti yang biasa dilakukan perempuan.

Dilabeli demikian lantaran proses peminjaman dilakukan dalam sebuah pertemuan rutin, biasanya mingguan, ketika para nasabah yang didominasi perempuan duduk emok.

Pihak bank emok mewajibkan para debitur hadir dalam setiap pertemuan untuk menyetorkan langsung cicilannya, sebagai salah satu syarat berutang.

Aan Kartika adalah satu dari sekian banyak korban bank emok. Perempuan berusia 51 tahun itu terpaksa meminjam uang ke bank emok demi melepaskan anaknya dari jeratan rentenir.

Si anak meminjam Rp1 juta, tapi tiap pekan harus menyetor minimal Rp200 ribu. Jumlah tersebut hanya bunganya saja, belum termasuk pokok utang.

Baca juga: Diduga Korupsi, Kejati Jabar Periksa Anak Mantan Bupati Majalengka

Bagi Aan, seorang buruh musiman pabrik genteng, setoran itu sangat membebaninya. Selama enam bulan pertama, Aan hanya mampu membayar bunga pinjaman. Total sudah Rp1,2 juta ia bayarkan, tapi utangnya tidak berkurang sepeser pun.

Akhirnya, Aan nekad berutang ke bank emok untuk menutup utang rentenir. Persis seperti ungkapan ‘gali lubang, tutup lubang.’ Pada bulan ke tujuh, utang ke rentenir dilunasi dengan memakai uang pinjaman bank emok.

Ke bank emok, Aan meminjam Rp6 juta yang dicicil Rp234 ribu tiap dua pekan selama 37 kali, atau sekitar 1,5 tahun. Jika dihitung-hitung, Aan harus membayar total Rp8,65 juta, sekitar 45% lebih tinggi dari nilai utangnya. Situasi yang semakin menjerat Aan.

“Awal mulanya pinjam ke bank emok buat nutupin utang anak ke rentenir. Pinjam sejuta per bulannya Rp200 ribu, yang (utang) uang sejuta itu masih utuh. Eh tahu-tahunya pinjam ke bank emok sama saja bunganya tinggi juga,” tuturnya saat ditemui di Dusun Wates, Desa Jatisura, Kecamatan Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, Rabu (27/03).

“Kesulitan (nyicil)nya kalau enggak ada kerjaan, pas pabrik gentengnya libur,” ungkap Aan.

Baca juga: Diduga Korupsi, Kejati Jabar Periksa Anak Mantan Bupati Majalengka

Yati Sumiati adalah ketua Mother BankBBC Indonesia/Yuli Saputra Yati Sumiati adalah ketua Mother Bank
Situasi nyaris serupa sempat dialami Yati Sumiati. Perempuan yang kini menjadi ketua Mother Bank ini, berutang ke bank emok untuk biaya sekolah anak, buntut dari mandeknya usaha suami.

Yati meminjam Rp10 juta dengan bunga pinjaman 20% dalam jangka waktu satu tahun. Tidak hanya satu, Yati juga meminjam ke bank emok lainnya demi melunasi utang di bank emok sebelumnya. Bahkan dengan bunga pinjaman yang lebih tinggi, sebesar 50%. Bukannya terbebas, perempuan 48 tahun itu malah makin terlilit utang.

“Ya pinjam uang [untuk] bayar utang. Jadi malah nambah utang. Hasilnya saya malah terlilit utang,” kisah Yati.

Aan dan Yati adalah dua dari ratusan ribu warga Jawa Barat yang terjerat bank emok. Sejauh ini, belum ada data spesifik kasus korban bank emok. Namun demikian, merujuk data Badan Pusat Statistik, sekitar 40% dari 1,8 juta pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) menjadi korban rentenir.

Baca juga: Kepala BKPSDM Majalengka Jadi Tersangka Kasus Korupsi Pasar Cigasong

Itu artinya sebanyak 720 ribu pelaku UMKM terlilit utang berbunga tinggi. Belum lagi jika menghitung korban rentenir dari kalangan ibu rumah tangga.

Pakar Ekonomi dari Universitas Padjajaran (Unpad), Ferry Hadiyanto, menyebut bank emok bukan hal baru, tapi fenomena yang sudah terjadi turun temurun.

Pada praktiknya, menurut Ferry, bank emok beroperasi layaknya rentenir atau lintah darat yang menerapkan bunga pinjaman tinggi dan menyasar masyarakat kalangan ekonomi menengah ke bawah.

Rentenir atau lintah darat ini memiliki beragam sebutan di tiap daerah. Jika di Jawa Barat dikenal sebagai bank emok atau bank keliling, di Jawa Timur dan Jawa Tengah mereka terkenal dengan sebutan bank titil dan bank plecit.

“[Bank emok] itu sebenarnya fenomena turun temurun yang dialami masyarakat Indonesia, terutama masyarakat pedesaan,” tutur Ferry, Jumat (29/03).

Baca juga: 7 Wisata Curug di Majalengka Jawa Barat

Pendekatan dan sifat transaksi bank emok ini sangat individual, kata Ferry. Oleh sebab itu, bagi masyarakat golongan menengah ke bawah pendekatan bank emok “terasa pas dibandingkan dengan pendekatan lembaga keuangan atau program kredit yang diberikan oleh pemerintah”.

Pendekatan yang personal itu, lanjut Ferry, membuat pihak bank emok bisa mengetahui siapa saja individu yang membutuhkan uang pada saat tertentu.

Misalnya, saat musim sekolah, petani gagal panen, warga yang akan menggelar hajatan, atau kebutuhan dana yang meningkat jelang lebaran.

“Mereka (pihak bank emok) tahu betul informasi itu karena mereka sifatnya aktif mencari informasi di lingkungan masyarakat, kemudian mereka melakukan pendekatan individu.”

“Jadi ada faktor sosial antropologi di dalam ini. Bukan hanya sekadar motif ekonomi, tapi ada pendekatan sosial antropologi,” ujar Ketua Program Studi Ilmu Magister FEB Unpad ini.

Bank emak lawan bank emok

Mother Bank ketika manggungMother Bank via BBC Indonesia Mother Bank ketika manggung
Kamis adalah hari yang menyeramkan bagi ibu-ibu Dusun Wates yang berutang ke bank emok. Pada hari itu, mereka harus menyetor cicilan utang. Mereka yang belum mengantongi uang, terpaksa pontang panting meminjam uang di tempat lain untuk menutupnya.

“Kalau hari Rabu belum ada teh, pusing banget. Jadi pinjam ke kakak meski malu juga, buat setoran,” tutur Yati.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Seorang Penumpang Kapal KMP Lawit Terjun ke Laut, Pencarian Masih Dilakukan

Seorang Penumpang Kapal KMP Lawit Terjun ke Laut, Pencarian Masih Dilakukan

Regional
Mabuk Saat Mengamen, 2 Anak Jalanan di Lampung Rampok Pengguna Jalan

Mabuk Saat Mengamen, 2 Anak Jalanan di Lampung Rampok Pengguna Jalan

Regional
'May Day', Buruh di Jateng Akan Demo Besar di Semarang

"May Day", Buruh di Jateng Akan Demo Besar di Semarang

Regional
Nobar Timnas Bareng Sandiaga di Solo, Gibran: Tak Bicara Politik

Nobar Timnas Bareng Sandiaga di Solo, Gibran: Tak Bicara Politik

Regional
Satgas Cartenz Duga KKB Penyerang Rumah Polisi dan Polsek Homeyo Kelompok Keni Tipagau

Satgas Cartenz Duga KKB Penyerang Rumah Polisi dan Polsek Homeyo Kelompok Keni Tipagau

Regional
Status Kepegawaian Belum Jelas, PPDI Kebumen Curhat ke Bupati

Status Kepegawaian Belum Jelas, PPDI Kebumen Curhat ke Bupati

Regional
Kesal 'Di-prank', Seorang Pemuda Aniaya Kakeknya

Kesal "Di-prank", Seorang Pemuda Aniaya Kakeknya

Regional
Nelayan di Merauke Papua Temukan Mayat dengan Kepala Sudah Terpisah

Nelayan di Merauke Papua Temukan Mayat dengan Kepala Sudah Terpisah

Regional
Gibran Tanggapi soal DPRD Singgung Pembangunan Masjid Sriwedari Belum Selesai dalam Rapat Paripurna

Gibran Tanggapi soal DPRD Singgung Pembangunan Masjid Sriwedari Belum Selesai dalam Rapat Paripurna

Regional
Tak Nafkahi Anak Setelah Bercerai, Pria di Aceh Timur Ditangkap Polisi

Tak Nafkahi Anak Setelah Bercerai, Pria di Aceh Timur Ditangkap Polisi

Regional
UTBK-SNBT Dimulai, 10 Peserta di Lampung Tak Bawa Surat Keterangan Lulus

UTBK-SNBT Dimulai, 10 Peserta di Lampung Tak Bawa Surat Keterangan Lulus

Regional
Bukit Rhema Gereja Ayam Gratiskan Tiket untuk Timnas U-23 Indonesia, Promo Selama Setahun

Bukit Rhema Gereja Ayam Gratiskan Tiket untuk Timnas U-23 Indonesia, Promo Selama Setahun

Regional
PHRI Solo Kecewa Status Internasional Bandara Adi Soemarmo Dicabut

PHRI Solo Kecewa Status Internasional Bandara Adi Soemarmo Dicabut

Regional
Satpam di Agam Ditemukan Tewas, Sejumlah Bagian Tubuh Hilang

Satpam di Agam Ditemukan Tewas, Sejumlah Bagian Tubuh Hilang

Regional
Bayi di Lebak Banten Diserang Monyet Liar, Perut korban Robek karena Gigitan

Bayi di Lebak Banten Diserang Monyet Liar, Perut korban Robek karena Gigitan

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com