Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

NTB Masuk 10 Besar Rawan Pelanggaran Netralitas ASN, Bawaslu Awasi Ketat PNS

Kompas.com - 14/11/2023, 15:52 WIB
Idham Khalid,
Farid Assifa

Tim Redaksi

MATARAM, KOMPAS.com - Nusa Tenggara Barat (NTB) masuk 10 besar provinsi tertinggi di Indonesia dengan kerawanan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam kontestasi pemilahan umum (pemilu).

Indeks kerawanan pelanggaran ASN tersebut dirilis oleh Bawaslu RI dalam Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) untuk Netarlitas ASN pada Kamis, 21 September 2023 lalu.

Menanggapi Indeks kerawanan pelanggaran ASN, Ketua Bawaslu Kota Mataram Muhammad Yusril mengatakan, pihaknya akan mengawasi ketat para abdi negara itu.

Baca juga: Awasi Netralitas ASN, Bawaslu Kota Solo Terjunkan Tim Patroli Siber

"Kemarin Bawaslu RI itu mengeluarkan rilis soal indeks kerawanan pelanggaran ASN di NTB itu masih 10 besar. Nah, mengingat kita di kota Mataram kan pusat pemerintahan, kami mengingatkan ASN tidak boleh mengajak orang, dia mengampanyekan tidak boleh. Kalau ada kami akan tindak tegas," kata Yusril seusai membuka Bimbingan Teknis Pelanggaran dan Penanganan Pemilu, Selasa (14/11/2023).

Dijelaskan Yusril, ASN atau PNS mempunyai hak pilih namun tidak boleh terlibat dalam memasilitasi dukungan para peserta pemilu.

"ASN ini kan dia beda dengan TNI Polri. Kalau TNI Polri itu kan dia dihilangkan hak pilihnya. Kalau ASN ini dia punya hak pilih, tetapi dia tidak boleh terlihat. Jangankan mendukung, terlihat saja dia enggak boleh," tegas Yusril.

Yusril mengatakan, dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pemilihan Umum dan Undang-undang Nomor 15 tahun 2014 tentang Aparatu Sipil Negara (ASN) sudah jelas tercantum hak dan kewajiban dengan batas-batas pekerjaan para PNS.

"Menjadi ASN kan bukan hanya dari jam 7.00 pagi sampai jam 4.00 sore, dia berlaku sebagai ASN itu melekat 24 jam, dari dia tidur sampai dia tidur lagi, 24 jam itu. Kecuali dia mati kan," kata Yusril.

Sebagai warga sipil yang mempunyai hak pilih, Yusril menjelaskan, ASN atau PNS dapat menghadiri pertemuan dukungan secara pribadi dengan melepaskan atribut dirinya sebagai ASN.

"Kalau hadir dia (ASN) boleh tapi harus melepas atribut ke-ASN-nya, yang tidak boleh kalau dia turut mengampanyekan, memfasilitasi itu yang tidak boleh," kata Yusril.

Yusril menilai, catatan NTB masuk ke 10 besar Indeks Kerawanan Pelanggaran Netralitas ASN bukan berarti hal itu membuat Mataram menjadi pusat pelanggan netralitas ASN. Namun demikian, menurutnya masih ada kabupaten lain yang tingkatannya lebih tinggi.

Baca juga: BKD Wanti-wanti Netralitas ASN Jateng: Pelanggaran Berat Disanksi Pemberhentian dengan Tidak Hormat

"Karena Kota Mataram ini adalah episentrum dari aktivitas publik yang ada di NTB, mungkin itu menjadi sorotan, tapi padahal sebenarnya di daerah lain itu masalahnya lebih parah, lebih keras," kata Yusril.

"Sebenarnya kalau di kota Mataram saya melihat masih dalam tataran normal, tingkat SDM cukup baik, dan pejabat-pejabat lebih bisa menempatkan diri," lanjutnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kunjungi Bocah Korban Kekerasan Seksual, Walkot Pematangsiantar Beri Motivasi hingga Santunan

Kunjungi Bocah Korban Kekerasan Seksual, Walkot Pematangsiantar Beri Motivasi hingga Santunan

Regional
Pemkot Semarang Raih Opini WTP 8 Kali Berturut-turut, Mbak Ita: Cambuk agar Lebih Baik

Pemkot Semarang Raih Opini WTP 8 Kali Berturut-turut, Mbak Ita: Cambuk agar Lebih Baik

Regional
Organisasi Guru di Demak Tolak Larangan Study Tour, Ini Kata PGSI

Organisasi Guru di Demak Tolak Larangan Study Tour, Ini Kata PGSI

Regional
Teknisi di Lampung Gondol Rp 1,3 Miliar, Curi dan Jual Data Internet

Teknisi di Lampung Gondol Rp 1,3 Miliar, Curi dan Jual Data Internet

Regional
Warga Cepu Temukan Fosil Gading Gajah Purba, Diduga Berusia 200.000 Tahun

Warga Cepu Temukan Fosil Gading Gajah Purba, Diduga Berusia 200.000 Tahun

Regional
Video Viral Seorang Pria di Kupang Dipukul Pakai Kayu di Tangan hingga Pingsan, Kasus Berujung ke Polisi

Video Viral Seorang Pria di Kupang Dipukul Pakai Kayu di Tangan hingga Pingsan, Kasus Berujung ke Polisi

Regional
Pembunuh Kekasih Sesama Jenis di Banten Dituntut 16 Tahun Penjara

Pembunuh Kekasih Sesama Jenis di Banten Dituntut 16 Tahun Penjara

Regional
Saat Angka Kasus Stunting di Kendal Naik 4,9 Persen...

Saat Angka Kasus Stunting di Kendal Naik 4,9 Persen...

Regional
MK Tolak Permohonan PHPU, KPU Banyumas Segera Tetapkan Caleg Terpilih

MK Tolak Permohonan PHPU, KPU Banyumas Segera Tetapkan Caleg Terpilih

Regional
16 Pekerja Migran Nonprosedural di Batam Berenang dari Tengah Laut

16 Pekerja Migran Nonprosedural di Batam Berenang dari Tengah Laut

Regional
Pimpinan Ponpes di Inhu Cabuli 8 Siswanya

Pimpinan Ponpes di Inhu Cabuli 8 Siswanya

Regional
'Long Weekend', Daop 5 Purwokerto Tambah Tempat Duduk KA Tujuan Jakarta dan Jember

"Long Weekend", Daop 5 Purwokerto Tambah Tempat Duduk KA Tujuan Jakarta dan Jember

Regional
Rem Blong, Truk Trailer Tabrak Motor di Magelang, 1 Orang Tewas

Rem Blong, Truk Trailer Tabrak Motor di Magelang, 1 Orang Tewas

Regional
Pengakuan Kurir Sabu yang Ditangkap di Magelang: Ingin Berhenti, tapi Berutang dengan Bandar

Pengakuan Kurir Sabu yang Ditangkap di Magelang: Ingin Berhenti, tapi Berutang dengan Bandar

Regional
Jadi Tersangka Kasus Korupsi Dana Internet Desa, Mantan Wabup Flores Timur Ajukan Praperadilan

Jadi Tersangka Kasus Korupsi Dana Internet Desa, Mantan Wabup Flores Timur Ajukan Praperadilan

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com