SEMARANG, KOMPAS.com-Kontestasi pemilu kerap menargetkan suara kalangan muda yang terbilang besar.
Namun usai pemilu, peran kaum muda jarang muncul dalam politik praktis dan terlibat dalam menyusun kebijakan publik.
Pengamat Politik Universitas Diponegoro (Undip) Wahid Abdulrahman menilai ini menjadi tugas semua partai politik di Indonesia untuk berbenah dan melibatkan kaum muda dalam politik praktis.
"Bagaimana anak muda itu terlibat dan muaranya mereka aktif dalam politik. Itu arahnya ke sana. Partisipasinya yang bersifat lebih aktif, tidak sekadar pada momen ritual pemilu, itu lebih penting," kata Wahid, Selasa (31/10/2023).
Baca juga: Pengamat Undip Sebut Gibran Belum Tentu Bawa Gagasan Kaum Muda meski Jadi Calon Termuda
Pihaknya berharap dorongan partisipasi kalangan muda dalam politik bisa dilakukan oleh semua kandidat pasangan calon capres-cawapres.
Pasalnya ia melihat banyak pemimpin di Eropa yang memiliki gagasan dan kepedulian besar terhadap partisipasi politik kalangan muda, meski usia mereka tidak termasuk muda atau di atas 40 tahun.
Wahid mencontohkan di Jerman anak-anak telah dididik mengenai kesadaran politik sejak bangku SMP dan SMA dan menjadi bagian dari parpol.
"Mereka mewakili kepentingan anak muda untuk menyuarakan ke saluran parlemen dan kampus-kampus. Itu parpol punya jejaring ke sana dan itu muncul tidak hanya saat pemilu saja," tegasnya.
Kondisi ini jauh berbeda dengan yang terjadi di Indonesia. Ia menilai dalam hal kaderisasi parpol, sebagian besar kaum muda hari ini enggan bergabung masuk parpol.
"Hari ini nampaknya anak muda apatis. Menganggap bahwa politik itu kurang menyenangkan, lebih banyak konfliknya, tidak ada wujud perubahannya, tidak banyak mengelaborasi ide gagasan yang bermuara pada kebijakan," terangnya.
Menurutnya sikap apatisme kaum muda ini tak lepas dari konflik yang kerap muncul dari parpol. Belum lagi semua partai yang tak memiliki ideologi dan gagasan yang berbeda antara satu sama lain.
"Ini pekerjaan rumah bersama ya. Bagaimana partai menghasilkan kebijakan yang menjawab kebutuhan masyarakat. Kalau kita lihat di Indonesia memang hampir semua partai sama arahnya. Misalnya PSI juga mulai membangun politik programatik," lanjutnya.
Seperti halnya PSI menjanjikan program BPJS gratis bila partainya menang. Namun belum muncul gagasan yang membedakan setiap partai.
"Tapi sekarang belum muncul gagasan apa sih yang membedakan partai Gerindra dengan PDI-P dengan Golkar? Dalam hal kebijakan belum ada," jelasnya.
Padahal penting bagi parpol dan kandidat yang diusung untuk mencipkatan program dan gagasan yang tajam dan inovatif. Sehingga nantinya memiliki daya tawar bagi kalangan muda.
Dia juga berharap gagasan inovatif itu muncul dari cawapres Gibran Rakabuming Raka yang selama ini ditonjolkan sisi kepemudaannya oleh pasangannya, capres Prabowo Subianto.
"Sehingga nanti setelah pemilu anak muda bisa senang masuk partai. Kesadara anak muda itu tidak hanya setiap 5 tahun bikin relawan, selesai, menang nanti ada yang dapat jabatan, tapi tetap gak meningkat partisipasi di bawahnya," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.