SEMARANG, KOMPAS.com - Kondisi Pemilu Presiden (Pilpres) 2004 disinyalir bakal terulang. Yakni ada dua kader partai yang sama, tapi berlaga di kubu yang berbeda sebagai paslon lawan.
Bila dahulu Wiranto maju sebagai capres Golkar dan Jusuf Kalla Ketum Golkar maju sebagai cawapres pasangan Susilo Bambang Yudhoyono. Kini Ganjar maju capres diusung partainya PDI-P, lalu Gibran yang juga kader PDI-P maju sebagai cawapres Prabowo.
"Wiranto produk yang resmi diusung dari konvensi, sedangkan Pak JK produk dari negosiasi antara tokoh Golkar dan Demokrat. Apakah analogi itu sama dengan Gibran dan Ganjar? Sama. Ganjar diusung resmi oleh PDI-P, sedangkan Gibran kalau memang itu yang terjadi, sebagai pendamping Prabowo," kata Pengamat Politik Universitas Diponegoro (Undip), Nur Hidayat Sardini, Rabu (25/10/2023).
Baca juga: Gibran Jadi Cawapres, FX Rudy Ucapkan Selamat dan Minta KTA dan Surat Pengunduran Diri dari PDI-P
Sebelumnya diberitakan, Prabowo Subianto mengungkap dirinya tak tahu soal Gibran keluar partainya atau tidak. Tapi dia tidak mempermasalahkan jika pasangan cawapresnya Gibran tetap berada di PDI-P. Dia bahkan mengaku senang.
"Kami tidak ada masalah, karena memang kami rasa bagus. Jadi kami menganggap semua partai adalah rekan seperjuangan, sama-sama anak bangsa Indonesia. Jadi kita senang saja kalau beliau tetap jadi kader PDI-P," ujar Prabowo usai Deklarasi dukungan PSI untuk Prabowo-Gibran, Selasa (24/10/2023) malam.
Merespons hal tersebut, Dosen Ilmu Pemerintahan Undip itu menilai sikap politik Gibran tidak tegas dalam menunjukkan posisinya. Pasalnya Gibran diusung Partai Golkar untuk menjadi cawapres Prabowo.
"Begitu diusung hari ini, mereka mengirim kepada KPU, dia sudah partai lain, karena untuk jadi peserta pemilu, anggota partai itu yang mengusung, kecuali gabungan parpol," katanya.
Namun sampai saat ini tidak ada kejelasan mengenai keluarnya Gibran dari partai yang membesarkannya, yakni PDI-P. Begitu pun tak ada kabar deklarasi Gibran menjadi kader Golkar.
"Tapi kalau begitu, karena dia dikabarkan diusung oleh partai Golkar, ya maka dia akan menjadi Partai Golkar, maka harus keluar dari PDI-P, pemisah yg tegas antara partai sebelumnya dan setelahnya dong," lanjutnya.
Baca juga: Megawati, Pramono Anung, dan Puan Hadiri Rapat TPN Ganjar Usai Prabowo-Gibran Daftar ke KPU
Menurut dosen yang akrab disapa NHS itu, keputusan untuk menetapkan status Gibran atau tidak berada di tangan PDI-P. Tapi NHS berharap Gibran menunjukkan etika politik yang baik.
"Maka harus secara gentlemen, PDI-P ini harus didatangi Gibran dan untuk menentukan status juga. Janganlah kemudian dwi partai, lalu bisa ke sana, bisa ke sini, enggak pas lah. Harus satu partai," tegasnya.
Mantan Ketua Bawaslu RI periode 2008-2011 itu berharap, kondisi politik seperti JK dan Wiranto tidak terulang kembali pada pilpres 2024 ini.
Baca juga: Prabowo-Gibran Daftar ke KPU, Simpatisan Gelar Nobar dan Sediakan 2.000 Porsi Soto Gratis
"Tidak boleh, saya kira harus jelas ya status politik orang dalam penghadapan dengan parpol, harus diperjelas, kalau partai ini ya ini, itu ya itu, apalagi bagi mereka yang dikandidasi oleh partai lain, harusnya memperjelas diri dulu," jelasnya.
Lebih lanjut, apapun yang menjadi rencana politik Gibran, sudah semestinya dia menghargai Ketum PDI-P Megawati Seokarnoputri. Apalagi Mega yang memberikan kelonggaran bagi Gibran untuk diusung maju sebagai calon wali kota meskipun belum menjadi kader PDI-P selama dua tahun.
"Menurut saya adalah kelanggaman orang jawa pasti kulo nuwun dan pamitan. Karena poltik tidak melulu didekati dengan ketentuan hukum, tapi juga mempertimbangkan adab orang Jawa," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.