Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ahmad Sururi
Dosen

Seorang Dosen dan pemerhati kebijakan publik

23 Tahun Pemprov Banten: Disparitas Pembangunan Utara dan Selatan

Kompas.com - 15/09/2023, 18:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PROVINSI Banten pada Oktober mendatang akan memperingati HUT ke-23. Pada 4 Oktober 2000, pemerintah pusat menetapkan Banten menjadi daerah otonom provinsi dan tidak lagi menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat.

Keinginan kuat masyarakat Banten menjadi provinsi mandiri sudah dirintis sejak 1950. Namun Undang-undang Nomor 11 tahun 1950 tentang pembentukan Provinsi Jawa Barat telah menetapkan bahwa Banten merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat.

Sementara Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat menegaskan Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak dan Kabupaten Tangerang berada di bawah pemerintahan Provinsi Jawa Barat.

Akhirnya pada 2000, melalui Undang-undang Nomor 23 tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten, keinginan masyarakat Banten terwujud: Banten menjadi provinsi.

Setelah 23 tahun Banten menjadi provinsi, tentu kita harus mengapresiasi berbagai pencapaian pembangunan Provinsi Banten.

Pembangunan Banten selama kurun waktu 23 tahun terlihat tangible atau tampak nyata. Ada upaya peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, termasuk kemampuan Pemprov Banten dalam pemanfaatan potensi daerah seperti dalam regulasi UU Nomor 23 tahun 2000.

Tulisan ini tidak berupaya mengabaikan capaian pemerintahan Provinsi Banten dalam kurun waktu lima tahun terakhir atau selama 23 tahun usia Provinsi Banten.

Apresiasi terhadap pencapaian pembangunan Banten tetap keniscayaan dan layak mendapatkan penghargaan, meskipun di sisi lain upaya kritis dan objektif harus terus dilakukan.

Catatan ini diawali dengan isu tingginya disparitas atau kesenjangan pembangunan antara daerah utara (Pandeglang – Lebak) dan Selatan (Tangerang, Serang dan Cilegon).

Padahal, masalah kesenjangan menjadi alasan mengapa Banten “ngotot” ingin memisahkan diri dari Provinsi Jawa Barat.

Oleh sebab itu, dalam konteks hari ini, isu dispartitas masih relevan untuk didiskusikan dalam perspektif kebijakan publik dan ruang lingkup pembangunan daerah.

Disparitas pembangunan

Kabupaten Lebak dan Pandeglang di bagian selatan Banten masih mengalami ketertinggalan pembangunan dibandingkan daerah di bagian utara seperti Kota Tangerang, Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, Kota Cilegon dan Kota/Kabupaten Serang.

Berbagai indikator yang menunjukkan tingginya disparitas pembangunan adalah kemandirian atau kemampuan daerah membiayai aktivitas pembangunan dan pemerintahan atau dikenal dengan Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF).

Data Laporan Perekonomian Banten Agustus 2022 mencatat DDF Kabupaten Lebak (15,2 persen), Pandeglang (11,8 persen) yang sebagian besar daerahnya didominasi pertanian dan perkebunan. Kota Serang (15 persen) sebagai pusat perdagangan dan jasa.

Sedangkan DDF tertinggi terdapat di Kota Tangerang (50,7 persen), Kota Tangerang Selatan (48,5 persen), dan Kabupaten Tangerang sebesar (45,6 persen) yang sebagian besar didominasi industri pengolahan, real estate dan perdagangan, serta Kota Cilegon (45,4 persen) yang didominasi industri.

Hal ini menunjukkan Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, dan Kota Serang yang memiliki angka DDF rendah merupakan daerah dengan ketergantungan sangat besar terhadap dana pemerintah pusat untuk membiayai aktivitas pembangunan dan pemerintahannya.

Sedangkan Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon yang memiliki DDF tinggi merupakan kabupaten/kota yang memiliki tingkat ketergantungan rendah terhadap dana pemerintah pusat untuk membiayai aktivitas pembangunan dan pemerintahannya.

Selain itu, indikator tingginya disparitas pembangunan di Provinsi Banten dapat dilihat dari capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) antara masing-masing daerah di Banten.

Indeks Pembangunan Manusia, menurut standar United Nations Development Program (UNDP), terdiri IPM >80 kategori sangat tinggi, IPM 70-79 kategori tinggi, dan IPM 60-79 kategori sedang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com