KOMPAS.com - Tari Kuda Lumping merupakan tarian tradisional Jawa.
Tari Kuda Lumping sering disebut juga sebagai jaran kepang atau jathilan, yang juga tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
Pertunjukan Tari Kuda Lumping kerap ditampikan dalam penyambutan tamu maupun syukuran.
Asal-usul Kuda Lumping belum diketahui secara pasti.
Banyak yang menyakini bahwa tari Kuda Lumping sebagai dukungan rakyat jelata terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi Belanda.
Versi lain menyebutkan bahwa Kuda Lumping menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah yang dibantu oleh Sunan Kalijaga dalam melawan Belanda.
Baca juga: Kuda Lumping, Tarian Magis Asal Ponorogo
Ada versi lain yang menyebutkan bahwa tari Kuda Lumping menceritakan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan Hamengkubuwono I, Raja Mataram, dalam menghadapi pasukan Belanda.
Ketiga versi tersebut belum dapat menyebutkan secara pasti kisah yang menjadi asal-usul Kuda Lumping.
Namun diperkirakan tari Kuda Lumping telah ada sejak kerajaan kuno atau masa pra-Hindu. Hal tersebut karena masih diwarnai dengan adanya kepercayaan animisme.
Dalam perjalanan waktu, tari Kuda Lumping dikaitkan dengan hal-hal magis. Tari Kuda Lumping terdapat atraksi kesurupan.
Ada dua pawang yang bertugas sebagai pemimpin spiritual yang tugasnya untuk mempertahankan cuaca selama pertunjukan agar tidak hujan.
Pawang satunya akan menjaga lingkungan dari gangguan ghoib, memulihkan penari yang kesurupan, dan mengendalikan makhluk halus yang masuk ke dalam diri pemain.
Konon, atraksi kesurupan dalam tari Kuda Lumping disengaja karena memang bekerja sama dengan jin.
Atraksi kesurupan akan dimulai dengan makan kaca, makan bara api, berjalan di atas pecahan beling serta bara api, disayat pisau, dan lain sebagainya.
Baca juga: Apa itu Jathilan, Asal-usul, Gerakan, dan Properti
Para penari Kuda Lumping tidak akan merasakan sakit atau terluka.