JAMBI,KOMPAS.com - Pemilik lahan membuat pagar dan menggali lubang untuk menutup akses jalan menuju gereja di RT 08, Desa Suka Makmur, Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muarojambi, Jambi.
Dampak dari penutupan akses jalan itu, sekitar 300 jemaat harus berjalan kaki sejauh 200 meter menuju gereja setiap hari minggu. Bahkan, pemilik lahan meminta Rp 120 juta jika ingin jalan dibuka kembali.
Pendeta Royanto Situmorang menuturkan, penutupan akses jalan menuju gereja oleh pemilik lahan dilakukan dalam tiga bentuk dan bertahap.
Baca juga: Pria di Ponorogo Tetap Tutup Jalan dengan Tembok, Warga Pasrah dan Serahkan ke Pemerintah
Pertama dengan ditembok beton yang tingginya hampir 2 meter, kemudian penggalian lubang yang dalam, dan pembuatan pagar dengan pohon sawit yang ditumbang.
"Ada 2 galian lubang yang dilakukan pemilik lahan, pembuatan pagar beton, dan pagar dengan tumbangan pohon sawit oleh seorang warga," kata Pendeta Royanto melalui pesan singkat, Rabu (26/7/2023).
Dia mengatakan, pada Januari 2023 dipasang tembok beton. Kemudian Mei 2023, pemilik lahan menggali dua lubang besar, pada Juni membangun tembok beton kedua. Terakhir benteng atau pagar dengan pohon sawit yang ditumbangkan dibuat pada Juli 2023.
Royanto berkata, pihaknya telah berunding secara kekeluargaan dengan pemilik lahan terkait penutupan akses jalan ini. Namun hasilnya nihil.
Akhirnya mau tidak mau, sekitar 300 orang jemaatnya terpaksa berjalan kaki melewati jalan tikus sejauh 200 meter.
Dia menambahkan, penyelesaian masalah dengan melibatkan pemerintah tertunda karena masih menunggu Camat Sungai Bahar yang masih berdinas ke Jakarta.
"Rencana Minggu depan ada pertemuan di kecamatan semua yang terkait, akan diundang," katanya.
Menurut dia, apabila jalan tikus juga ditutup, maka semua akses jalan menuju gereja akan terputus.
"Kita sudah minta tolong dibuka akses jalan, tapi diminta uang ganti rugi sebesar Rp 120 juta dalam tempo 3 hari," terangnya.
Royanto menilai tidak mungkin jemaatnya mampu membayar ganti rugi uang sebesar Rp 120 juta, dalam waktu 3 hari.
"Manalah mungkin kami sanggup. Jemaat saya orang orang miskin dan susah semua," kata Royanto.
Untuk melakukan ibadah, mereka hanya menempati gereja sederhana dengan bangunan kayu, dinding plastik, dengan atap terpal.