KOMPAS.com - Benteng Fort Willem I atau Benteng Pendem Ambarawa adalah sebuah destinasi wisata sejarah di Jawa Tengah yang merupakan peninggalan pemerintah kolonial Belanda.
Asal nama Benteng Fort Willem I diambil dari nama Willem Frederik Prins Vans Oranje-Nassau (1815-1840) sebagai penghormatan kepada Raja Belanda kala itu.
Baca juga: 6 Destinasi Wisata di Pulau Nusakambangan, Ada Pantai Permisan dan Benteng Klingker
Sementara nama Benteng Pendem Ambarawa diberikan oleh masyarakat setempat karena konstruksinya seperti benteng yang terpendam di tengah rawa.
Lokasi Benteng Fort Willem I berada di tengah persawahan Desa Lodoyong RT 07 RW 03, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang.
Baca juga: Benteng Oranje, Hadiah Sultan Ternate yang Jadi Benteng VOC Pertama di Indonesia
Bekas bangunan benteng yang masih nampak kokoh berada di sekitar kompleks militer dan Lapas Ambarawa.
Untuk memasuki tempat ini wisatawan cukup membayar Rp5.000 untuk anak-anak dan Rp 10.000 untuk dewasa ditambah biaya parkir kendaraan.
Baca juga: Benteng Baluwerti, Saksi Sejarah Perkembangan Keraton Yogyakarta
Dilansir dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, Benteng Fort Willem I atau Benteng Pendem Ambarawa dibangun saat bergolaknya Revolusi Belgia di Eropa pada tahun 1830.
Revolusi Belgia yang terjadi di Belanda menimbulkan kekhawatiran jika gejolak itu meluas hingga Pulau Jawa.
Gubernur Jenderal Van den Bosch kemudian memerintahkan pendirian benteng-benteng di beberapa titik strategis di Pulau Jawa termasuk di Ambarawa.
Alasan lokasi pendirian Benteng Fort Willem I di Ambarawa adalah karena letaknya berada di jalur penghubung Semarang yang menjadi titik pertahanan paling penting.
Selain itu, Ambarawa merupakan titik kumpul pasukan apabila seluruh wilayah pesisir sudah jatuh ke tangan musuh dan tempat awal untuk dapat melancarkan serangan balik.
Dibutuhkan waktu sekitar 11 tahun yaitu dari tahun 1834 hingga 1845 untuk menyelesaikan benteng dengan barak yang mampu menampung 12.000 prajurit tersebut.
Sebelum pembangunannya, dipersiapkan terlebih dulu barak prajurit, bengkel kerja, dan perkampungan pekerja dengan daya tampung 4.500 orang di dekat benteng.
Baru kemudian dilakukan pembangunan benteng yang melibatkan insinyur zeni, penjaga, 3.000 kuli pribumi, serta beberapa tahanan yang dihukum kerja paksa.
Pada tahun 1844, benteng ini sudah mulai ditempati prajurit meskipun pembangunan benteng belum selesai sepenuhnya.