Adapun pemberian nama Benteng Fort Willem I ini baru dilakukan pada tahun 1950.
Benteng Fort Willem I memiliki fungsi utama sebagai benteng pertahanan dengan barak yang dapat menampung ribuan prajurit.
Selain sebagai barak untuk pada serdadu, di benteng ini juga terdapat tempat untuk menyimpan logistik perang, mulai dari mimis, bedil, meriam, hingga kendaraan berat.
Benteng Fort Willem I memang cukup luas karena terdiri dari lima bangunan kantor, sebuah barak, dan dikelilingi empat buah benteng dengan dua lantai.
Namun fungsi Benteng Fort Willem I berubah dari waktu ke waktu, terutama karena kondisi alam dan perubahan kondisi politik.
Gempa yang mengguncang Ambarawa pada tahun 1865 dan 1872 membuat konstruksi benteng menjadi tidak aman dan membuat sebagian prajurit pindah ke barak di luar benteng.
Disusul dengan perkembangan teknologi artileri yang memungkinkan meriam menembak lebih akurat dan jangkaunya lebih jauh, membuat Benteng Fort Willem I semakin ditinggalkan.
Maka kemudian Benteng Fort Willem I mulai mengalami perubahan fungsi yaitu sebagai penjara.
Pada 1927, Benteng Fort Willem I sempat dijadikan sebagai penjara anak-anak yang kemudian dijadikan penjara untuk tahanan politik serta orang dewasa.
Hal ini berlangsung pada masa pendudukan Jepang yang membuat Benteng Fort Willem I menjadi kamp tawanan orang Eropa dan orang-orang yang dicurigai menjadi pembangkang.
Setelah masa kemerdekaan, Benteng Fort Willem I dijadikan kamp tahanan orang Eropa dan tentara Jepang yang sudah menyerah.
Pada peristiwa Pertempuran Ambarawa atau Palagan Ambarawa 11 Desember 1945, kawasan ini berhasil direbut oleh TKR (Tentara Keamanan Rakyat).
Benteng Pendem Ambarawa kemudian dijadikan markas oleh tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Saat ini kompleks Benteng Pendem Ambarawa masih digunakan sebagai Lapas IIA Ambarawa, serta rumah dinas sipir dan tentara.
Di tempat ini terdapat ratusan narapidana kriminal dan narkoba yang menghuni lembaga pemasyarakatan.