LHOKSEUMAWE, KOMPAS.com – Orangtua dari perwakilan 11 tersangka dalam kasus pengeroyokan menggunakan parang, batu, dan kayu di Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh meluruskan kronologi peristiwa dalam kasus yang viral di Aceh, sepekan terakhir.
Kedua orangtua itu, Nur Siah (34) dan Zahara (37) asal Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, kepada Kompas.com, Sabtu (15/10/2022) menyebutkan, kasus itu berawal pada Sabtu (8/10/2022) sekitar pukul 21.00 WIB.
“Awalnya anak saya AZ (12) dipukuli oleh SZ (13), anak saya dan teman-temannya sedang main bola di Lapangan Jenderal Sudirman, Kota Lhokseumawe. Setelah itu, ramai-ramai orang bantu dan memukuli pelaku SZ,” kata Nur Siah.
Baca juga: Remaja di Lhokseumawe Dianiaya hingga Dimasukkan ke Got, 11 Remaja Pelaku Pengeroyokan Ditangkap
Setelah itu, sejumlah anggota TNI AD membubarkan aksi pemukulan itu.
“Anak saya jidatnya pecah juga, lehernya, badannya penuh luka. Karena diseret-seret oleh korban, dia modusnya memalak anak-anak kecil di lapangan itu,” katanya.
Setelah dibubarkan TNI AD, SZ bersama teman-temannya lalu pindah ke Terminal Bus Lhokseumawe.
Di posisi inilah, abang korban AZ datang untuk mencari pelaku SZ.
“Anak saya yang besar usianya 16 tahun, sekarang ditahan di Polsek Banda Sakti. Itu dia datang karena terima informasi adiknya dipukuli udah berdarah-darah, maka dia balas aksi pemukulan itu. Turut dibantu oleh teman-temannya yang mengetahui informasi pemukulan adiknya,” sebutnya.
Dia juga menjelaskan, tidak ada SZ dilempar ke dalam got.
Setelah kejadian, ayah kandung SZ yang juga pejabat eselon II di Pemerintah Kabupaten Aceh Utara membuat laporan polisi di Mapolsek Banda Sakti.
“Maka ditangkaplah semua anak kami. Kami terima anak kami salah. Kami juga sudah mendatangi keluarga SZ secara adat lengkap dengan aparatur desa dan ulama. Namun, mereka mau diselesaikan secara hukum,” sebutnya.
Dia menjelaskan, upaya damai sudah dilakukan. Karena kasus ini kenakalan remaja.
“Anak kami dipukuli duluan, tapi kenapa hanya anak kami ditahan. Kami sudah laporkan juga SZ ke Mapolres Lhokseumawe,” terangnya.
Dia menyakini polisi bertindak adil dalam kasus itu.
“Kami ingin sama-sama damai, sama-sama mengakui kesalahan anak kita. Posisi kami, mengakui anak kami salah juga. Sehingga mereka bisa sekolah dan tidak dipenjara,” katanya.