SEMARANG, KOMPAS.com - Sejumlah pedagang kios buku di kawasan Stadion Undip, Kota Semarang masih tampak eksis bertahan di era serba digital saat ini.
Terlihat puluhan kios buku berjejer, terbuka pula pintu dan jendelanya. Meski tampak sepi pembeli, terlihat sejumlah pedagang sedang duduk santai di depan kios, sembari menikmati sepoi angin di bawah pohon yang rindang.
Terdapat lebih dari 30 kios yang masih buka dan menjualkan buku-buku di sana. Sebagian besar penjual di kawasan Stadion Undip menawarkan buku-buku bekas yang sudah menua.
Feri, salah seorang pedagang menjajakan buku sejak tahun 2005 di lokasi tersebut. Dirinya menyebutkan, kondisi kios-kios buku di kawasan tersebut telah berubah hampir 50 persen. Bukan bertambah ramai, yang ada justru malah sebaliknya.
"Ada 10 hingga 15 toko yang sudah tutup. Sekarang tinggal segini saja. Sehari paling cuma ada sekitar 5 pembeli," tutur Feri saat ditemui Kompas.com, Selasa (12/7/2022).
Baca juga: Kisah Kampung Bustaman, Sentra Penjagalan Kambing yang Kini Meredup
Kios di kawasan Stadion Undip memang dikenal sebagai tempat menjajakan buku bekas dan lawas. Tak heran, di tempat Feri berjualan pun dipenuhi buku-buku dengan lembaran berwarna kuning.
Uniknya, tidak hanya buku komik atau novel-novel jadul saja, Feri juga menyediakan berbagai buku ajar. Mulai dari mata pelajaran Sekolah Dasar (SD) hingga perkuliahan, seperti RPAL, RPUL, Pepak Bahasa Jawa, Membaca ABJAD Cepat, hingga hasil thesis di beberapa universitas.
"Kemarin musim liburan kebanyakan pada cari komik, kalau yang buku pelajaran jarang," jelas dia.
Hal senada juga diungkapkan oleh Seny, salah seorang pelapak buku di kawasan Stadion Undip yang berjualan sejak tahun 1990-an.
Menurut Seny, perkembangan digital sangat memengaruhi penjualan buku, terlebih dalam penjualan buku ajar.
Selain kurangnya minat masyarakat, pergantian kurikulum pendidikan di Indonesia menjadi faktor utama.
"Ini sudah pakai kurikulum merdeka belajar. Tidak tahu nanti kalau ganti presiden, ganti menteri, ganti lagi juga buku-bukunya," jelas Seny.
Penurunan penjualan buku di kios miliknya itu diperburuk saat memasuki masa pandemi Covid-19 pada tahun 2020. Menurutnya penurunan terjadi hampir 60 persen.
Mau tak mau, dirinya harus mencari cara lain agar tetap mendapat keuntungan. Salah satunya dengan mengaktifkan penjualan buku secara online.
“Sekarang sepi, tidak seperti dulu. Makanya sekarang disambi dengan penjualan di Tokopedia dan Shopee. Kalau mengandalkan toko ini saja tidak bisa,” papar Seny.
Seny menuturkan, tantangan terbesar dari penjualan buku fisik saat ini adalah adanya perkembangan buku elektronik.
Meski begitu, dari sisi harga tidak lebih murah dari buku bekas. Buku elektronik memiliki keunggulan dari sisi kemudahan.
“Tantangannya e-book. Sekarang kan zamannya sudah internet semua. Kita kalah disitu,” pungkas dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.