Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Apakah Kami Bisa Bersekolah di Indonesia?"

Kompas.com - 09/01/2021, 06:16 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Seorang remaja berusia 19 tahun merupakan salah satu pengungsi Rohingya yang terdampar di Provinsi Aceh. Dia bertekad menempuh pendidikan tinggi, saat menumpang kapal dari kamp pengungsi di Bangladesh.

"Saya tidak tahu bagaimana saya bisa berada di sini," kata Gura Amin, saat dia menceritakan perjalanan berbahaya yang dilaluinya di laut.

Gura mengaku menghabiskan tujuh bulan di laut, duduk di kapal—pengalaman yang disebutnya "seperti anjing".

"Saya tidak bisa meluruskan kaki, luar biasa sakit. Banyak yang kakinya bengkak dan banyak yang sekarat. Sedih, banyak yang menjadi lumpuh. Tidak ada air dan makanan selama berhari-hari. Kami seperti kerangka hidup," paparnya wartawan Rohingya JN Joniad yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Baca juga: TNI Kembali Gagalkan Penyelundupan 20 Warga Rohingya

Pada Februari 2020, sebanyak 850 orang Rohingya menumpang sebuah kapal dari kamp pengungsian di Bangladesh.

Namun, pihak penyelundup menyandera mereka demi uang tebusan selama hampir enam bulan di Laut Andaman. Kapal yang mereka tumpangi diikat ke pelampung di laut.

Bulan berikutnya, mereka berupaya mendarat di Malaysia dan Thailand, namun aparat kedua negara itu mendorong kapal mereka kembali ke laut.

Pihak penyelundup lantas menempatkan mereka di beberapa perahu kecil.

Pada 8 Juni 2020, tiga perahu tersebut mencapai Malaysia dan sekitar 300 orang Rohingya kini ditahan di sana.

Baca juga: Alasan Warga Rohingya di Aceh Berusaha Kabur ke Malaysia

Adapun kapal yang ditumpangi Gura Mia bersama 297 orang lainnya terdampar di Lhokseumawe, Aceh, pada September 2020.

Mereka bergabung dengan perahu pertama berisi 99 orang Rohingya yang diselamatkan nelayan setempat pada akhir Juni.

"Sebanyak 100 orang Rohingya meninggal dunia di kapal besar. Di perahu kecil, anak berusia enam tahun kehilangan ayah mereka serta dua anak perempuan kehilangan ibu mereka hanya beberapa hari sebelum kami mendarat di sini," papar Gura Amin.

Baca juga: Video Eksklusif Ungkap Etnis Rohingya Dipukuli di Perahu oleh Penyelundup

Kabur ke Malaysia

Warga melakukan evakuasi paksa pengungsi etnik Rohingya dari kapal di pesisir pantai Lancok, Kecamatan Syantalira Bayu, Aceh Utara, Aceh, Kamis (25/06). ANTARA FOTO/RAHMAD Warga melakukan evakuasi paksa pengungsi etnik Rohingya dari kapal di pesisir pantai Lancok, Kecamatan Syantalira Bayu, Aceh Utara, Aceh, Kamis (25/06).
Sewaktu wartawan BBC Indonesia Rohingnya JN Joniad berkunjung di tempat penampungan para pengungsi Rohingya di Aceh, dia menjumpai sejumlah perempuan yang berbaring berdesakan.

Belakangan diketahui sebagian besar dari mereka punya anggota keluarga, suami, atau tunangan di Malaysia.

Saat ini, sebagaimana dilaporkan JN Joniad, banyak dari mereka yang telah kabur ke Malaysia guna berjumpa dengan keluarga.

Baca juga: Bangladesh Mulai Pindahkan Pengungsi Rohingya ke Pulau Terpencil

Setidaknya sudah tujuh kali warga Rohingya kabur dari kamp sepanjang tahun lalu.

Public Relations Officer UNHCR Indonesia, Mitra Suryono, dalam keterangan kepada media mengatakan para pengungsi tetap berharap untuk pergi ke Malaysia.

"Di Malaysia, sebagian keluarga mereka, baik suami, saudara dan lainnya sudah hidup dengan baik. Maka, niat ke Malaysia itu terus ada," kata Mitra.

Baca juga: Perdagangan Warga Rohingya Berkali-kali Terjadi, Wali Kota Lhokseumawe Desak UNHCR Bertindak

'Apakah kami bisa bersekolah di Indonesia?'

Gura Amin sempat belajar di sekolah menengah di Myanmar. Namun, sebagai pelajar Rohingya, dirinya mengaku menghadapi diskriminasi di sekolah.JN Joniad Gura Amin sempat belajar di sekolah menengah di Myanmar. Namun, sebagai pelajar Rohingya, dirinya mengaku menghadapi diskriminasi di sekolah.
Saat berada di tempat penampungan pengungsi Rohingya, wartawan Rohingnya mengatakan beberapa anak menghampirinya dan bertanya apakah dia adalah seorang Rohingya. JN Joniad berkata, "Ya adik kecil."

Mereka kemudian bertanya lagi, "Pak, apakah kami bisa bersekolah di Indonesia?" Pertanyaan itu tak bisa dijawabnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com