BANDUNG, KOMPAS.com - Calon rektor Universitas Padjadjaran (Unpad), Atip Latipulhayat menggugat Majelis Wali Amanat (MWA) serta Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) ke Pengadilan Negeri (PN) Bandung.
Gugatan berkaitan dengan kepastian hukum status Atip sebagai calon rektor Unpad yang memasuki tahap akhir pemilihan. Sedangkan, MWA mengumumkan diulangnya proses pemilihan rektor Unpad.
Kuasa Hukum MWA Unpad, Adrian E Rompis mengatakan, proses hukum atas gugatan tersebut memasuki masa mediasi.
“Kami berharap (gugatan) tidak berlanjut karena akan berdampak luas bagi masyarakat, civitas akademika, dan lainnya,” ujar Adrian dalam konferensi pers di Jalan Dipatiukur Bandung, Jawa Barat, Senin (22/7/2019).
Baca juga: Calon Rektor Unpad Atip Latipulhayat Resmi Gugat Kemenristekdikti dan MWA
Namun, mediasi belum menemukan titik temu. Adrian menjelaskan, dalam proses mediasi, hakim menyarankan mediasi tidak hanya dilakukan di ruang sidang, tapi juga di luar sidang.
Namun sepengetahuannya, belum pernah dilakukan mediasi di luar persidangan. Sedangkan mediasi di ruang sidang ditunda karena penggugat berhalangan hadir.
“Pada sidang ketiga kami tanggal 18 Juli 2019 disepakati ditunda sampai 25 Juli 2019,” ucapnya.
Namun, menurut Adrian, kliennya tetap menolak keberatan yang diajukan Atip Latipulhayat. Sebab, MWA tidak berdiri sendiri. MWA mengulang proses Pilrek Unpad berdasarkan arahan Menrisektidikti.
Kecuali, menurut Adrian, jika Menristekdikti mengubah aturannya.
Baca juga: Ridwan Kamil Minta Pemilihan Rektor Unpad Tak Berlarut-larut
Namun, Menristekdikti dinilai sulit menerima gugatan Atip, karena terbentur dengan aturan. Menurut Adrian, mediasi ini sulit menemukan titik temu.
Adapun, jika mediasi gagal, proses hukum akan berlanjut ke pokok perkara.
“Kalau (Atip) bisa terima, bisa ada perdamaian. Kalau kembali ke semula (Pilrek lama) itu sesuatu yang mustahil,” tuturnya.
Dalam gugatannya, calon rektor Unpad Atip Latipulhayat mengajukan dua hal. Pertama, adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan penguasa, yakni Kemenristekdikti dan MWA.
Kedua, masalah perdata, karena ia mengalami kerugian immaterial, karena selama proses pemilihan rektor beberapa bulan, Atip tidak menerima pemberitahuan kepastian dari MWA.
Akibatnya, jadwal akademik di dalam dan luar kampus terganggu. Bahkan beberapa kegiatan Atip di luar negeri menjadi terganggu.