KILAS DAERAH

Kilas Daerah Jawa Tengah

Ketika Gaya Sarungan Wagub Gus Yasin Beri Warna Baru Pemprov Jateng

Kompas.com - 21/02/2019, 16:03 WIB
Mikhael Gewati

Penulis


KOMPAS.com
- Kehadiran duet nasionalis religius, Ganjar Pranowo dan Taj Yasin Maimoen memimpin Jawa Tengah (Jateng) telah membawa warna baru di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng.

Khususnya kehadiran Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin yang berasal dari kalangan santri. Penampilannya yang lekat dengan kostum khas, sarung dan peci telah membawa pengalaman baru bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemprov Jateng.

Kebiasaan sarungan pun mulai menular di kalangan ASN di Pemprov Jateng. Terutama para staf di ruang Tata Usaha Wakil Gubernur. Pada momen tertentu mereka nampak bersarung, menyesuaikan tampilan wakil gubernur.

Tentang hal ini, Gus Yasin mengaku tidak pernah mengharuskan ajudan dan stafnya berpakaian serupa dirinya. Namun diakui bahwa penyesuaian itu muncul dari inisiatif pribadi orang-orang di sekelilingnya.

"Pernah suatu saat, saya menghadiri acara di Institut Pesantren Mathali’ul Falah (Ipmafa) Magoyoso Pati. Saya mengenakan sarung. Sampai di sana, para santri justru mengenakan celana panjang. Karena kata mereka, menghormati saya sebagai wakil gubernur. Jadi kebalik," tuturnya saat ditemui di Rumah Dinas Wakil Gubernur Jalan Rinjani, Gajahmungkur, Semarang, seperti dalam keterangan tertulisnya.

Ajudan Gus Yasin, Ryan Gata Priyahita, mengatakan, dirinya harus selalu menyesuaikan busana yang dikenakan. Meski dirinya pernah terbalik. Saat Gus Yasin tidak mengenakan sarung, dirinya justru mengenakan sarung.

Sementara itu, Staf TU yang mengalami pergantian tujuh wakil gubernur, Triyanto (52), mengatakan, ketika wakil gubernur Jateng dijabat Gus Yasin, seluruh karyawan selalu diajak shalat jemaah dengan imam wakil gubernur. Hal itu tidak dilakukan oleh wakil gubernur sebelumnya.

"Saya mengalami wakil gubernur Pak Sunartejo, Pak Susmono, Pak H Ahmad, Pak H Ali Mufiz, Bu Rustri, Pak Heru dan sekarang Gus Yasin. Masing-masing tentu memiliki karakter yang berbeda dan itu menjadi ciri khas," ujarnya.

Sarungan dari kecil

Ya, tampilan “nyantri” Gus Yasin memang mulai dikenal publik sejak ia maju pemilihan gubernur Jawa Tengah mendampingi Ganjar. Sebagai calon wakil gubernur, sosoknya mudah diingat berkat tampilan santrinya. 

Selama empat bulan masa kampanye, Yasin selalu mengenakan baju koko atau batik berbalut sarung dan peci hitamnya.

Setelah dilantik, kostum santri nampaknya tetap dipertahankan. Yasin masih mudah ditemui mengenakan sarung dan peci. Ketika momen khusus seperti hari Senin atau rapat paripurna, Yasin mengenakan seragam ASN atau jas.

Menurut Yasin, bersarung di berbagai kesempatan sudah menjadi kebiasaannya sejak kecil. Maklum, putra KH Maimoen Zubair ini lahir di lingkungan Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang, Rembang pada 2 Juli 1983. 

Seluruh pendidikan dasarnya dari Ibtidaiyah, Tsanawiyah, hingga Aliyah dihabiskan di Madrasah Ghozaliyah Syafi'iyah Sarang Rembang.

Lulus pada 2001, Gus Yasin (sapaan akrabnya) berangkat kuliah ke Universitas Ahmad Kaftaro, Damaskus, Suriah. Selepasnya, ia kembali ke Sarang, mengajar di pondok ayahnya sambil berwiraswasta.

Karier politiknya di mulai ketika bergabung di keluarga besar Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ketika akhirnya terpilih jadi anggota DPRD Jateng periode 2014-2019, aktifitas mengajar di pondok tak berkurang.

“Tapi kalau sekarang (jadi wagub) ya jelas berkurang waktu mengajarnya,” katanya.

Masih mengajar

Meski sudah menjadi Wagub Jataeng, bukan berarti Gus Yasin meninggalkan aktifitasnya mengajar. Ia kini mengajar tiap Sabtu mulai pagi hingga sebelum Dhuhur dan bakda Ashar.

Gus Yasin pun mengajar kitab Bulughul Marom, tauhid dan tafsir Yasin. Ia mengaku, jika benar-benar tak bisa tatap muka, teknologi video call menjadi pilihan.

Sedangkan pada Kamis malam Jumat, di rumah dinas rutin digelar pengajian yang diawali dengan membaca surat Yasin, tahlilan, dan maulid Nabi Muhammad SAW.

Kegiatan yang diikuti para santri di Kota Semarang dan tetangga sekitar itu diakhiri dengan mauidhoh khasanah oleh para kiai di Kota Semarang dan daerah lainnya di Jateng, maupun ulama dari Jazirah Arab.

Menurut penyuka tempe goreng ini, dunia santri dan pemerintahan tak jauh berbeda. Ini karena sama-sama mendedikasikan diri dan bermanfaat untuk masyarakat.

"Meski sama, tetapi saya akui harus belajar banyak hal dan melakukan beberapa penyesuaian. Dari "ngantor" pukul 07.00 hingga belajar soal anggaran dan berbagai aturan perundang-undangan," kata Gus Yasin.

Bertanya dan belajar kepada asisten maupun kepala dinas, tak pernah membuatnya malu. Yasin baru malu kalau sampai berbuat salah. Ia selalu terngiang pesan ayahnya KH Maimoen Zubair.

"Ada pesan dari Abah ketika saya menjadi wakil gubernur. Tidak boleh main uang. Bahasa beliau, ora usah melok-melok main duit. Sing pentingkudu ono perubahan sing apik neng masyarakat," ucap suami Nawal Nur Arafah ini.

Baca tentang

komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com