Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jelang 17-an, Ada Ajakan Tolak Perayaan HUT RI di Gunung Bulu Bawakaraeng

Kompas.com - 16/08/2018, 17:43 WIB
Retia Kartika Dewi,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menjelang perayaan Hari Ulang Tahun ke-73 RI, ada ajakan untuk menolak perayaan "17-an" di Gunung Bulu Bawakaraeng-Lompobattang, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Ajakan penolakan ini dikampanyekan mengingat seringnya peringatan HUT RI digelar di puncak gunung.

Salah satu ajakan penolakan perayaan 17-an di Gunung Bulu Bawakaraeng diunggah oleh pengguna akun Twitter @Whildaa1.

Penggagas ajakan penolakan ini adalah Forum Intelektual Selatan Sulawesi (FISS).

FISS menilai, setiap tahunnya jumlah pendaki yang mengadakan perayaan HUT RI di Gunung Bawakaraeng terus bertambah sehingga berdampak kurang baik bagi kelestarian lingkungan.

Ketua FISS Andi Rewo Batari Wanti (23) mengatakan, ia  melakukan kajian bersama di FISS yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan menganggap bahwa cinta Tanah Air dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, salah satunya dengan tidak merusak lingkungan.

Rewo mengatakan, dilihat dari sejarahnya, Gunung Bulu Bawakaraeng merupakan titik mula peradaban kaum Ri Selatan Sulawesi dengan turunnya ajaran Tau Mangkasarak.

Ditinjau dari lokasinya, Gunung Bulu Bawakaraeng tidak sesuai jika digunakan sebagai tempat upacara peringatan 17 Agustus karena identik sebagai tempat beribadah dan pendidikan.

"Gunung Bulu Bawakaraeng sebagai saksi sejarah perkembangan ajaran Tau Mangkasarak yang bernapaskan Islam menjadi satu-satunya gunung di mana orang melakukan shalat Idul Adha," ujar Rewo, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (16/8/2018).

Rewo menilai, mendaki gunung sesungguhnya untuk memanusiakan manusia secara spiritual maupun intelektual. Oleh karena itu, menurut dia, tak ada pengaruh positif dari perayaan 17 Agustus bagi kelestarian Gunung Bulu Bawakaraeng.

Sementara, jejak perayaan seringkali justru menyebabkan meningkatnya jumlah sampah, tercemarnya sumber air, dan rusaknya kimiawi tanah.

Dalam tinjauan Geologi, karakteristik tanah dan batuan di Gunung Bulu Bawakaraeng cenderung labil. 

Selain itu, kunjungan pendaki dalam jumlah besar akan mempercepat laju kerusakan Geomorfologi seperti terbentuknya erosi dan mass movement (perpindahan masa batuan) pada jalur setapak.

Melalui ajakan penolakan ini, mereka yang berniat mengadakan perayaan 17 Agustus di gunung akan mengurungkan niatnya.

"Perhatian pemerintah terhadap persoalan ini juga sangat kami harapkan untuk segera mengeluarkan kebijakan supaya gunung tidak hanya dijadikan sebagai lahan ataupun area hutan, namun mendapat perlindungan hukum secara khusus," ujar Rewo.

Dengan demikian, Gunung Bulu Bawakaraeng terhindar dari kerusakan fisik dan nonfisik. Begitu pula gunung-gunung lain di Indonesia.

Kompas TV Perjalanan Indonesia Meraih Kemerdekaan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com